Langkahnya tertatih melewati lorong kampus Pasca Sarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, bajunya agak sedikit basah karena saat itu sedang hujan. Ia masih berjalan melewati kelas demi kelas menuju kelas kami, kelas paling ujung di gedung Sekolah Pasca Sarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
“Assalamualaikum,” ucapnya pelan. Beberapa mahasiswa tak menjawab salam beliau karena tak mendengarnya. Wajar jika suaranya pelan. Umurnya hampir sama dengan umur kemerdekaan Republik Indonesia, bahkan lebih dahulu kelahiran beliau.
Namanya Salman Harun. Seorang pria paruh baya ini adalah guru besar tafsir yang mengajar saya beserta teman-teman di kelas. Semangat mengajarnya tak perlu diragukan lagi. Bahkan dalam keadaan hujan pun beliau masih menyempatkan diri untuk hadir, walaupun dalam kondisi beliau yang sudah agak susah berkomunikasi karena faktor usia.
Prof Salman, begitu kami memanggilnya adalah seorang pria kelahiran Pariaman, 12 Juni 1945. Ia adalah seorang guru besar bidang tafsir di Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan di UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta. Beberapa kali beliau mengajar mata kuliah tafsir di Sekolah Pasca Sarjana.
Salman adalah lulusan S1 di Fakultas Tarbiyah UIN Jakarta. Pendidikan doktoralnya ia tamatkan pada tahun 1988 dalam bidang tafsir. Ia juga sempat mengikuti beberapa pendidikan di luar negeri, mulai Post Graduate Course of Islamic Studies, Leiden University, pada tahun 1983; Management Course for Senior Managers of Ministryof Religious Affairs, Mc Gill University, Canada, 1995; hingga Post Doctoral Research, Bonn University, Germany, 1999.
Selain berkegiatan sebagai pengajar, ia beberapa kali menjabat sebagai petinggi di kampus, mulai Dekan Fakultas Tarbiyah, Kakanwil Depag Sumatera Barat, hingga staf Menteri Agama.
Saat ini kegiatan beliau sering digunakan untuk mengajar di kampus dan menulis buku. Beberapa bukunya di antaranya: Kaedah-Kaedah Tafsir, Pintar Bahasa Arab Al-Quran, dan Secangkir Tafsir Juz Terakhir.
Ia juga aktif menulis tafsir-tafsir Al-Quran perayat melalui akun Facebooknya. Tafsir tersebut ditulisnya mulai dari surat paling belakang dari Al-Quran, hingga artikel ini ditulis, Salman sudah menulis hingga Surat Al-Mulk ayat 30. Tulisan-tulisan tafsir dari Facebooknya inilah yang -bisa dibilang- menginspirasi terbitnya buku Secangkir Tafsir Juz Terakhir.
Bagi para pembaca yang ingin mengikuti Facebook beliau, bisa langsung klik di sini.