Khadijah binti Khuwailid dilahirkan 15 tahun sebelum tahun gajah. Beliau memiliki seorang ayah yang cerdas, kaya, berakhlak mulia, jujur dan merupakan orang Quraisy yang paling terhormat nasabnya. Ibunya yang bernama Fatimah binti Zaidah juga termasuk keluarga yang paling terhormat di Jazirah Arab. Setelah dua kali menikah, banyak lelaki yang mencoba meminang Khadijah dengan menawarkan sejumlah harta sebagai mas kawin namun Khadijah menolak semua pinangan itu.
Khadijah pertama kali bertemu dengan Rasulullah SAW saat Rasulullah SAW ingin menjualkan dagangan milik khadijah. Dari perdagangan tersebut, muncul rasa tertarik pada diri Khadijah terhadap Rasulullah SAW. Beliau pun ingin melamar Rasulullah, namun beliau merasa gundah dan gelisah. Setelah menyampaikan perasaannya pada Nafisah, Nafisah pun segera menemui Rasulullah SAW dan menyampaikan kepada Rasulullah tentang keinginan Khadijah.
Mereka akhirnya pun menikah dengan selisih umur 15 tahun. Dari pernikahan tersebut Rasulullah SAW dengan Khadijah memiliki 6 orang anak yaitu Al-qosim, Abdullah, Zainab, Ruqayyah, Ummu Kultsum, dan Fatimah. Selama menjadi pendamping Rasulullah SAW, rupanya Khadijah memiliki peranan yang sangat penting saat Rasulullah SAW menerima wahyu pertamanya. Lalu apa saja peranan penting tersebut?
Pertama, beliau berperan sebagai istri yang senantiasa menenangkan hati Rasulullah SAW. Saat itu, Rasulullah SAW menerima wahyu pertamanya di gua Hira. Setelah menerima wahyu dan bertemu dengan malaikat Jibril, Beliau SAW pulang ke rumah dalam kondisi ketakutan dan segera menemui Khadijah. Setelah itu Rasulullah SAW pun duduk di samping Khadijah dan bersandar kepadanya.
Setelah itu, Rasulullah SAW menceritakan kepada Khadijah tentang semua yang ia lihat dan ia alami. Sebagai seorang istri, Khadijah berusaha menenangkan rasa ketakutan yang dialami oleh Rasulullah SAW setelah menerima wahyu pertama tersebut. Khadijah akhirnya berhasil menenangkan suaminya yang ketakutan dan merasa gundah sebagaimana Allah berfirman dalam Surat Ar-Ruum ayat 21.
Dalam ayat tersebut Allah berfirman, “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tentram (sakinah) kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.” (QS. Ar-Ruum: 21)
Kedua, Khadijah berperan mencari solusi saat Rasulullah SAW tengah dilanda kebingungan. Setelah Rasulullah SAW menerima wahyu pertama, Khadijah berupaya mencari solusi atas kebingungan yang tengah dialami oleh sang suami. Beliau pun segera menemui seorang alim yang bernama Waraqah bin Naufal. Beliau menceritakan kepada Waraqah tentang apa yang dialami oleh Rasulullah SAW di gua Hira.
Waraqah adalah orangtua yang buta dan masih merupakan kerabat dari Khadijah. Namun Waraqah mempelajari dan begitu paham dengan kitab – kitab samawi. Berdasarkan penuturan Khadijah, Waraqah menjelaskan bahwa yang datang kepada Rasulullah SAW adalah Malaikat Jibril yang menyampaikan wahyu dari Allah.
Sebagaimana Rasulullah SAW berkata kepada Khadijah, “‘Sungguh aku melihat suatu cahaya. Aku mendengar suara. Aku takut kalau aku gila.’ Khadijah menjawab, “Tidak mungkin Allah akan membuatmu demikian wahai putra Abdullah.’ Kemudian Khadijah menemui Waraqah bin Naufal. Ia menceritakan keadaan tersebut padanya. ‘Jika benar, maka itu adalah Namus seperti Namusnya Musa. Sekiranya saat dia diutus dan aku masih hidup, aku akan melindunginya, menolongnya, dan beriman kepadanya.’ kata Waraqah.” (HR. Ahmad)
Demikianlah dua peranan penting Khadijah saat Rasulullah SAW menerima wahyu pertamanya. Yaitu menenangkan Rasulullah SAW yang saat itu dalam kondisi ketakutan dan berperan mencari solusi atas kebingungan yang sedang dialami oleh Rasulullah SAW. Dengan demikian, semoga para muslimah diharapkan dapat meneladani sikap Khadijah dalam berbakti kepada suami.
Wallahu a’lam.