PBB menjadi tuan rumah bagi konferensi perlindungan bahaya ekstremisme bagi kaum muda yang diselenggarakan oleh Liga Muslim Dunia (19/2). Pertemuan ini menegaskan kembali bahwa bentrokan agama, etnis dan ideologis adalah bahaya bagi perdamaian dunia. Apalagi, terkait dengan pertukaran ‘fatwa’ yang justru membahayakan. Hal itu diutarakan oleh Ketua Liga Muslim Dunia, Dr Mohammaed bin Abdul Karim al Issa.
Bagi Issa, penting bagi tiap negara untuk memiliki mekanisme implementasi perlindungan ekstrimisme, apalagi di kalangan pemuda. Hal itu bertujuan untuk melindungi pemuda dari ideologi kekerasan dan ekstremis atau mereka yang menghasut kekerasan di lembaga pendidikan.
“Hal ini dapat dicapai melalui pembentukan kurikulum di sekolah dengan ‘kegiatan interaktif’ yang berfokus pada membahas perbedaan, keragaman dan pluralisme,” katanya.
Lebih lanjut Issa menekankan perlunya menyaring pidato yang menghasut, berisi kebencian, rasisme dan diganti dengan pidato yang berisi prisip kesertaa manuaisa, penghargaan terhadap perbedaan dan keragaman alam sebagai landasan perdamaian serta pentingnya menyebarkan toleransi.
“Penting untuk melarang ekspor atau impor fatwa dan ide-ide agama, karena kesadaran keagamaan itu fleksibel, dan mempertimbangkan perubahan fatwa dan khotbah agama sesuai dengan waktu, tempat dan keadaan,” tambahnya, seperti dilansir laman arabnews.
Sedangkan Menteri Wakaf Mesir Dr. Mohammed Mokhtar Jomaa menyebutkan bahwa ekstremisme lebih berbahaya daripada virus penyakit. Apa pasal? Menurutnya penyebarannya sangat mudah.
“Individu, negara, dan organisasi semua harus bekerja bersama di atas dasar kemanusiaan murni, karena tidak ada pembangunan, kemakmuran, kemajuan atau ekonomi tanpa keamanan, dan tidak ada keamanan dengan terorisme dan tidak ada pemberantasan terorisme tanpa melindungi pemuda dari ekstremisme,” katanya.
Konferensi yang berlangsung di Jenewa Swiss ini dihadiri oleh banyak anggota parlemen , duta besar PBB, akademisi dan pemimpin agama beberapa negara di dunia.