Selain Suraqah bin Malik, Inilah Kisah Orang yang Ngebet Membunuh Rasulullah Saw

Selain Suraqah bin Malik, Inilah Kisah Orang yang Ngebet Membunuh Rasulullah Saw

Mereka ingin membunuh Rasulullah, sekali lagi, dan inilah kisahnya

Selain Suraqah bin Malik, Inilah Kisah Orang yang Ngebet Membunuh Rasulullah Saw

Rasulullah hendak dibunuh? Mungkin cerita ini sudah pernah kamu dengar, tapi siapa lagi selain Suraqoh bin Malik yang ternyata juga benar-benar mengingingkan kematian Rasululah? Kisah ini  terdapat dalam kitab  As-Sirah An-Nabawiyah li lbni Hisyam karya Syekh Abu Muhammad Abdul Malik bin Hisyam Al-Muafiri terbitan Darul Fikr.

Ternyata, tidak hanya Suraqah bin Malik yang mengincar hadiah seratus ekor unta. Pemimpin Kabilah Banu Sahmin yang bernama Buraidah bin Al Hasib Al Aslami juga keluar mencari beliau. Ia memimpin tujuh puluh orang prajurit dan menyusuri jalan-jalan ke arah Yatsrib. Di suatu tempat, tiba-tiba saja secara kebetulan mereka bertemu rombongan Rasulullah.

“Kepung!” perintah Buraidah. Beberapa detik kemudian, tujuh puluh pedang, tombak, dan panah mengurung Rasulullah dan memaksa beliau berhenti. Buraidah pun menegur Rasulullah.

Beliau pun menjawabnya. Kemudian, sebelum Buraidah sempat bertanya lagi, Rasulullah mendahuluinya, “Siapa engkau?”

“Saya Buraidah bin Al Hasib.”

Dengan tenang Rasulullah berkata kepada Abu Bakar “Mudah-mudahan suasana mencekam ini kembali menjadi lebih baik.”

Kemudian, beliau memandang kembali Buraidah dan bertanya, “Dari keturunan siapa Anda?”

“Dari desa Aslam, keturunan Sahmin.”

Kembali Rasulullah memalingkan wajahnya ke Abu Bakar dan berkata, “Kita telah selamat dan keluar dari jangkauan panah mereka.”

“Siapakah engkau?” Kali ini Buraidah yang bertanya.

“Saya Muhammad bin Abdullah bin Abdul Mutthalib.”

Dengan kehendak Allah, saat itu juga Buraidah mengucapkan dua kalimat syahadat dan memeluk Islam. Melihat pemimpin mereka memeluk Islam, tujuh puluh orang pasukan pengepung pun mengikuti jejaknya. Setelah itu, Buraidah dan pasukannya mengawal rombongan Rasulullah sampai keluar dari wilayah mereka.

Ketika sampai di Al Arju, lembah yang jalannya menurun tajam Rasulullah dan Abu Bakar dengan pemandu jalan mengalami kesulitan oleh beban perbekalan yang dibawa. Semua turun dari unta dan menuntun hewan perkasa tersebut dengan sangat berhati-hati.

Untung saja di tengah kesulitan yang membahayakan itu muncul Aus bin Hajar, orang yang sudah memeluk Islam. Rasulullah pun dinaikkan ke atas unta Aus bin Hajar yang bernama Ibnu Ar Rada’. Bersama Aus bin Hajar ikut pula budaknya, Mas’ud bin Hunaidah. Pemandu jalan Rasulullah masih di lembah Al Arju, menuntun unta perbekalan.

Ketika pemandu jalan Rasulullah keluar dari Al Arju, perjalanan dilanjutkan melewati Tsaniyyatul Ghabir di sebelah kanan Rakubah terus melewati Kabilah Rim. Tidak jauh kemudian Rasulullah sampai di Quba’, tepat hari Senin, tanggal 12 Rabiul Awwal waktu Dhuha hampir habis.

