Syas bin Qais adalah salah satu pemimpin Yahudi yang paling keras memusuhi Rasulullah. Suatu hari, ia melewati tempat berkumpul kaum Muslimin. Hatinya panas melihat para pemuda Anshar dari suku Aus dan Khazraj duduk bersama dalam persaudaraan yang erat. Padahal, dahulu kedua suku itu bermusuhan dan sering terlibat perang.
Syas bin Qais berkata kepada kawan-kawannya , “Orang-orang Bani Qaila (Aus dan Khazraj) sudah bersatu. Demi Allah, kita tidak berarti apa-apa kalau para pemuka Aus dan Khazraj telah terikat persatuan.”
Kemudian Syas mengirim seorang pemuda Yahudi yang berkawan karib dengan para pemuda Anshar. Dengan halus dan licik, pemuda Yahudi itu menyinggung-nyinggung kembali Perang Buath yang dahsyat di masa lalu, di mana pihak Aus dapat mengalahkan Khazraj.
Ternyata, hal itu memang membangkitkan ingatan masa lampau yang pahit. Para pemuda Anshar dari Aus dan Khazraj lalu bersitegang, saling membanggakan diri, dan hanyut dalam pertengkaran.
“Demi Allah! Kalau kamu mau, mari kita hidupkan kembali peperangan hebat itu!” sahut salah satu pihak berteriak marah.
“Marilah kita lakukan! Marilah kita lakukan! Perjanjian kamu di Adh Dhahirah! Senjata! Senjata!” sahut yang lain panas.
Dengan cepat peristiwa itu sampai ke telinga Rasulullah. Segera saja beliau pergi menemui kedua kelompok itu bersama beberapa orang sahabat.
“Wahai kaum Muslimin! ALLAH! ALLAH!” demikian seru Rasulullah, “Apakah kamu menyerukan kembali ke masa jahiliah sedang aku masih ada di hadapan kamu? Setelah Allah memberi petunjuk Islam kepadamu? Dan setelah Allah memuliakan kamu dengan Agama ini? Dan Ia telah memutuskan dari kamu urusan-urusan jahiliah? Dan Ia telah menyelamatkan kamu dari kekafiran? Dan Ia telah mempersatukan dan menjinakkan hati-hati kamu dengan Islam?”
Rasulullah mengingatkan mereka bahwa Islam telah mempersatukan dan membuat mereka benar-benar bersaudara, membuat semua saling mencintai.
Mendengar seruan Rasulullah, luruhlah segala kemarahan mereka. Di depan Rasulullah, mereka berpelukan sambil menangis. Semuanya lalu beristighfar dan memohon semoga kiranya Allah mengampuni mereka.
Ukhuwah adalah persaudaraan. Salah satu wujudnya dalam Islam adalah mengucapkan salam kepada sesama Muslim, menengok yang sakit, menghibur orang yang tertimpa musibah, bersama menolak kejahatan, berbagi kegembiraan, memaafkan orang yang bersalah, dan menghentikan gosip tentang tetangga, entah gosip itu baik atau buruk.
Sadar bahwa orang-orang Yahudi diam-diam terus membangun persekongkolan kuat untuk melawan dan mengalahkan Rasulullah dan kaum Muslimin, Rasulullah pun mengirimkan surat perjanjian kepada orang Yahudi yang isinya kurang lebih sebagai berikut :
- Janganlah kaum Yahudi dan Muslimin saling mendengki.
- Janganlah kaum Yahudi dan Muslimin saling membenci.
- Hendaklah kaum Yahudi dan Muslimin hidup bersama satu bangsa.
- Hendaklah kaum Yahudi dan Muslimin mengerjakan ajarannya masing-masing dan tidak saling mengganggu.
- Jika kaum Yahudi di serang musuh dari luar, Muslimin wajib membantunya.
- Jika kaum Muslimin yang diserang, Yahudi wajib datang membantu.
- Jika Kota Madinah diserang dari luar, kaum Yahudi dan Muslimin harus mempertahankannya bersama-sama.
Pada bagian akhir perjanjian disepakati bahwa apabila timbul perselisihan antara kedua belah pihak, Rasulullah akan menjadi hakimnya.
Demikian dalam perjanjian ini tercantum kebebasan beragama, keselamatan harta benda, dan kebebasan mengutarakan pendapat. Kota Madinah dan sekitarnya menjadi tempat yang terhormat bagi seluruh penduduk karena penghuninya saling menghormati dan saling membela satu sama lain.
Perjanjian ini menunjukkan bahwa Rasulullah adalah pemimpin yang sangat cerdas. Perjanjian ini belum pernah dilakukan oleh rasul-rasul terdahulu. Rasulullah berharap dengan perjanjian itu, orang-orang Yahudi tidak akan mengganggu umat Islam.
Kisah ini terdapat dalam kitab As-Sirah An-Nabawiyah li lbni Hisyam karya Syekh Abu Muhammad Abdul Malik bin Hisyam Al-Muafiri terbitan Darul Fikr.