Surat Ali Imran Ayat 132: Masuk Surga karena Rahmat Allah SWT atau karena Amal?

Surat Ali Imran Ayat 132: Masuk Surga karena Rahmat Allah SWT atau karena Amal?

Surat Ali Imran ayat 32 menunjukkan bahwa rahmat Allah SWT tidak bisa diraih tanpa ketaatan kepada-Nya dan Rasul-Nya.

Surat Ali Imran Ayat 132: Masuk Surga karena Rahmat Allah SWT atau karena Amal?
Tafsir Surat Ali Imran (foto: Fera/Islamidotco)

Tafsir Al-Quran Surat Ali Imran ayat 132 tentang rahmat Allah SWT, taat kepada Allah SWT dan Rasulnya.

وَاَطِيْعُوا اللّٰهَ وَالرَّسُوْلَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُوْنَۚ – ١٣٢

Artinya, “Dan taatlah kepada Allah dan Rasul (Muhammad), agar kamu diberi rahmat.” (Surat Ali Imran ayat 132)

Anugerah dan rahmat Allah SWT adalah perkara yang paling diidam-idamkan oleh setiap muslim. Sebab hal itu merupakan faktor utama untuk mendapatkan kebahagiaan dunia dan akhirat. Tanpa kehadirannya, seseorang tidak akan mampu mendapatkan kebahagiaan atau kesenangan sedikit pun. Misalnya, seseorang lahir ke dunia hanya karena rahmat Allah SWT, begitu pula masuk surga.

Baca juga: Tafsir Surat Ali Imran Ayat 110: Menjadi Umat Terbaik Harus Terus Diupayakan

Para ulama sepakat bahwa rahmat Allah SWT adalah syarat mutlak untuk masuk surga. Pandangan ini didasarkan pada sebuah hadis riwayat Imam Muslim dalam Shahih Muslim yang menerangkan bahwa setiap manusia – termasuk nabi saw – tidak bisa masuk surga hanya karena amalnya. Manusia bisa dimasukkan ke dalam surga jika mereka mendapatkan rahmat dari Allah SWT (Al-Minhaj Syarh Shahih Muslim [9]: 197).

Nabi Muhammad SAW bersabda:

عن عائشة – رضي الله عنها -: أن رسول الله – صلى الله عليه وسلم – قال: سدِّدوا وقارِبوا وأبشِروا؛ فإنه لا يُدخِل أحدًا الجنةَ عملُه ، قالوا: ولا أنت يا رسول الله؟ قال: ولا أنا، إلا أن يَتغمدَني اللهُ بمغفرة ورحمةوأنَّ أحبَّ الأعمالِ إلى الله أدومُها وإن قلَّ.

Artinya, “Dari Aisyah radhiallahu ‘anha – istri Nabi Muhammad SAW – berkata, sesungguhnya Rasulullah saw pernah bersabda, “Tujulah (kebenaran), mendekatlah dan bergembiralah bahwa sesungguhnya tidak seorang pun dari kalian yang dimasukkan surga karena amalnya.” Mereka (para sahabat) bertanya, “Tidak juga engkau wahai Rasulullah?” Nabi saw menjawab, tidak juga aku, kecuali bila Allah swt melimpahkan rahmat dan karunia padaku. Dan ketahuilah bahwa amal yang paling disukai Allah adalah yang paling rutin meski sedikit.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Secara tekstual, hadis ini mengisyaratkan bahwa syarat utama masuk surga adalah rahmat Allah SWT. Pemahaman ini tidaklah salah atau keliru, hanya saja pada konteks tertentu hal ini dapat disalahpahami oleh orang awam bahwa amal ibadah dan perbuatan baik sama sekali tidak penting. Akibatnya, mereka mungkin akan lalai terhadap ibadah dan usaha berbuat baik.

Oleh karena itu, untuk memahami hadis di atas dengan baik dan terhindar dari kesalahpahaman – mengutip Yusuf Qardhawi dalam kitabnya Kayfa Nata’amal Ma’a al-Sunnah – penulis menegaskan bahwa informasi yang terkandung di dalamnya harus dikonfirmasikan dengan hadis-hadis lain dan ayat-ayat Al-Qur’an. Setelah itu barulah kita dapat memahami bagaimana makna hadis tersebut secara komprehensif.