Kaum Muslimin di Yatsrib sudah mendengar bahwa Rasulullah telah meninggalkan Mekkah. Oleh sebab itu mereka menanti-nanti dan berharap-harap kedatangan beliau. Bahkan beberapa dari mereka pergi ke Quba, suatu kampung yang letaknya beberapa mil dari Yatsrib untuk menyambut Rasulullah.

Setiap pagi mereka pergi bersama-sama ke tempat itu. Jika sampai siang Rasulullah belum datang, mereka pergi dan berteduh sebentar di tempat lain. Ketika petang tiba, dan Rasulullah belum juga tiba, mereka pulang ke Yatsrib. Begitu terus setiap hari.

Rasulullah dan rombongan memang masih agak jauh dari Yatsrib. Suatu hari ketika panas matahari tidak begitu terik, Rasulullah tiba di Quba. Saat itu, penduduk Quba juga sudah banyak yang memeluk Islam. Mereka juga tengah menanti-nanti kedatangan Rasulullah. Namun, tidak seorang pun yang sudah mengenal wajah Rasulullah dan Abu Bakar. Oleh sebab itu, ketika beliau dan Abu Bakar berteduh di bawah pohon kurma, tidak seorang pun yang datang menyambut. Sampai akhirnya, lewatlah seorang Yahudi yang mengetahui Rasulullah dan Abu Bakar yang tengah berteduh itu.

Yahudi itu segera naik ke tempat yang tinggi dan berteriak sekeras-kerasnya, “Hai orang-orang Arab! Itulah orang yang kamu harap-harap dan kamu nanti-nanti kedatangannya! Ia telah berada di sini! Ia telah datang!”

Demikian teriak orang Yahudi itu berulang-ulang. Orang-orang Quba datang berduyun-duyun ke tempat Rasulullah berteduh. Ketika tiba, mereka memberi hormat kepada Abu Bakar. Melihat itu, Abu Bakar segera membuka selendangnya dan meneduhi Rasulullah. Barulah orang-orang sadar bahwa mereka telah salah menyalami orang.

Orang-orang meminta Rasulullah beristirahat selama beberapa hari di Quba. Rasulullah pun mengabulkan permintaan itu. Beliau tinggal di rumah seorang sahabat Anshar bernama Kaltsum bin Hadam.

Banyak penduduk Muslim Yatsrib yang belum melihat Nabi Muhammad. Kerinduan akan sosok Rasulullah melambung saat menanti kedatangan beliau. Mereka ingin bertemu laki-laki yang telah menderita jiwa dan raga dalam berjuang, terusir dari kampung halaman, tetapi tetap bersemangat, percaya diri, kokoh, berhati tulus, dan terus berdakwah, tanpa pernah berhenti.

Bagaimana dengan Ali bin Abi Thalib, sesuai dengan pesan Rasulullah, setelah mengembalikan barang-barang titipan kepada pemiliknya, Ali bin Abu Thalib berangkat hijrah.

Ali pergi mengawal keluarga Rasulullah dan keluarga Abu Bakar. Mereka adalah Fatimah, Ummu Kultsum, Saudah, Ummu Aiman dan anaknya, Usamah. Selain itu juga turut istri Abu Bakar, Ummu Ruman dan anak-anaknya, Aisyah, Asma, dan Abdullah. Juga ada orang-orang Muslim lain yang lemah dan tidak berdaya.

Terbayang dengan jelas betapa beratnya tugas Ali bin Abi Thalib saat berhijrah. Apalagi mereka semua kekurangan, sehingga Ali bin Abi Thalib harus berjalan kaki menempuh jarak lebih dari 400 kilometer di tengah padang pasir yang panas membakar itu.

Selama perjalanan, mereka berhenti dan bersembunyi pada siang hari  untuk menghindari kejaran pasukan Quraisy. Jika malam tiba, barulah mereka berangkat dan meneruskan perjalanan.

Akhirnya, tibalah rombongan hijrah Ali bin Abi Thalib di Quba. Di sana, mereka berjumpa dengan Rasulullah yang masih berada di tempat itu.

