Sebagaimana diketahui bahwa bersuci adalah pintu masuk Ibadah. Ibadah seperti shalat tidak akan sah sebelum bersuci terlebih dahulu. Bersuci yang dimaksud ada dua, suci dari hadas besar dan suci dari hadas kecil. Dalam kitab fikih pada umumnya dijelaskan alat utama yang digunakan dalam bersuci adalah air, baik untuk menghilangkan hadas kecil ataupun hadas besar.
Pada kondisi tertentu, dibolehkan menggunakan debu sebagai ganti bagi orang yang tidak bisa menemukan air. Khususnya bagi orang yang sudah berusaha mencari air, tetapi belum menemukannya sementara waktu shalat sudah hamper habis.
Dibolehkan juga tayamum bagi orang yang menemukan air, tetapi tidak mungkin menggunakan air karena berbahaya bagi tubuhnya yang sedang sakit, atau sakitnya bertambah parah bila menggunakan air.
Kebolehan tayamum ini berdasarkan firman Allah surat al-Maidah ayat 6. Allah SWT berfirman:
وَإِنْ كُنْتُمْ مَرْضَى أَوْ عَلَى سَفَرٍ أَوْ جَاءَ أَحَدٌ مِنْكُمْ مِنَ الْغَائِطِ أَوْ لَامَسْتُمُ النِّسَاءَ فَلَمْ تَجِدُوا مَاءً فَتَيَمَّمُوا صَعِيدًا طَيِّبًا فَامْسَحُوا بِوُجُوهِكُمْ وَأَيْدِيكُمْ مِنْهُ
“Dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air atau berhubungan badan dengan perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air, maka bertayammumlah dengan permukaan bumi yang baik (bersih); sapulah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu”. (Qs. Al Maidah: 6).
Kemudian dalam hadis riwayat Hudzaifah bin Yaman disebutkan bahwa Rasulullah SAW berkata:
الصَّعِيدُ الطَيِّبُ وضُوءُ المُسلِمِ وَإِن لَم يَجِد المَاءَ عَشرَ سِنِين
“Tanah yang suci adalah wudhunya muslim, meskipun tidak menjumpai air sepuluh tahun”.( HR: Abu Daud)