Jika hadis di atas dinegosiasikan dengan ayat-ayat Al-Qur’an, maka kita akan memahami bahwa pada hakikatnya memasukkan seseorang ke dalam surga adalah hak prerogatif Allah SWT melalui rahmat-Nya. Sedangkan amal ibadah merupakan wasilah untuk menggapai rahmat tersebut. Karena itu, seorang hamba yang ingin mendapatkan rahmat-Nya haruslah taat dan beribadah pada-Nya.

Baca juga: Kisah Imran bin Husein: Sahabat yang Mendapat Salam dari Malaikat

Syekh Ismail Haqqi di dalam Tafsir Ruh al-Bayan menyebutkan bahwa penegasan “seseorang tidak masuk surga karena amalnya, tetapi rahmat Allah SWT”, tidak bertujuan untuk menunjukkan amal tidak penting atau semacamnya, namun ini dilakukan dalam rangka mewanti-wanti seseorang agar tidak terperdaya dengan amal ibadah hingga membuatnya melupakan peran Allah swt, bahwa amal itu dapat dilakukan dan sempurna hanya karena rahmat-Nya. Sebagaimana ditekankan dalam firman Allah swt di atas, yaitu surat Ali Imran ayat 132.

Menurut Quraish Shihab, surat Ali Imran [3] ayat 132 ini merupakan perintah taat kepada Allah dan rasul dalam perkara riba yang telah disebutkan pada ayat sebelumnya. Dengan menaati Allah dan rasul, maka seseorang diharapkan mendapat rahmat dan kasih sayang dari Allah SWT. Pandangan serupa juga disebutkan oleh Muhammad Ali al-Shabuni dalam Shafwat al-Tafasir. Hanya saja ia tidak membatasi konteks ayat ini pada riba semata, tetapi seluruh perintah atau larangan Allah dan rasul.

Al-Sa’adi menyebutkan, perintah menaati Allah dan rasul pada surat Ali Imran [3] ayat 132 maksudnya adalah melaksanakan semua perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya. Dengan begitu, seseorang akan mendapatkan rahmat Allah swt. Karena ketaatan kepada Allah dan rasul adalah penyebab utama datangnya rahmat dari-Nya (Tafsir al-Sa’adi: 147).

Penyebutan iman dan ketaatan sebagai syarat utama mendapatkan rahmat Allah swt juga diterangkan dalam QS. Al-A’raf [7] ayat 156, “….rahmat-Ku meliputi segala sesuatu. Maka akan Aku tetapkan rahmat-Ku bagi orang-orang yang bertakwa, yang menunaikan zakat dan orang-orang yang beriman kepada ayat-ayat Kami….”

Menurut al-Sa’adi, seorang hamba seyogyanya menjaga perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya. Hal ini dapat dilakukan dalam dua tahap, yakni: 1) mengetahui seluk beluk batasan perintah dan larangan secara detail, serta 2) melaksanakan perintah atau menjauhi larangan sebisa mungkin. Dalam usaha tersebut, ia juga harus senantiasa meminta pertolongan Allah SWT agar ia dapat melaksanakannya.

Sedangkan al-Razi menyebutkan surat Ali Imran [3] ayat 132 menunjukkan bahwa untuk mendapatkan rahmat Allah swt maka seseorang harus taat kepada-Nya dan rasul-Nya (nabi Muhammad saw). Dengan demikian – secara mafhum mukhalafah – dapat dipahami bahwa mereka yang bermaksiat dengan penuh kesadaran bukanlah “ahli rahmat” Allah swt (Mafatih al-Gaib).

Baca juga: Abu Nawas dan Harun Ar Rasyid

Terlepas dari ragam makna yang disampaikan para ahli tafsir, surat Ali Imran [3] ayat 132 – bagi penulis – merupakan petunjuk halus dari Allah SWT bahwa sekalipun rahmat-Nya adalah hak prerogatif-Nya, Dia lah yang secara mutlak menentukan kepada siapa rahmat itu diberikan, namun manusia dapat mencoba “merayu”-Nya melalui ibadah dan ketaatan agar mereka mendapatkan rahmat tersebut dari-Nya. (AN)

Wallahu a’lam.