Globalisasi mempunyai dampak di berbagai bidang termasuk bidang informasi, informasi bergerak sangat cepat menembus ruang dan waktu, Indonesia tercatat sebagai negara dengan nomor urut keenam dalam penggunaan internet di seluruh dunia. Perilaku pengguna internet Indonesia (2016) menurut survei APJI (Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia), melihat jenis konten yang diakses adalah 97,4% (129,2 juta) media sosial (medsos), 96,8% (128,4 juta) hiburan, 96,4% (127,9 juta) berita, 93,8% (124,4 juta) pendidikan, 93,1% (123,5 juta) komersial, dan 91,6% (121,5 juta) layanan publik. Pengguna internet di Indonesia menempati urutan ke 6 di dunia setelah Cina, Amerika, India, Brazil, Jepang, dan mayoritas penduduk Indonesia mengakses internet menggunakan Handphone.
Setiap hari di grup-grup WhatsApp (WA) dan medsos lainnya, Handphone kita selalu dibanjiri dengan broadcast message (pesan masal) mulai dari gambar dan informasi yang bersifat ringan (humor) sampai dengan gambar dan informasi berita dan keagamaan yang tidak tahu siapa penulisnya (walaupun tak sedikit juga yang diberi nama pembuat atau penulisnya). Informasi bisa membuat kita mudah dan juga bisa membuat kita susah. Ada orang gara-gara informasi mendapatkan kebaikan misalnya informasi tentang beasiswa dan lain-lain, dan ada orang gara-gara informasi tersebut membuatnya susah dan masuk penjara, lantas bagaimana sikap kita terhadap broadcast message tersebut? Apakah harus membacanya dan membagikan kepada teman-teman kita? Terkadang kita tanpa pikir panjang, jika kita setuju dengan pemikiran tersebut kita langsung men-share di semua grup WA kita dan medsos kita.
Jika broadcast message berupa gambar, maka cara mengeceknya ada 2 cara membuktikannya, Pertama yaitu dengan copy paste link gambar dan yang kedua dengan meng-upload file gambar, caranya adalah sebagai berikut: a) copy gambar link yg anda curigai (caranya klik kanan dan copy image url bila menggunakan google chrome dan copy image location bila menggunakan mozilla firefox); b) buka google images; c) Lihat ada gambar kamera dekat tombol kaca pembesar; d) klik gambar kamera tersebut; e) Paste Masukan URL gambar atau upload gambar yang ingin dicek, tekan enter maka Google akan menampilkan gambar dengan pola yang mirip atau sama persis beserta keterangannya; f) Bandingkanlah Tanggal Uploadnya dan juga isi beritanya lalu klarifikasi ke kantor berita atau pemilik artikel blog untuk mengklarifikasi keaslian gambar, setelah terbukti memang HOAX tolong infokan ke orang yg menyebar berita HOAX tersebut jangan-jangan dia juga tidak tahu kalau berita tersebut hoax.
Jika broadcast message berupa tulisan, ini agak rumit, diperlukan langkah-langkah sebagai berikut: Pertama, cek siapa penulisnya. Informasi, opini, atau apapun yang disebar melalui broadcast message dan medsos pertama yang perlu kita amati adalah siapa penulisnya. Kalau kita mengenal penulisnya, maka selanjutnya adalah menanyakan langsung kepada penulisnya apakah tulisan tersebut benar-benar tulisannya. Tabayyun (konfirmasi) sesuai QS. Al-Hujurot (49):6 yang menyuruh melakukan cek dan ricek apakah tulisan tersebut benar-benar ditulis olehnya. Kalau dalam ilmu sastra Arab (balaghoh), ada istilah sebelum tasdiq harus tasawwur dulu. Maksudnya sebelum kita membenarkan sesuatu (tasdiq), kita diharuskan untuk mendalami dan mempelajari secara mendalam “sesuatu” tersebut (tasawwur) terdahulu. Bagaimana jika kita tidak mengenal penulisnya? Kita bisa mencari informasi di internet siapa penulisnya dan bagaimana track record-nya.
Kedua, cek website apa yang memberitakannya. Jika di dalam hadits ada ilmu tahrij hadis, maka ini juga bisa diterapkan dalam menganalisis berita/wacana, jika website yang memberitakan (rowi) bisa dipertanggungjawabkan kredibilitasnya (alamat dan dewan redaksinya jelas ada nomor kontaknya), dan sudah mendapat kepercayaan dari masyarakat (branded) berarti website aman, lihat juga track record lamannya bahwa tidak pernah mendapat kasus dari Menkominfo dan tidak suka menyebar informasi kebencian (hate speech) dan lain-lain.
Ketiga, cek darimana informasi tersebut didapatkan. Ini berhubungan dengan siapa si pembawa berita (sanad), apakah si pembawa berita bersambung dengan penulisnya? Apakah si pembawa berita terkenal dengan kejujurannya (shiddiq)? Bagaimana kehidupan sehari-harinya? Apakah dia mempunyai kecerdasan yang baik (dhobith tam) dan seterusnya. Kalau memang sudah selesai semua maka aman, suatu hadits bisa dikategorikan dengan shohih, hasan, dhoif, bahkan maudzu’ disebabkan karena sanadnya, maka si pembawa berita menjadi faktor penting.
Keempat, cek kontennya jika informasi tersebut berhubungan dengan ujaran kebencian (hate speech), menyulut permusuhan maka tanpa fikir panjang janganlah men-share karena UU ITE No 11 Tahun 2008 Pasal 27 berlaku bukan hanya si pembuat tetapi juga yang menyebarkan juga bisa dipenjara. Jika konten berisi menyangkut seseorang, maka jika konten tersebut benar maka berarti “ghibah” dan jika konten tersebut salah berarti “fitnah”, padahal kita sudah tahu bersama ajaran agama menganjurkan untuk menjahui hal tersebut di atas.
Jika kita merujuk pada hadits Nabi Muhammad SAW yang berbunyi “man sanna filislami sunnatan hasanatan falahu ajruha waajru man amila biha, waman sanna sunnatan sayyiatan faalaihi wizruha wawizruman amila biha” (HR. Muslim). Maknanya adalah jika kita membuat sesuatu kebaikan, maka kepadanya diberikan pahala baginya dan yang mengamalkannya tanpa mengurangi pahala pembuatnya, dan barang siapa membuat suatu kejelekan, maka kepadanya diberikan balasan kejelekannya dan kejelekan orang yang mengamalkannya, dan ini juga berlaku untuk medsos, jika kita melakukan kebaikan (menulis dan menshare kebaikan) maka akan diberi pahala oleh-Nya, demikian juga sebaliknya jika melakukan kejelekan (menulis dan menshare kejelekan) maka akan diganjar oleh-Nya dan ganjaran orang-orang yang ikut menyebarkannya.
Wallahu a’lam bishowab.
*) Abdulloh Hamid, M.Pd; Dosen Fakultas Sains dan Teknologi UIN Sunan Ampel Surabaya dan Kandidat Doktor Teknologi Pembelajaran Universitas Negeri Malang