“Ajarkanlah sastra pada anak-anakmu. Agar anak yang pengecut sekalipun, akan menjadi pemberani.”
Kutipan diatas datang dari salah satu Khalifah pengganti Nabi Muhammad SAW yang terkenal dengan keadilan dan ketegasan dalam memimpin rakyatnya, tentunya sesuai dengan apa yang digariskan oleh Islam itu sendiri. Dialah sayyidina Umar Bin Khattab.
Dalam tradisi Arab kuno atau yang sering disebut dengan masa pra-Islam, bangsa Arab memiliki tradisi yang kuat dalam hal kesusastraan, hal ini bisa dibuktikan dengan adanya Syouq Ukkaz, salah satu pasar yang menjadi kebanggaan bangsa Arab Jahiliah.
Sejarah menyebutkan bahwa di pasar inilah para penyair Arab kuno berkumpul, beradu syair, membacakan sajak-sajak ghazal (rayuan), puji-pujian terhadap para kepala suku, hingga sajak ratapan untuk para pejuang yang gugur di medan perang.
Selain sebagai pusat kesusastraan bangsa Arab kuno, pasar Ukkaz ini menjadi bukti bahwa peradaban bangsa Arab, khususnya dari segi sastra, sebagai peradaban besar yang tak boleh dipandang sebelah mata.
Dari tradisi inilah muncul nama-nama agung yang tercatat dalam tinta sejarah, para penyair kebanggan bangsa Arab yang syair-syairnya mendapat penghormatan digantung di dinding-dinding Ka’bah. Di antaranya, Imr Al-Qais, Zuhair Bin Abi Sulma, Lubaid, Antara bin Saddad, Amr Bin Kultsum, Al-Harist, Thorfah Bin Al-Abd. Ketujuh orang inilah yang masyhur dengan syair-syairnya yang terkumpul dalam antologi Al-Muallaqot As-Sab’ah.
Letak Pasar Ukkaz
Banyak sekali sumber sejarah yang menyebutkan dimana letak pasar Ukkaz ini. Dalam Mu’jam Al-Buldan karangan Yaqut Al-Hamawi disebutkan bahwa pasar Ukkaz ini berada di sebuah lembah yang terletak antara daerah Nakhlah dan Thaif yang bisa ditempuh selama sehari semalam. Jika dari Mekkah, maka membutuhkan waktu sekitar tiga malam.
Zamakhsary menambahkan, pasar Ukkaz adalah sebuah lembah antara Nakhlah dan Thaif yang berdekatan dengan daerah yang bernama Al-Itq. Setiap tahunnya selalu ramai dengan acara pembacaan sajak dan syair, yang dimulai dari awal bulan Dzul Qa’dah sampai pada hari keduapuluh. Tak hanya kontes bergengsi bagi para penyair, selain itu juga berfungsi sebagai tempat berunding antar kepala suku yang tak jarang berakhir dengan sengketa hingga peperangan.
Untuk menggambarkan uforia para masyarakat jahiliyyah masa itu, Al-Jauhari merekamnya dalam salah syairnya:
اذا بنى القباب على عكاظ # وقام البيع واجتمع الألوف
Tatkala kubah-kubah itu telah didirikan di atas tanah Ukkaz, maka berkumpullah ribuan orang untuk berdagang.
Thorif bin Tamim pun berkata, “Tatkala setiap utusan dari berbagai kabilah telah memenuhi pasar Ukkaz, maka dimulailah acara tahunan dengan penuh semangat.”
Pasar Ukkaz di Masa Kenabian
Dalam catatan sejarah, pasar Ukkaz ini melewati tiga fase masa peradaban. Pertama, masa sebelum datangnya Islam. Fase ini dihitung dari masa berdiri sampai sebelum datangnya masa kenabian, sekitar awal abad ke-6 M tepatnya 542M.
Kedua, masa kenabian datang. Disinilah mulai terjadi akulturasi budaya antara Islam dan lokal. Dalam hal ini, Islam mulai menyeleksi budaya mana yang akan tetap dipertahankan dan budaya mana yang harus direduksi hingga sesuai dengan syariat Islam itu sendiri.
Secara garis besar, Nabi Muhammad sendiri tidak menolak dengan adanya tradisi turun temurun yang terjadi di pasar Ukkaz. Khususnya yang berkaitan dengan syair jahili, para penyair, dan kontes adu deklamasi sajak. Disinilah letak pergeseran corak Sya’ir Jahili, hingga kemudian nanti dikenal dengan istilah Sya’ir Islami melalui syiar Islam yang kian menyebar ke seluruh jazirah Arab.
