Beberapa tahun lalu ada pendakwah yang berceramah tentang status orang tua Nabi SAW di akhirat. Dalam ceramah itu dia mengatakan kedua orang tua Nabi masuk neraka. Pernyataan ini tentu menimbulkan kontroversi dan dianggap tidak beradab. Argumentasi yang digunakan pendakwah merujuk pada hadis riwayat Imam Muslim:
عن أنس أن رجلا قال : يا رسول الله أين أبي قال : في النار، فلما قفى دعاه، فقال إن أبي وأباك في النار
Artinya:
“Sayyidina Anas menceritakan bahwa ada seorang laki-laki bertanya kepada Rasulullah. ‘Wahai Rasulullah di mana ayahku’ Tanya laki-laki itu. Rasulullah menjawab, ‘Di neraka’. Laki-laki itu langsung balik arah, dan Rasulullah SAW memanggilnya sembari berkata, ‘Sesungguhnya ayahku dan ayahmu di neraka'”. (HR: Muslim)
Dilihat dari kualitas sanadnya, hadis di atas shahih, apalagi diriwayatkan Imam Muslim. Seluruh rawinya kredibel dan silsilah sanadnya bersambung sampai ke Rasulullah SAW. Tapi hadis shahih mesti dipahami secara benar juga agar tidak menimbulkan kesalahpahaman.
Dalam kajian hadis, ada tiga tahapan yang harus ditempuh untuk memahami hadis: pertama, memahami istilah-istilah hadis, dikenal dengan istilah ilmu musthalah hadis; kedua, ilmu takhrij hadis, ilmu untuk menentukan hadis ditemukan dalam kitab apa; ketiga, ilmu pemahaman hadis, atau disebut juga thuruq fahmil hadis.
Pendakwah yang mengatakan orang tua Nabi di neraka tidak melakukan tiga tahapan di atas. Dia hanya menggunakan tahapan pertama saja. Tapi tidak menelurusi hadis-hadis lain semakna dan tidak mengkomparasikannya dengan al-Qur’an agar mendapat pemahaman yang benar. Kalau orang tua Nabi dikatakan di neraka, maka akan bertentangan dengan al-Qur’an.
Surat al-Isra’ ayat 51 misalnya mengatakan sekelompok masyarakat yang hidup sebelum diturunkan Rasul tidak dibebankan taklif syariat. Artinya, mereka tidak bisa dikatakan sebagai penduduk neraka. Para ulama menyebut mereka sebagai ahlul fatrah, yaitu masa kekosongan dan Allah belum mengutus Rasul yang membawa syariat baru. Karenanya, mayoritas ulama menyimpulkan orang tua Rasulullah masuk dalam kategori ahlul fatrah dan keduanya tidak benar dikatakan masuk neraka.
Sebab itu, mengingat pentingnya ilmu ini, el-Bukhari Institute sejak tahun 2016 membuka Program Sekolah Hadis dalam tiga jenjang.
Pertama, Musthalah Hadis. Di sini peserta akan mendapatkan pemahaman terkait istilah-istilah dalam Ilmu Hadis seperti Mursal, Maudhu’, Maqthu’, Jarh dan seterusnya.
Kedua, Takhrij dan Analisis Sanad. Di sini peserta akan diajak untuk menelusuri sumber utama hadis dan bagaimana menentukan kualitas sebuah hadis.
Ketiga, Thuruq fahm al-Hadits (Metode Pemahaman Hadis). Di sini peserta akan mendiskusikan bagaimana metode-metode yang benar dalam memahami hadis.
Kali ini, el-Bukhari Institute kembali membuka sekolah hadis online dengan tiga level, yaitu kelas musthalah hadis, kelas ilmu takhrij hadis, dan kelas metode memahami hadis Nabi SAW.
*Bagi yang ingin mengikuti program ini silahkan klik link ini