Meskipun mereka bertiga sudah bersatu dalam visi, Zaid sebagai orang lapangan merasa, amanah mendapat tugas pengumpulan ini cukup berat. Kata Zaid :
والله لو كلفوني نقل الجبال لكان أيسر من الذي كلّفوني
Artinya : Demi Allah, jika mereka menyuruhku untuk memindahkan gunung-gunung, pasti lebih mudah dari pada menjalani satu hal yang mereka kehendaki pada diriku ini. (Abu Amr Ad Dani, Al Muqni’ fi Rasmi Mashahifil Amshar (Maktabah Syamilah), juz 1, hlm, 1).
Zaid menelusuri jejak-jejak tulisan Al Qur’an sekuat tenaga. Dari kertas-kertas, tulang-tulang rusuk, dan tulang ekor.
Lembaran-lembaran susunan Zaid yang telah terkumpul diserahkan kepada Abu Bakar hingga wafat. Kemudian dipegang Umar. Setelah Umar wafat, mushaf dijaga oleh Hafshah.
Menurut cerita Ibnu Syihab dalam versi lain, ia mendengar satu kisah dari Anas. Sahabat Hudzaifah ibnul Yaman pernah mendatangi Sayyidina Usman di saat ia sudah menjabat sebagai khalifah sedangkan waktu itu banyak orang yang terbunuh dalam huru-hara di Armenia.
Ya Amiral Mu’minin, Hudzaifah memulai kata-katanya dengan runtut. Sungguh, aku telah mendapatkan informasi, banyak orang yang berselisih tentang masalah Al Qur’an sebagaimana perselisihan orang yahudi nasrani. Hingga ada orang yang berani berdiri dengan lantang “Ini adalah bacaan fulan”.
Mendengar laporan berita di atas. Usman lalu minta Hafshah, istrinya yang sekaligus merupakan putri Rasulullah. Penyimpan manuskrip Al Qur’an setelah periode Umar.
“Tolong mushaf-mushaf yang telah terkumpul itu kamu bawakan ke sini”, Pinta Usman.
Setelah mushaf terpegang, Usman kemudian mengutus lima orang. Mereka adalah Zaid ibn Tsabit, Abdullah ibn Umar, Abdullah ibn Zubair, Ibn Abbas dan Abdullah ibn Haris.
Dari kumpulan lembaran manuskrip tersebut, oleh Usman meminta untuk disalin redaksinya menjadi satu. Sehingga dengan inisiasi penulisan ini dikenal masyarakat dengan kaidah Rasm Usmani (tulisan ala Khalifah Usman).
Kala itu, Usman berpesan kepada kelompok yang berasal dari kabilah Quraisy, “Jika kalian menemukan ada perbedaan tata tulis antara kalian dengan Zaid, ikutilah model kepenulisan orang suku Quraisy. Sesungguhnya Al Qur’an itu diturunkan sesuai dengan lisan Quraisy.
Gayung bersambut. Antara kelompok klan Quraisy dengan Zaid ibn Tsabit sebagai ketua tim penulisan di lapangan bisa menyatukan antara kedua belah pihak. Akhirnya clear.
Tinggal ada satu kalimat yang mengganjal, yaitu kepenulisan kata “at tabut”, ditulis dengan التابوت sesuai dengan orang Quraisy atau التابوه menyesuaikan dengan Zaid.
Kali ini Zaid tidak mau mengikuti orang Quraisy. Begitu pula sebaliknya. Akhirnya, setelah dilaporkan kepada Usman, Sang Khalifah memutuskan memakai tulisan التابوت.
Satu masalah lagi tersisa yang hampir buntu di tangan Zaid. Dia pernah mendengar satu ayat, namun ayat ini tidak ia temukan dalam manuskrip-manuskrip yang ada.
Ia cukup bingung mengalami hal ini. Beruntung, Zaid mendapatkannya dari salah satu sahabat anshar. Namanya Khuzaimah ibn Tsabit.