Beberapa riwayat yang merekam jejak persentuhan Nabi Muhammad dengan pasar Ukkaz beserta hiruk-pikuk kesusastraannya.
Hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas RA berbunyi, “Nabi Muhammad pergi kepada suatu kaum dari sahabatnya, lalu mereka bersama melanjutkan perjalanan ke pasar Ukkaz.” Ada lagi hadist yang diriwayatkan oleh Abi Az-Zubair dari sahabat Jabir, “Nabi menetap selama 20 hari, lalu beliau mengikuti orang-orang ke rumah mereka pada saat acara tahunan yang diselenggarakan di pasar Majnah, pasar Ukkaz guna menyampaikan risalah Tuhannya.” Untuk lebih jelasnya bisa dicek di kitab Fathul Bari Syarah Shohih Al Bukhori.
Dikutip dalam Sejarah Islam Abad Pertama karya Mohd. Mochtar Syafie disebutkan, bahwa suku Quraisy selaku kekuatan besar yang dihormati memberikan perlindungan dan keamanan terhadap kabilah-kabilah Arab yang lain, terutama yang sedang menjalankan ibadah haji dan mereka yang melakukan perdagangan di pasar Ukkaz. Di antara kabilah tersebut adalah Hawazin, Ghatafan, ‘Adiy dan Qaraish.
Runtuhnya Pasar Ukkaz
Setelah masa kenabian usai, pasar Ukkaz masih memegang peran penting dalam nadi masyarakat Islam. Banyak dari penyair jahiliyyah yang berbondong-bondong masuk dalam agama Islam. Maka terlihat lah sudah dengan berbagai syair madh (pujian terhadap Nabi Muhammad), juga sajak-sajak yang mengagungkan Islam sebagai agama yang haq, mengalun indah dari mulut ke mulut dan terkadang diiringi tabuhan rebana.
Maka tak heran, nama-nama besar seperti Hassan Bin Tsabit, yang terkenal dengan kasidah Banat Su’ad yang mendapat penghormatan dari Nabi Muhammad dengan memberikan selendangnya yang mulia kepada Hassan. Begitu juga kisah Lubaid Bin Abi Rabi’ah yang mengharukan. Dan masih banyak lagi.
Kejayaan serta kebesaran nama pasar Ukkaz ini menjadi sebuah kebanggan bagi seluruh masyarakat Arab. Hingga tiba pada saat-saat runtuhnya peradaban Ukkaz yang menjadi ikon kemanusiaan bangsa Arab itu sendiri. Tepatnya pada masa dinasti Abbasiyah.
Lisa Urkevich, professor bidang Musikologi dari American University of Kuwait, merekam dalam bukunya yang berjudul Music and Traditions of The Arabian Peninsula, bahwa pasar Ukkaz ini mampu bertahan hingga abad ke-8 M. Hal ini disebabkan oleh kemerosotan yang terjadi pada masa pasca kegemilangan Islam. Juga berubahnya jalur perdagangan dan peran kesukuan untuk melestarikan khazanah peradaban Ukkaz ini.
Secara gamblang Wahbi Hariri, penulis buku The Heritage of The Kingdom of Saudi Arabia, menyebut dalang atas hancurnya pasar Ukkaz. Ia menuliskan, bahwa pasar Ukkaz menemui keruntuhannya pada tahun 746 M. Ketika pasukan Khawarij datang menggempur, menjarah, merusak, membakar habis setiap jengkal dari Souq Ukkaz. Hal itu takkan pernah menggembalikan status historis juga keluhuran peradaban agung tersebut.
Apa yang disampaikan oleh Wahbi ini sesuai dengan apa yang telah disebutkan sebelumnya oleh Al-Fakihi yang dinukil oleh Imam Ibnu Hajar dalam kitabnya Fath Al-Bari. Al-Faqihi mewartakan, “Pasar Ukkaz masih gagah berdiri hingga kaum Khawarij datang menyerbu pada tahun 129 H. Dan ia termasuk pasar kuno pertama yang hancur pada masa Islam berkuasa. Dan pasar terakhir yang tersisa adalah pasar Hubasyah, yang berakhir sirna pada tahun 197 H.”
Dengan runtuhnya pasar Ukkaz, sirnalah perlahan-lahan ingatan tentang kebesaran dan keluhuran sejarah dan hal-hal yang meliputinya dari ingatan generasi selanjutnya.
Sejarah begitu sulit dibangun, begitu mudah dihancurkan dengan melupakannya.
Tabik.