Puasa merupakan salah satu rukun Islam yang harus dilaksanakan umat Islam. Adapun puasa Ramadhan wajib dilaksanakan oleh muslim yang telah memenuhi syarat wajib berpuasa.
Berdasarkan dalil dari al-Qur’an, sunnah dan ijma’, seluruh umat muslim bersepakat bahwa hukum puasa Ramadhan adalah wajib dan yang mengingkarinya termasuk kafir (lihat al-Fiqh ‘ala Madzahib al-Arba’ah, Abdurrahman al-Jaziri, Daarul Hadits, hal 420).
Namun sayangnya terkadang ada orang yang sengaja meninggalkan kewajiban ini karena lalai (bukan karena mengingkarinya). Lalu bagaimana hukumnya?
Meninggalkan puasa Ramadhan tanpa ada udzur syar’i adalah haram. Orang yang meninggalkannya berarti telah melakukan dosa besar dan ia termasuk orang fasik. Ia harus bertaubat kepada Allah atas dosanya, juga wajib mengqadha puasanya yang batal. Syekh Shalih al-Utsaimin dalam Majmu’ Fatawa wa Rasail al-‘Utsaimin mengatakan:
Berbuka di siang Ramadhan tanpa udzur termasuk dosa besar, dan pelakunya merupakan orang fasik. Ia wajib bertaubat kepada Allah dan mengqadha hari saat ia berbuka. Meskipun (di pagi hari) ia berpuasa, kemudian di pertengahan hari ia berbuka tanpa udzur, maka ia berdosa dan wajib mengqadha (puasa) yang ia berbuka (batal).
Maka, bagi orang yang meninggalkan puasa Ramadhan tanpa udzur syar’i hendaklah melakukan hal-hal berikut:
Bertaubat Kepada Allah Swt
Meninggalkan puasa Ramadhan adalah dosa besar. Pelakunya harus bertaubat kepada Allah Swt, karena dosa besar hanya dapat diampuni dengan taubat yang tulus. Namun sesungguhnya Allah Swt Maha Pengampun, Rasulullah Saw bersabda:
حَدَّثَنَا أَنَسُ بْنُ مَالِكٍ، قَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللهُ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: ” قَالَ اللهُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى: يَا ابْنَ آدَمَ إِنَّكَ مَا دَعَوْتَنِي وَرَجَوْتَنِي غَفَرْتُ لَكَ عَلَى مَا كَانَ فِيكَ وَلَا أُبَالِي، يَا ابْنَ آدَمَ لَوْ بَلَغَتْ ذُنُوبُكَ عَنَانَ السَّمَاءِ ثُمَّ اسْتَغْفَرْتَنِي غَفَرْتُ لَكَ، وَلَا أُبَالِي، يَا ابْنَ آدَمَ إِنَّكَ لَوْ أَتَيْتَنِي بِقُرَابِ الأَرْضِ خَطَايَا ثُمَّ لَقِيتَنِي لَا تُشْرِكُ بِي شَيْئًا لَأَتَيْتُكَ بِقُرَابِهَا مَغْفِرَةً
Anas bin Malik berkata: Aku mendengar Rasulullah Saw bersabda “Allah Saw berfirman (dalam hadis qudsi) “Wahai anak Adam, sesungguhnya jika engkau menyeru dan mengharap pada-Ku, maka pasti Aku ampuni dosa-dosamu tanpa Aku pedulikan. Wahai anak Adam, seandainya dosamu membumbung tinggi hingga ke langit, tentu akan Aku ampuni, tanpa Aku pedulikan. Wahai anak Adam, seandainya engkau mendatangi-Ku degan dosa sepenuh bumi dalam keadaan tidak berbuat syirik sedikit pun pada Ku, tentu Aku akan mendatangi-Mu dengan ampunan sepenuh bumi pula (HR Tirmidzi)
Wujud taubat yang tulus harus disertai dengan rasa menyesal atas perbuatan yang telah dilakukan. Tidak hanya itu, pelakunya juga harus bertekad untuk tidak mengulanginya kembali.