Ayat tersebut adalah
لَقَدْ جَاءَكُمْ رَسُولٌ مِنْ أَنْفُسِكُمْ عَزِيزٌ عَلَيْهِ مَا عَنِتُّمْ حَرِيصٌ عَلَيْكُمْ بِالْمُؤْمِنِينَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ ]التوبة/128[
Riwayat lain menyebut ayaat tersebut adalah
مِنَ الْمُؤْمِنِينَ رِجَالٌ صَدَقُوا مَا عَاهَدُوا اللَّهَ عَلَيْهِ فَمِنْهُمْ مَنْ قَضَى نَحْبَهُ وَمِنْهُمْ مَنْ يَنْتَظِرُ [الأحزاب/23]
Setalah tertulis ulang, mushaf-mushaf ini lalu dikembalikan lagi ke tangan Hafshah.
Ada beragam versi dalam periode pengumpulan Al Qur’an yang pertama. Meski begitu, hampir semua mirip. Yang pada intinya sebagaimana riwayat yang bersumber dari Urwah, Urwah dari ayahnya, mengatakan, “Yang mengumpulkan Al Qur’an pertama kali adalah Abu Bakar. Sedang yang menjadikan satu mushaf adalah Usman”.
Pemeluk agama Islam semakin hari semakin meluas. Pada periode Khalifah Ali, terdapat pemuka tabi’in bernama Abu Aswad Ad Duali. Satu saat, ia mendengar salah seorang membaca Al Qur’an dengan harakat yang salah.
أَنَّ اللَّهَ بَرِيءٌ مِنَ الْمُشْرِكِينَ وَرَسُولُهُ [التوبة/3]
namun dibaca
أَنَّ اللَّهَ بَرِيءٌ مِنَ الْمُشْرِكِينَ وَرَسُولِهُ [التوبة/3]
Hanya berbeda harakat sedikit saja antara yang atas berarti “Sesungguhnya Allah dan Rasulnya berlepas diri dari orang-orang yang menyekutukan Allah”
Akan tetapi yang bawah mempunyai arti “Sesungguhnya Allah berlepas diri dari orang-orang yang menyekutukan Allah dan Rasulnya”. Ini sangat fatal dan substantif.
Kemudian, oleh Khalifah Ali, Abu Aswad ini diminta untuk membikin kaidah-kaidah yang terkenal dengan istilah ilmu nahwu termasuk memberi kode harakat yang waktu itu menggunakan titik. Titik di awal sebagai dlammah, titik di atas sebagai ganti harakat fathah dan titik di bawah sebagai kasrah.
Temuan Abu Aswad ini digunakan hingga periode Al Khalil ibn Ahmad Al Farahidi.Al Khalil lalu menyempurnakan detail harakat dan titik secara total. Supaya tidak ada kekeliruan. Mengingat, sebelumnya titik hanya sebagai lambang harakat, bukan titik yang kita kenal sekarang. Misalnya, فاقبلوا jika ditulis tanpa titik bisa terbaca فاقتلوا.
Imam Khalil ini menyempurnakan kaidah-kaidah titik seperti ba’ titik satu di bawah, tsa’ tiga titik di atas dan lain sebagainya. Adapun harakat tidak lagi menggunakan titik, namun bergantni model. Dlammah ada kepala melingkar di ujung, kasrah berupa garis di bawah dan lain sebagainya.
Kesimpulannya, inisiator pengumpulan Al Qur’an adalah Umar. Yang menginstruksikan Zaid untuk mengumpulkan adalah Abu Bakar. Peletak gagasan penulisan adalah Usman. Abu Aswad Ad Duali adalah inisiator ilmu nahwu atas rekomendasi Ali sekaligus memberi tanda i’rab yang diwakili dengan titik. Sedangkan Al Khalil bin Ahmad Al Farahidi adalah penyempurna kode-kode harakat dan titik dalam Al Qur’an. Wallahu a’lam