Ada satu hal yang menarik dalam episode Perjanjian Hudaibiyah. Ketika Utsman diutus Rasulullah Saw. untuk bertemu dengan para petinggi Quraisy, tersebarlah kabar bahwa Utsman bin Affan telah terbunuh oleh orang-orang Quraisy. Isu yang kemudian didengar oleh Rasulullah Saw. tersebut akhirnya membuat Rasul Saw. untuk mengajak seluruh pasukan muslim saat itu untuk berbaiat, berbaiat untuk tetap bersatu bersama Rasulullah SAW.
Ibn Hisyam menyebutkan bahwa saat itu kaum muslimin mengira kalau Rasulullah Saw meminta untuk berbaiat agar berperang sampai mati. Namun hal itu dibantah oleh Jabir ibn Abdullah yang menyebutkan hal berbeda. Menurut Jabir, Rasul tidak hendak meminta para muslimin untuk berbaiat kepadanya agar berperang sampai mati, melainkan untuk berbaiat agar tidak lari jika tiba-tiba diserang.
Hal ini dikuatkan oleh pendapat Ibn Jarir al-Ṭabarī dan Ibn Katsīr bahwa baiat tersebut adalah salah satu sumpah setia untuk tidak lari dari kejadian saat itu.
Semua orang yang hadir pada saat itu berbaiat kepada Rasulullah Saw. Baiat tersebut dilaksanakan di bawah pohon dan disebut sebagai baiat ridhwan. Orang yang pertama kali berbaiat, berdasarkan penuturan al-Syaʽbī, adalah Abū Sinan al-Asadī. Peristiwa inilah yang menjadi sebab turunnya Q.S al-Fath ayat 10 dan 18:
إِنَّ الَّذِينَ يُبَايِعُونَكَ إِنَّمَا يُبَايِعُونَ اللَّهَ يَدُ اللَّهِ فَوْقَ أَيْدِيهِمْ ۚ فَمَنْ نَكَثَ فَإِنَّمَا يَنْكُثُ عَلَىٰ نَفْسِهِ ۖ وَمَنْ أَوْفَىٰ بِمَا عَاهَدَ عَلَيْهُ اللَّهَ فَسَيُؤْتِيهِ أَجْرًا عَظِيمًا
Bahwasanya orang-orang yang berjanji setia kepada kamu sesungguhnya mereka berjanji setia kepada Allah. Tangan Allah di atas tangan mereka, maka barangsiapa yang melanggar janjinya niscaya akibat ia melanggar janji itu akan menimpa dirinya sendiri dan barangsiapa menepati janjinya kepada Allah maka Allah akan memberinya pahala yang besar. (Q.S al-Fath: 10)
لَقَدْ رَضِيَ اللَّهُ عَنِ الْمُؤْمِنِينَ إِذْ يُبَايِعُونَكَ تَحْتَ الشَّجَرَةِ فَعَلِمَ مَا فِي قُلُوبِهِمْ فَأَنْزَلَ السَّكِينَةَ عَلَيْهِمْ وَأَثَابَهُمْ فَتْحًا قَرِيبًا
Sesungguhnya Allah telah ridha terhadap orang-orang mukmin ketika mereka berjanji setia kepadamu di bawah pohon, maka Allah mengetahui apa yang ada dalam hati mereka lalu menurunkan ketenangan atas mereka dan memberi balasan kepada mereka dengan kemenangan yang dekat (waktunya). (Q.S al-Fath: 18)
Hal ini disebutkan oleh sejarawan yang juga mufassir, Ibn Jarīr al-Ṭabarī dan juga Ibn Katsīr dalam kedua kitab tafsirnya, Jamī’ al-Bayān dan Tafsīr al-Quran al-Adzīm.
Berdasarkan penuturan Jabir, ternyata tidak semua muslim yang ada pada saat itu ikut berbaiat. Menurutnya ada satu orang yang enggan berbaiat pada saat itu, yaitu kakeknya Ibn Qais, atau saudaranya Bani Salamah. Bahkan saat menceritakan hal ini Jabir mengatakan akan menarik kakek Ibn Qais dari untanya seandainya dia tidak dilindungi banyak orang di sana.
Ibn Katsīr menyebutkan bahwa ada sekitar 1400an orang yang ikut berbaiat kepada Rasulullah Saw. Jumlah ini menurut Ibn Katsīr adalah pendapat yang paling sahih, pasalnya ada pendapat lain yang menyebutkan jumlah yang berbeda. Ada yang menyebutkan jumlahnya sekitar 1300an orang dan ada juga yang menyebutkan sekitar 1500an orang.
Pendapat Ibn Katsir ini didasarkan pada sebuah hadis yang diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim. Dalam hadis al-Bukhari misalnya diceritakan bahwa saat itu Rasulullah Saw meletakkan tangannya pada sebuah wadah air dari sumur di daerah Hudaibiyah. Air tersebut kemudian diminum sekitar 1400 orang di sana. Dalam riwayat lain disebutkan bahwa pada saat itu keluar air dari jari-jari Rasulullah Saw.
Namun ternyata desas-desus terbunuhnya Utsman tersebut adalah tidak benar. Rasulullah Saw sendiri yang datang kepada para kaum muslimin yang hadir saat itu dan memberi tahu mereka bahwa kabar tersebut adalah kabar bohong.
Dari penjelasan di atas, bisa kita simpulkan bahwa kabar bohong memiliki dampak besar dalam sejarah. Dalam kasus Baiah Ridhwan ini misalnya, kabar bohong terbunuhnya Utsman membuat banyak orang menjadi resah, merasa terancam jiwanya dan mengancam persatuan muslim saat itu. Untungnya, dengan perantara wahyu dari Allah SWT dalam surat al-Fath, Rasul berhasil mempersatukan mereka dan menenangkan mereka.
Jika pada zaman Rasulullah SAW dahulu, kabar bohong bisa diklarifikasi langsung oleh Allah SWT melalui wahyunya, untuk zaman sekarang kita sendirilah yang harus mengklarifikasi setiap kabar yang kita terima. Jangan sampai kabar yang kita terima ternyata hanya kabar bohong yang selanjutnya dapat mengakibatkan perpecahan bangsa.
Wallahu a’lam.
Artikel ini diterbitkan kerja sama antara islami.co dengan Direktorat Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik Kemkominfo