Nabi Muhammad menjamin semua umatnya masuk surga:
كُلُّ أُمَّتِي يَدْخُلُوْنَ الْجَنَّةَ
“Semua umat masuk surga”
Tapi, ternyata tidak semua umat Nabi, mau masuk ke dalam surga. Nabi menyebut siapa yang tidak mau itu:
إِلَّا مَنْ أَبَى
“Kecuali orang yang menolak”
Para sahabat heran begitu diberi tahu bahwa ada yang menolak masuk ke dalam surga. Mereka pun bertanya tentang siapa yang tidak mau itu. Nabi menjawab:
مَنْ أَطَاعَنِي دَخَلَ الْجَنَّةَ وَمَنْ عَصَانِي فَقَدْ أَبَى
“Orang yang taat kepadaku, pastilah dia masuk surga. Dan orang yang menentangku, sungguh dia telah menolak (masuk surga)”
Secara sederhana, paparan Nabi itu menegaskan bahwa siapa saja yang taat kepada perintah dan larangan Nabi pasti masuk surga. Tapi, siapa yang menentangnya, dia menolak masuk surga.
Tapi, apakah ada seorang muslim secara terang-terangan menentang Nabi? Kita bisa katakan jarang. Karena orang yang terang-terangan menentang Nabi, biasanya tidak mau mengaku sebagai muslim. Dia lebih suka menggunakan diksi lain untuk menegaskan pilihan keyakinannya, daripada mengaku sebagai muslim.
Lalu, bagaimana yang dimaksud dengan muslim yang “dikatakan” enggan masuk surga? Di dalam redaksi hadits itu, kalimat ” مَن أبَى ” diposisikan sebagai mustatsna minhu (yang dikecualikan). Itu artinya, posisi orang yang menolak masuk surga, pada lahirnya mengaku sebagai bagian dari umat Nabi Muhammad, namun perilakunya menunjukkan bahwa ia tidak mendapat jaminan masuk surga karena menentang Nabi.
Tapi, tafsir tersebut jangan kemudian dijadikan sebagai alat untuk menganggap sesama muslim kafir, hanya karena alasan-alasan yang tidak bersifat fundamental. Justru, keberadaan mustatsna minhu (pengecualian) di dalam hadis itu menunjuk kepada makna, bahwa ada seorang muslim yang diberi kesempatan untuk masuk surga secara mudah, melalui amalan-amalan tertentu di dalam syariat, namun ia mengabaikannya. Itulah orang yang menolak untuk masuk surga.
Dan kesempatan untuk masuk surga secara mudah itu, biasanya sering dilewati atau bahkan dianggap remeh. Orang yang seperti itu mengaitkan masuk surga dengan amalan yang bergengsi. Dia lupa bahwa menyingkirkan paku di jalan juga bisa membuatnya masuk ke dalam surga. Demikian juga dengan berbaik sangka kepada sesama makhluk Allah, juga bisa membuatnya mudah untuk masuk ke dalam surga.
Maka dari itu, Allah menyebut jalan (sabil) ke surga itu dalam bentuk jamak (subul ul-salam). Artinya, banyak jalan menuju surga:
یَهۡدِی بِهِ ٱللَّهُ مَنِ ٱتَّبَعَ رِضۡوَ ٰنَهُۥ سُبُلَ ٱلسَّلَـٰمِ وَیُخۡرِجُهُم مِّنَ ٱلظُّلُمَـٰتِ إِلَى ٱلنُّورِ بِإِذۡنِهِۦ وَیَهۡدِیهِمۡ إِلَىٰ صِرَ ٰطࣲ مُّسۡتَقِیمࣲ
Artinya:
“Dengan Kitab itulah Allah memberi petunjuk kepada orang yang mengikuti keridhaan-Nya ke jalan-jalan keselamatan, dan (dengan Kitab itu pula) Allah mengeluarkan orang itu dari gelap gulita kepada cahaya dengan izin-Nya, dan menunjukkan ke jalan yang lurus.” (QS: Surat Al-Ma’idah ayat 16)
Namun, banyaknya jalan menuju surga itu belum tentu bisa dilihat semuanya. Sehingga tidak sedikit orang yang memilih jalan yang paling susah untuk masuk surga. Sedangkan Allah telah memberinya jalan yang paling mudah di depan mata.
اللهم اجعلنا من أهل الجنة ونجنا من عذابك يوم القيامة
“Ya Allah jadikan kami termasuk ke dalam penduduk surga dan selamatkan kami dari azab-Mu pada hari kiamat.”