Ketika mendengar ritus ibadah haji dan umrah, kiranya yang pertama terbersit di benak hampir semua muslim adalah adegan di mana lautan manusia mengelilingi Ka’bah berlawanan arah jarum jam. Ibadah tersebut disebut thawaf. Secara bahasa, thawaf berasal dari kata thaafa yathuufu dalam kamus Lisanul Arab kata ini berarti mengelilingi sekitar.
Kata thawaf sendiri telah diserap ke dalam Bahasa Indonesia. Kamus Besar Bahasa Indonesia dan buku Tuntunan Manasik Haji dan Umrah Kementerian Agama RI dengan baik dan jelas menjelaskan arti thawaf dalam konteks teknis ibadah haji yaitu bentuk ibadah dengan berjalan mengelilingi Ka’bah tujuh kali (arahnya berlawanan arah jarum jam atau Ka’bah ada di sebelah kiri kita) sambil berdoa, dimulai dari Hajar Aswad dan berakhir di Hajar Aswad.
Dalam lintasan sejarah, konon, thawaf dilakukan Nabi Adam setelah turun ke bumi karena terinspirasi dari ibadah para malaikat di Baitul Makmur. Tafsir Fakhruddin Arrazy, Mafatih al-Ghaib dan tafsir al-Qurthubi menjelaskan bahwa terdapat perbedaan ulama ketika menafsirkan surat at-Thur ayat 4 :
وَّالْبَيْتِ الْمَعْمُوْر
“demi Baitul Makmur” (at-Thur [52]: 4)
Sebagian ulama menafsirkan bahwa yang dimaksud Baitul Makmur adalah Ka’bah yang kita kenal sekarang. Namun sebagian lain beranggapan, berdasarkan riwayat bahwa Baitul Makmur adalah suatu tempat di langit, tempat berlalu lalang 70.000 malaikat beribadah mengelilinginya. Menariknya, setelah ilmu pengetahuan semakin maju, kita tahu bahwa partikel terkecil dalam atom, elektron, proton hingga planet-planet, pusat tata surya, bahkan galaksi juga berputar dalam porosnya masing-masing berlawanan arah jarum jam seolah tengah beribadah dan bertasbih bersama manusia di bumi dan para malaikat di langit.
Dalam kitab al-Fiqhul Islami wa Adillatuhu karya Syekh Wahbah Az-Zuhaili, dijelaskan bahwa khusus dalam ritus haji, thawaf terbagi ke dalam tiga jenis. Pertama, thawaf qudum yaitu thawaf yang dilaksanakan ketika pertama memasuki Masjidil Haram. Hukum melaksanakan thawaf ini adalah sunnah menurut mayoritas ulama sehingga tidak masalah bagi orang yang tidak melaksanakannya. Kedua, thawaf ifadlah, atau thawaf rukun, seperti namanya, thawaf ini tidak boleh ditinggalkan dan merupakan thawaf inti dalam ibadah haji. Konsekuensi sebab meninggalkan thawaf ini sangat fatal, dapat menyebabkan tidak sahnya ibadah haji.
Dan terakhir adalah tawaf wada’ alias thawaf perpisahan, thawaf ini dilaksanakan ketika hendak meninggalkan kota suci Makkah Al-Mukarramah. Menurut mayoritas ulama, thawaf ini termasuk pada wajib haji, karenanya seorang yang meningalkannya mendapat konsekuensi harus membayar dam atau denda tertentu.
Merujuk pada buku Tuntunan Manasik Haji dan Umrah Kementerian Agama RI, di luar konteks ibadah haji dan umrah, ada dua jenis tawaf lainnya. Pertama thawaf sunnat, ialah thawaf yang dikerjakan dalam setiap kesempatan masuk Masjidil Haram dan tidak diikuti dengan sa’i. Kedua thawaf nazar, hukumnya wajib dikerjakan dan waktunya kapan saja.