Series Ms. Marvel: Mendobrak Stereotipe Muslim di Barat

Series Ms. Marvel: Mendobrak Stereotipe Muslim di Barat

Series Ms. Marvel: Mendobrak Stereotipe Muslim di Barat
Vik Kainth via Twitter resmi MS Marvel

Tahun 2022 merupakan tahun yang penuh dobrakan bagi Marvel Studios. Setelah sukses dengan series Moon Knight (2022), Marvel Studios kembali memperkenalkan pahlawan super terbaru, Ms. Marvel. Superhero terbaru Marvel Cinematic Universe ini disebut-sebut bakalan menjadi kandidat anggota Young Avangers di Universe. Debut pertama kali series Ms. Marvel terjadi pada 8 Juni 2022

Dilansir dari official trailer di akun YouTube resmi Marvel Studio, series Ms. Marvel merupakan series solo yang  menceritakan  karakter Kamala Khan (Iman Vellani), seorang remaja Muslim Pakitan-Amerika yang tinggal di Jersey City dan seorang pelajar SMA. Kamala Khan diceritakan ngefans berat dengan para superhero Avangers terutama Captain Marvel. Ia sangat suka berimajinasi bila ia adalah salah satu superhero tersebut.

Kamala, juga memiliki isu, di mana ia selalu terjebak dalam imajinasinya di kehidupan sehari-hari. Hal ini menyebabkan banyak orang kurang menyukainya, karena Kamala dianggap sebagai seorang yang terlalu suka ngehalu dan ngayal.

Hingga pada suatu hari, ia benar-benar menjadi superhero, setelah mendapatkan kekuatan energi kosmik dari gelang ajaib misterius.

Kekuatannya dapat membentuk apapun, seperti membuat tangannya membesar, memanjangkan tubuhnya, hingga membentuk kristal yang bisa dia gunakan untuk tameng, pijakan di udara, bahkan menembakan kristalnya keluar dari tubuhnya. Dengan cosmic power, gelang itu akan menciptakan sesuatu apapun sebanyak dan sejauh imajinasi yang ada di pikiran Kamala.

Sama seperti film-film Marvel sebelumnya, Ms. Marvel juga diadaptasi dari komik-komik terdahulunya. Kamala Khan merupakan seorang wanita Muslim Pakistan-Amerika berusia 16 tahun. Ia digambarkan muncul sebagai pahlawan super Muslim wanita solo pertama yang memimpin serialnya sendiri. Khamala Khan sendiri muncul pertama kali pada komik Captain Marvel #14 yang terbit pada bulan Agustus 2013 sebelum melakukan debut solo komiknya pada Februari 2014.

Dalam debutnya di komik, Ms. Marvel sontak dilihat publik dalam konteks yang bermacam-macam; misalnya, dalam aspek stereotip tentang Islam, hubungannya dengan terorisme, dan asumsi bahwa Islam memperlakukan wanita sebagai makhluk lemah, dan inferior daripada pria. Munculnya Ms. Marvel sebagai tokoh utama dalam serialnya sendiri di industri komik maupun film superhero telah menandai babak baru dalam sejarah pahlawan super Amerika.

Kemunculannya mematahkan stereotip yang telah lama dikaitkan dengan pahlawan super dan Muslim Amerika, pahlawan super yang sarat dengan tradisi Amerika, dan Muslim sebagai pihak eksternal yang bukan bagian dari budaya Amerika. Karakter tersebut menghadirkan wajah baru Muslim Amerika yang selama ini sering dipersepsikan negatif yang dibayangi mispersepsi, prasangka, dan ketidaktahuan.

Tak pelak, dalam debut komik perdananya, Ms.Marvel berhasil memenangkan penghargaan Hugo Award untuk Best Graphic Story tahun 2015 dan mendapatkan pujian dari Presiden Barack Obama tahun 2016 karena gambaran positif tentang Islam di Amerika.

Semenjak tragedi 9/11, hubungan antara Islam sebagai ideologi dan film Hollywood sebagai industri yang berada di Amerika Serikat jauh dari kata harmonis. Meski bukan persoalan prinsipil karena tidak mungkin menggeneralisasi, situasi ini tetap menjadi aspek yang menarik, bahkan menantang.

Buku Heru Susetyo berjudul “The Journal of Muslim Traveler”, misalnya, menyitir lima film Hollywood yang membingkai Islam sebagai sebuah ideologi yang sadis, bodoh, dan radikal. Kelima film itu adalah True Lies, Navy Seals, Invasion to USA, Black Hawk Down, dan The Sum of All Fears. Film Ms. Marvel bisa dilihat sebagai anomali yang melahirkan pemahaman baru tentang Islam yang terdistorsi. Selain itu, Film ini juga muncul di tengah banyak ekspektasi, terutama dari kalangan Muslim sendiri.

Kalangan Muslim tradisional mungkin mengharapkan Ms. Marvel menjadi sosok yang sederhana dan lebih religius, di sisi lain Muslim sekuler mungkin akan mengharapkan penggambaran yang berbeda. Film ini juga hadir di tengah perbedatan klasik yang mempertanyakan kecocokan nilai-nilai Islam dengan Barat.

Film merupakan salah satu produk budaya populer yang mudah menarik penggemar. Di satu sisi, audiens cenderung mempersepsikan film hanya sebagai produk rekreasional atau sekadar sebagai hiburan di kala senggang. Padahal, film merupakan instrumen efektif untuk menyampaikan sebuah idiologi atau pesan. Terutama film-film Hollywood yang memiliki basis penonton yang sangat besar.

Visualisasi dalam film Hollywood dapat memungkinkan penonton untuk menghasilkan pemikiran, pandangan, dan pendapat tentang berbagai masalah sosial, politik, atau ideologis berdasarkan apa yang mereka lihat dalam film dan bagaimana konten itu dipersepsikan.

Oleh karena itu, menarik melihat bagaimana series Ms. Marvel melahirkan wacana-wacana baru tentang Islam, terutama Muslim perempuan, di tanah Amerika. Melihat watak budaya pop yang mudah mengintervensi bahkan mentransformasi aspek sosial politik masyarakat, saya percaya film yang berdiri di atas proyek miliaran dolar ini akan mendobrak perspektif Amerika terhadap Islam dan memperbaiki distorsi-distorsi pemahaman yang sudah melekat pada native American terhadap umat Muslim. (AN)