Mengqadha Puasa yang Ditinggalkan
Meskipun meninggalkan puasa Ramadhan dengan sengaja, ia tetap harus mengqadha puasanya. Karena puasa yang ditinggalkan adalah hutang, sedangkan hutang kepada Allah Swt lebih berhak untuk ditunaikan. Sebagaimana sabda Rasulullah Saw
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا، قَالَ: جَاءَ رَجُلٌ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللهِ إِنَّ أُمِّي مَاتَتْ وَعَلَيْهَا صَوْمُ شَهْرٍ، أَفَأَقْضِيهِ عَنْهَا؟ قَالَ: ” نَعَمْ، قَالَ: فَدَيْنُ اللهِ أَحَقُّ أَنْ يُقْضَى
Dari Ibnu Abbas Ra berkata : Seorang laki-laki datang kepada Nabi Saw, ia berkata “Ya Rasulullah sesungguhnya ibuku wafat dan ia (berhutang) puasa satu bulan, apakah aku harus mengqadhanya untuknya? Beliau Saw bersabda “Ya, hutang kepada Allah lebih berhak untuk ditunaikan” (HR Bukhari Muslim)
Imam Syafi’i mengatakan, orang yang meninggalkan puasa Ramadhan dengan sengaja tanpa udzur syar’i hendaknya mengqadha puasanya dengan segera. Qadha puasa tersebut dilaksanakan di bulan lain yang bukan waktu haram berpuasa.
من وجب عليه القضاء رمضان لفطره عمدا أو لسبب من الأسباب السابقة فإنه يقضى بدل لأيام التى أفطرها في زمن يباح الصوم فيه تطوعا
Barangsiapa yang diwajibkan mengqadha puasa Ramadhan karena berbuka dengan sengaja atau karena suatu sebab maka ia harus mengqadha sebagai pengganti hari-hari ia berbuka. (Dan qadha tersebut dilaksakan) pada waktu diperbolehkannya puasa (al-Fiqh ‘ala Madzahib al-Arba’ah, Abdurrahman al-Jaziri, Daarul Hadits, hal 446).
Memperbanyak Amalan Sunnah
Jangan sepelekan amalan sunnah, karena sesungguhnya amalan sunnah dapat menjadi penyempurna amalan wajib. Rasulullah Saw bersabda:
ِإنَّ أَوَّلَ مَا يُحَاسَبُ بِهِ العَبْدُ يَوْمَ القِيَامَةِ مِنْ عَمَلِهِ صَلاَتُهُ، فَإِنْ صَلُحَتْ فَقَدْ أَفْلَحَ وَأَنْجَحَ، وَإِنْ فَسَدَتْ فَقَدْ خَابَ وَخَسِرَ، فَإِنْ انْتَقَصَ مِنْ فَرِيضَتِهِ شَيْءٌ، قَالَ الرَّبُّ عَزَّ وَجَلَّ: انْظُرُوا هَلْ لِعَبْدِي مِنْ تَطَوُّعٍ فَيُكَمَّلَ بِهَا مَا انْتَقَصَ مِنَ الفَرِيضَةِ، ثُمَّ يَكُونُ سَائِرُ عَمَلِهِ عَلَى ذَلِكَ
Sesungguhnya amalan yang pertama kali dihisab pada manusia di hari kiamat nanti adalah shalatnya. Apabila shalatnya baik, maka dia akan beruntung dan selamat. Apabila (shalatnya) rusak, maka ia akan menyesal dan merugi. Jika ada yang kurang dari shalat wajibnya, Allah Azza wa jalla berkata “Lihatlah apakah pada hamba tersebut memiliki amalan shalat sunnah? Maka shalat sunnah tersebut akan menyempurnakan shalat wajibnya yang kurang. Begitu juga amalan lainnya seperti itu. (HR. Tirmidzi)
Selain bertaubat dan mengqadha puasa yang batal, orang yang tidak berpuasa tanpa udzur syar’i hendaknya memperbanyak amalan sunnah, seperti shalat sunnah, puasa sunnah, sedekah dll, agar kelak amalan sunnah itu mampu menjadi penyempurna puasa Ramadhan yang dilewatkannya.