Begitu jauh dan beratnya perjalanan, kaki Ali bin Abu Thalib membengkak dan dipenuhi luka di sana-sini.

Rasulullah merasa sangat iba kepada sepupunya ini. Beliau berdoa kepada Allah memohon agar Allah berkenan menyembuhkan semua luka di kaki Ali dan memulihkan kekuatannya seperti sediakala.

Dengan kedua tangan beliau yang mulia itu, Rasulullah mengusap kaki Ali bin Abu Thalib. Alhamdulillah, segera saja pulihlah semua luka, kempislah bengkak, dan lenyaplah semua rasa sakit dari kaki Ali bin Abu Thalib.

Saat Ali bin Abu Thalib dan orang-orang yang dikawalnya tiba di Quba, Rasulullah telah berhenti di sana selama lebih dari sepuluh hari. Dalam sepuluh hari itu, beliau dan para sahabat yang lain telah membangun sebuah masjid. Itulah masjid pertama dalam sejarah Islam. Di dalam Al Qur’an, Allah menyebut masjid itu dengan nama Masjid Taqwa. Sampai kini, masjid itu dikenal sebagai Masjid Quba.

Rasulullah adalah orang pertama yang meletakkan batu untuk mendirikan Masjid Quba. Setelah itu, beliau menyuruh Abu Bakar lalu Umar bin Khattab dan setelahnya Utsman bin Affan. Ammar bin Yasir adalah orang yang pertama kali membangun temboknya. Kemudian, para sahabat Muhajirin dan Anshar membangunnya bersama-sama.

Begitu masjid selesai kaum Muslimin di Quba menyangka Rasulullah akan tinggal di Quba lebih lama lagi. Namun, Allah memerintahkan Rasulullah untuk berangkat ke Yatsrib.

Begitu mengetahui hal itu, dengan wajah sedih, Kaum Muslimin Quba mendatangi Rasulullah dan bertanya pelan, “Ya Rasulullah apakah Tuan memang menghendaki rumah yang lebih baik daripada rumah kami?”

Rasulullah mengerti betapa besar rasa sayang kaum Muslimin Quba terhadap dirinya. Beliau pun menjawab dengan kata-kata yang sangat halus, “Oh tidak begitu, Allah memerintahkan saya berangkat ke Yatsrib. Karenanya, hendaklah kalian semua membiarkan unta saya terus melanjutkan perjalanan.”

Sebelum berangkat, Rasulullah berdiri di Masjid Quba. Para sahabat berkumpul di hadapan beliau. Kemudian Rasulullah bertanya kepada mereka, “Apakah engkau sekalian orang-orang beriman?”

Semuanya terdiam, tidak seorang pun yang berani menjawab. Kemudian, Rasulullah bertanya lagi, “Apakah engkau sekalian orang-orang yang beriman?”

Kembali semua orang terdiam kecuali Umar bin Khattab. Saat itu Umar menjawab, “Ya Rasulullah, sesungguhnya mereka semua orang-orang beriman dan saya termasuk salah seorang dari mereka.”

Rasulullah bertanya, “Apakah engkau sekalian percaya pada keputusan Allah?”

Kali ini semuanya menjawab, “Ya.”

“Apakah engkau sekalian bersabar akan malapetaka yang menimpa?”

“Ya, ya Rasulullah.”

“Dan apakah engkau sekalian bersyukur saat mendapat kebahagiaan? Bersyukur saat mendapat kebahagiaan?”

“Ya, kami bersyukur ya Rasulullah.”

“Demi Allah, kalau begitu engkau sekalian adalah orang-orang beriman.”

“Mengapa Masjid  Dibangun Lebih Dulu?*

Masyarakat Islam tidak akan tegak jika tidak ada masjid. Oleh karena itu, perbedaan pangkat, kekayaan, kedudukan, dan lainnya akan terhapus jika umat Islam selalu bertemu setiap hari di masjid untuk menyembah Allah. Masjid juga merupakan tempat berkumpulnya kaum Muslimin untuk mempelajari syariat Allah.