Katanya, ngidam itu mitos. Namun saya sendiri masih menganggap bahwa salah satu hak istimewa perempuan hamil ya ngidam itu. Meski saya tidak pernah berpikir bahwa jika ngidam tidak dituruti maka anak akan ngeces. Lha ya namanya bayi pasti ngeces, mau dituruti ngidam ke planet Mars sekali pun. Secara natural, di usia 3 bulan kelenjar air liur bayi mulai aktif. Wajar saja kalau cas ces berkali-kali.
Pernah satu kali ada orang yang mempertanyakan hukum ngidam menurut syariat. Bagi saya pertanyaan ini tidak penting. Lha wong sebatas istri meminta sesuatu kok ndadak nyari dalilnya. Jika mampu ya turuti, enggak mampu ya sudah. Mudahnya, anggap saja ngidam itu permintaan istri saat hamil. Gak perlu dalil-dalilan.
Setelah test pack itu, saya sendiri sudah bersiap dengan agenda ngidam ini. Saya tidak peduli ada orang bilang bahwa tidak semua yang diinginkan harus dituruti. Bagi saya, selama realistis, why not? Kecuali ngidamnya aneh-aneh dan membahayakan seperti mau nyium kepala ular kobra. Bukankah syariat juga membatasi sesuatu berdasar kondisi yang membahayakan?
Untungnya, ngidamnya istri ‘hanya’ banyak request makanan. Misal, tiba-tiba jam 10 malam ingin makan gudeg Bromo di Gejayan. Kadang random ingin makan bakmi Soekarno di Jombor. Sesekali ingin makan sate Mak Adi atau Pak Bari di Jejeran. Apa pun permintaannya, saya turuti (tentu melihat isi dompet dulu).
Ngidam adalah cara agar perempuan hamil bisa merasakan kenyamanan secara fisik dan psikis. Saya mafhum, orang ngidam seperti dibuat-buat. Tapi saya tidak bisa berprasangka demikian karena saya tidak pernah berada di posisi itu. Namun saya mendapatkan penjelasan ngidam secara medis dari Halodoc.
Di sebuah artikel, disebutkan, rasa ngidam pada suatu makanan adalah cara naluriah dari tubuh untuk memberitahu adanya kebutuhan nutrisi yang kurang atau belum tercukupi. Ingin makanan manis, artinya tubuh kekurangan magnesium dan vitamin B. Makanan asin berarti tubuh butuh asupan kalsium. Ingin yang daging-daging, tandanya tubuh kekurangan zat besi.
Pola makan yang sehat memang perlu diperhatikan. Istri sejak awal tidak mengonsumsi susu hamil karena dokter juga tidak menyarankan. Dokter hanya memberi dua hal, yaitu vitamin B dan suplemen multivitamin merk tertentu. Sebagai pengiring, istri mengonsumsi buah dan meminum susu ultra-high temperature (UHT) yang biasa dibeli di toko-toko.
Ndilalah, istri aware dengan kondisinya. Ia tetap makan sayur, meski beberapa menit kemudian sudah dimuntahkan. Kami menyiapkan roti tawar sebagai makanan cadangan apabila benar-benar tidak ada makanan yang bisa masuk ke mulut. Buah dan makanan lain yang bisa dikonsumsi, juga disiapkan secara rutin.
Jangan pernah bayangkan bahwa apa yang disukai istri di masa lalu, juga disukai di masa hamil. Definisi dunia terbalik ya bisa dirasakan saat mendampingi hari-hari kehamilan. Sebagai lelaki, kita ikut saja. Jangan pernah berusaha mempertanyakan, apalagi membantah. Garis tegasnya ya soal kondisi darurat dan mengancam itu tadi.
Konon, kondisi ngidam ini akan terus berlangsung sampai pertengahan trimester kedua. Nah, saya juga baru tahu ternyata fase hamil dibagi menjadi tiga. Trimester pertama, trimester kedua, dan trimester ketiga. Trimester pertama adalah kondisi yang sangat rawan karena perempuan baru merasakan perubahan-perubahan hormon yang membuatnya tidak nyaman.
Di fase ini, kondisi janin masih sangat lemah sehingga ibu hamil disarankan untuk tidak melakukan perjalanan jarak jauh, tidak mengangkat beban yang berat, kurangi aktivitas yang memicu stres berat, dan menghindari pekerjaan fisik yang bisa berpotensi membahayakan kondisi kandungan.
Memasuki minggu ketiga belas alias trimester kedua, kondisi janin lebih kuat. Seorang ibu hamil bisa melakukan aktivitas lebih, meski disarankan tidak terlalu berat. Sewajarnya saja. Di trimester kedua, kami mulai merutinkan berenang seminggu sekali. Kami juga mulai berani naik motor ke lokasi yang radiusnya 20-an kilometer dari rumah (meski dengan kecepatan maksimal 20 km/jam).
Saya juga tidak peduli sampai kapan kondisi ngidam berlangsung. Jika permintaannya bisa dijangkau, ya dituruti. Jika tidak mampu, ya jujur saja. Tidak perlu sampai pinjol. Biar istri yang membiayai kebutuhan ngidamnya sendiri hehehe.