Sicilia, Jembatan Transmisi Keilmuan Islam ke Eropa (Bag. 1)

Sicilia, Jembatan Transmisi Keilmuan Islam ke Eropa (Bag. 1)

Sicilia, Jembatan Transmisi Keilmuan Islam ke Eropa (Bag. 1)

Selain kota Andalusia, sebagai kota yang memiliki pengaruh besar terhadap peradaban dan kemajuan Eropa, ada juga sebuah pulau yang ada di laut tengah, sebelah selatan semenanjung Italia ini, yang memiliki peran dalam menjembatani transmisi keilmuan Islam ke Eropa.

Sicilia atau Sisilia (Siqiliyah), sebuah pulau dengan bentuk segitiga, berada di sebelah selatan semenanjung Italia, dipisahkan oleh selat Messina, berdampingan dengan teluk Palermo di sebelah utara, dan berdampingan dengan teluk Catania di sebelah timur, Serta di sebelah barat dan selatannya adalah laut Mediterranian. Di sebelah timur berbatasan dengan laut Lonian dan di sebelah utaranya berbatasan dengan laut Tyrhenian.

Pulau ini pada dasarnya dibagi menjadi tiga bagian; pertama Val di Mazara di sebelah barat, kedua Val di Noto di sebelah tenggara, dan ketiga Val Demone di bagian timur laut. Dan agama islam banyak berkembang di Val di Mazara.

Sebelum di kuasai oleh Islam, pulau Sicilia dalam beberapa abad berpindah-pindah penguasa. Mulai dari Yunani, Cartage, Romawi, Vandals, Byzantium, dan kemudian Islam. Usaha untuk menjadikan Sicilia, sebagai bagian dari wilayah kekuasaan umat Islam. Pada dasarnya sudah dimulai pada masa-masa awal Islam, di bawah kepemimpinan Khalifah Umar bin Khattab, dengan mengirim gubernur Muawiyah bin Abi Sufyan untuk menaklukan Sicilia pada tahun 652 M.

Pada waktu Muawiyah menjadi khalifah pertama Dinasti Umayyah, dia juga mencoba untuk menyerang Sicilia pada tahun 667 M. Dan usaha yang serupa, juga dilakukan oleh para pemimpin setelahnya untuk menguasai Sicilia agar menjadi wilayah kekuasaan Islam. Dan kemudian, pulau ini bisa di taklukkan pada masa Dinasti Aglabiyyah.

Dinasti Aghlabid atau Aghlabiyah adalah sebuah kekuasaan kelompok muslim Arab yang menguasai  daerah-daerah di Afrika Utara seperti Aljazair, Tunisia, Tripoli (Libya). Keberhasilan pasukan Islam dalam upaya menguasai Sicilia, selain usaha untuk menaklukan yang dilakukan secara terus-menerus. Juga karena penguasa pada saat itu sedang dilanda konflik politik di internal para penguasa Byzantium.

Adanya konflik yang terjadi antara panglima angkatan laut Byzantium, Euphemius yang berada di Sicilia dengan Raja Byzantium Michael II. Menjadikan pasukan Islam di bawah kekuasaan Dinasti Aghlabiyah berhasil untuk menaklukan Sicilia, dan menjadikannya sebagai wilayah kekuasaan umat Islam pada waktu itu, dengan Palermo sebagai Ibu Kotanya.

Penyerangan terhadapa Sicilia, dibawah pimpinan Ziyadatullah I (salah satu khalifah Dinasti Aghlabiyah) pada tahun 827 M.  Mampu menaklukan wilayah-wilayah penting di Sicilia. Di mana pada tahun 831 M berhasil menaklukan Palermo, kemudian di ikuti dengan kota Messina 845 M.

Kemudian disusul Castrogiovani 859 M, Syracus 878 M. Dan pada tahun 902 M, Dinasti Aghlabiyah berhasil menguasai keseluruhan Sicilia dengan meruntuhkan benteng Taormina.

Pasca dikuasai Islam, Sicilia tidak lepas dari konflik internal para penguasa muslim waktu itu, di mana Dinasti Fatimiyah ingin merebut Sicilia dari Dinasti Aghlabiyah. Sehingga perebutan kekuasaan ini mengakibatkan konflik di Sicilia, yang multi kultur dan multi etnis.

Hampir 31 tahun, persoalan-persoalan muslim Sicilia tidak dapat terselesaikan dengan baik. Kemudian, setelah itu, datanglah seorang tokoh dari Arab Selatan, yang berusaha mengendalikan dan menstabilkan keadaan Sicilia.

Dia adalah al-Hasan ibn Ali ibn Abi al-Husein al-Kalbi. Di bawah kekuasaannya, Sicilia menemukan sebuah bentuk negara. Pada masa ini, atau masa pemerintahan Dinasti Kalbiyah, kebudayaan islam mendapatkan kesempatan untuk berkembang lebih luas.

Pada periode ini, Sicilia mencapai puncak peradaban yang tinggi dengan dibangunnya berbagai istana yang bisa dinikmati bersama antara para penguasa dan Masyarakat Sicilia.

Istana, selain digunakan sebagai tempat perkumpulan para penguasa dan masyarakat Sicilia, juga dijadikan pusat administrasi. Adapula masjid, yang menjadi pusat beribadah dan pusat pengkajian keilmuan Islam. Bahkan jumlah masjid di Sicilia, khususnya di Palermo pada masa Dinasti Kalbiyah mencapai 300 Masjid. Dengan dilengkapi para guru-guru yang ada, masjid dijadikan sebagai pusat pembelajaran agama Islam untuk masyarakat Sicilia.

Pada pemerintahan Dinasti Kalbiyah, tidak hanya berhenti terhadap pembangunan masjid-masjid saja. Tetapi juga dukungan dan pembangunan terhadap pelbagai perpustakaan, agar masyarakat dengan mudah bisa mengakses berbagai displin dan bidang keilmuan.

Pada masa Dinasti Kalbiyah, sektor pendidikan adalah prioritas utama untuk dikembangkan, karena kecerdasan dan kepandaian seseorang merupakaan sebuah prestasi tersendiri bagi masyarakat Sicilia saat itu.

Masjid yang juga difungsikan sebagai pusat pembelajaran agama Islam, mempermudah masyarakat Sicilia untuk mengembangkan aktivitas intelektualnya. Di masjid lah, masyarakat Sicilia belajar berbagai keilmuan seperti fikih, hadis, dan qira’at. Bahkan aktivitas intelektual masyarakat Sicilia, mampu menarik seorang ahli bahasa dan ahli ilmu riwayat hadis untuk meninggalkan tempat tinggalnya dan pindah ke Sicilia. Dia adalah Ali bin Hamza al-Bashri, yang kemudian mencurahkan seluruh hidupnya untuk mengajar bahasa Arab di Sicilia.