Mungkin lelaki itu tampak kelelahan dari satu pekerjaan atau dia dalam satu perjalanan panjang, sehingga ia memerlukan tidur meski beberapa saat di dalam masjid. Selain pakaian yang ia kenakan, ia juga membawa sebuah kantong berisikan uang seribu dinar turut di sampingnya. Jika dikurskan dengan rupiah sekarang ini, seribu dinar setara dengan sekitar 2 triliyun rupiah. Uang yang tidak sedikit.
Sebagaimana biasa, orang solih bernama Ja’far as-Shadiq khusyu’ menjalankan shalat di masjid. Namun, apa lacur. Orang yang berada di dalam masjid yang semula tidur di dekatnya tiba-tiba bangun. Ia kehilangan uang yang berada di sampingnya, sedangkan ia melihat hanya ada seorang lelaki yang tidak ia kenal sedang menjalankan shalat di sampingnya.
“Patut diduga, siapa lagi yang mengambil hartaku jika bukan lelaki yang pura-pura khusyu’ menjalankan shalat ini.” dugaan pria ini sembari menatap ke arah Ja’far as-Shadiq
Ja’far bertanya “Sedang apa Anda ini?”
“Kantong uangku hilang dan tidak seorangpun yang berada di sampingku kecuali Anda” ungkap pria dengan mata setengah layu yang baru bangun dari tidurnya.
“Berapa uang yang ada di kantongmu tadi itu?”
“Seribu dinar” tegas si pemilik uang.
Kaki kiri Ja’far As Shadiq pun keluar mendahului kaki kanannya keluar dari masjid. Ia kemudian memakai terompah dengan kaki kanan terlebih dahulu, bergegas pulang. Ja’far mengambil uang persis sejumlah laporan yang ia terima dari pria tersebut dengan tanpa ada raut muka masam di wajahnya.
Uang seribu dinar dari Ja’far pun lalu berpindah tangan begitu saja. Pria penuduh ini merasa puas, ia mengira masalah sudah selesai.
Tapi ada kejadian lain hal yang baru lagi. Setelah pemilik uang bertemu dengan kawan-kawannya. Ia mendapat laporan dari teman-temannya “Eh, kantongmu telah kita bawa. Kita habis mengerjai kamu tadi”
Bagai disambar petir di siang bolong. Pria yang telah menuduh orang shalat di sampingnya dengan tanpa bukti ini merasa begitu bersalah. Ia dengan semena-mena menuduh orang yang benar-benar shalat dengan khusyu’ di sampingnya.
Pria inipun bergegas ingin mengembalikan uang yang telah ia minta sebelumnya. Ia mencari informasi siapa gerangan manusia baik yang telah sudi mengorbankan perasaan dan hartanya demi menjaga perasaan saudara yang belum pernah dikenal sebelumnya.
“Siapa sih orang ini?” tanya pria ini kesana kemari.
Hingga kemudian ia mendapat jawaban mengejutkan tentang siap orang baik itu “Dia adalah putra dari paman Rasulullah Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam.”
Setelah bertemu orang dermawan yang tak lain adalah Imam Ja’far Ash Shadiq ini, ia bermaksud mengembalikan uang yang ia terima, namun Imam Ja’far tak berkenan kembali menerimanya. Imam Ja’far berkata “Kita, jika telah mengeluarkan sesuatu dari apa yang kita miliki, kita tidak akan menerima benda itu kembali kepada kita.”
Begitulah akhlak salaf. Mereka selalu mengedepankan sikap perilaku baik. Bagi mereka, menyakiti sesama muslim adalah dosa besar. Sebesar apapun risiko yang mereka hadapi, selama mereka mampu menjalankan, mereka akan teguh menjaga perasaan sesama, dan dermawan kepada siapa saja termasuk kepada orang yang jelas-jelas menuduh mereka sebagai pencuri.
(Disarikan dari kitab al-Nawadir karya Syihabuddin al-Qalyubi)