Bagaiman sejarah sholawat badar? Malam itu, KH. Ali Manshur tidak bisa tidur. Ia terus dirundung gelisah. Pasalnya, situasi negara dan masyarakat Indonesia terbilang carut marut. Apalagi, situasi politik yang ada semakin tidak terkendali. Persaingan antara kubu nasionalis, islamis dan komunis semakin meruncing ke arah konfrontasi.
Kegelisahan KH Ali Manshur ini kian membuncah. Di malam sebelumnya, beliau bermimpi didatangi para habib berjubah putih-hijau. Semakin mengherankan lagi, karena di malam yang sama istri beliau , Nyai Khotimah binti H. Ahmad Faqieh mimpi bertemu Rasulullah Saw
Keesokan harinya, beliau segera sowan kepada salah satu ulama besar ketika itu, Habib Hadi Al-Haddar Banyuwangi. Ditanyakanlah perihal mimpi itu, “Itu Ahli Badar, wahai saudaraku,” jawab Habib Hadi.
Peristiwa aneh ini kemudian menginspirasi beliau untuk menggubah syair. Perlu diketahui, beliau adalah ulama yang sangat mahir dalam menggubah syair. Kemahiran ini beliau peroleh saat masih belajar di Pondok Pesantren Lirboyo. yang kemudian dikenal dengan Sholawat Badar.
Sembari merenung, KH. Ali Manshur terus memainkan penanya di atas kertas, menulis syair-syair dalam bahasa arab. Beliau memang dikenal mahir membuat syair sajak ketika masih belajar di Pondok Pesantren Lirboyo. Di pesantren ini, beliau mengenal ilmu ‘arud, sebuah ilmu yang khusus mempelajari rumus-rumus syair Arab yang rumit.
Peristiwa aneh ini ternyata tidak berhenti. Keesokan harinya, tetangga sekitar rumah berbondong-bondong menuju rumah beliau. Mereka membawa beras, daging, sayur mayur dan lain sebagainya, seperti akan ada hajat besar di rumah beliau.
Saat ditanya mengapa mereka bertingkah demikian, jawaban yang ada juga mengherankan. Mereka bercerita, bahwa di pagi-pagi buta, pintu rumah masing-masing dari mereka didatangi orang berjubah putih. Ia memberi kabar, bahwa di rumah KH Ali Manshur akan ada kegiatan besar. Mereka diminta membantu. Maka, mereka pun membantu sesuai dengan kemampuannya.
“Siapa orang yang berjubah putih itu?” Pertanyaan itu terus terngiang-ngiang dalam benak Kiai Ali Mansur tanpa jawaban. Di malam harinya, para tetangga itu bekerja di dapur untuk mengolah bahan-bahan yang telah terkumpul siang tadi. Sampai malam itu pula, tidak ada satupun orang yang tahu, masakan yang mereka buat untuk acara apa.
Hingga kemudian menjelang matahari terbit, datanglah serombongan berjubah putih-hijau. Usut punya usut, mereka adalah rombongan habib yang dipimpin oleh Habib Ali bin Abdurrahman al- Habsyi, Kwitang, Jakarta.
“Alhamdulillah,” KH Ali Manshur sangat bergembira dengan kedatangan rombongan itu. Mereka adalah rombongan para habaib yang sangat dihormati oleh keluarganya.
Setelah berbincang basa-basi sebagai pengantar, membahas perkembangan politik nasional yang semakin tidak menguntungkan, Habib Ali Kwitang menanyakan topik lain yang tidak diduga oleh Kiai Ali Mansur, “Wahai Ali Manshur ! Mana syair yang kamu buat kemarin? Tolong bacakan dan lagukan di hadapan kami-kami ini!”
Tentu saja KH Ali Manshur terkejut, sebab Habib Ali tahu apa yang dikerjakannya semalam tanpa siapapun yang memberitahu beliau. Namun ia memaklumi, itulah karomah yang diberikan Allah kepadanya.
Segera saja KH. Ali Manshur mengambil kertas yang berisi Shalawat Badar hasil gubahannya semalam, lalu melagukannya di hadapan para tamu. Suara KH. Ali Manshur yang merdu, membuat alunan suara Shalawat Badar sangat dinikmati oleh para Habaib. Mereka mendengarkannya dengan khusyuk, hingga meneteskan air mata karena haru.
baca juga: Kwitang dan jejak Wisata Buku Jakarta
Selesai mendengarkan Shalawat Badar yang dialunkan oleh KH Ali Manshur, Habib Ali Kwitang segera bangkit. “Wahai Ali Manshur! Mari kita perangi musuh-musuh Islam itu dengan Shalawat Badar!” serunya dengan nada mantap.
Sejak saat itu, Sholawat Badar perlahan menjadi semacam bacaan wajib guna menggemakan kecintaan ke Ulama, Islam dan negeri ini. Untuk lebih mempopulerkannya, Habib Ali mengundang para habib dan ulama (termasuk KH Ali Manshur dan KH. Ahmad Qusyairi, paman KH. Ali Manshur) ke Jalan Kwitang, Jakarta. Di forum istimewa itulah Shalawat Badar dikumandangkan.
“Shalawat badar ini jelas sebagai karya KH. Ali Manshur. Pertama dilihat dari artinya (konteksnya), shalawat badar mempunyai ciri meng-Indonesia. Kedua dilihat dari segi balaghohnya. Shalawat badar memakai balaghoh Jawa,” cuplikan kata pengantar dari Alm KH Abdurrahman Wahid yang juga turut andil dalam mempopulerkan shalawat ini kepada Masyarakat Indonesia hingga kancah internasional.
Kisah ini terdapat dalam buku “Sang Pencipta Shalawat Badar KHR Ali Manshur” yang diterbitkan oleh kerjasama antara LTN pustaka, TV9 dan Amantra.