Suatu kali Abu Nawas bersama temannya mengikuti sebuah pesta di pinggir kota. Sebuah kebetulan bahwa temannya itu adalah seorang keturunan Yahudi. Pesta tersebut berlangsung meriah. Ada tarian hingga pentas musik. Tentu saja Abu Nawas larut dalam acara itu. Tak salah kelelhan kemudian menerpa Abu Nawas dan temannya itu.
Ketika tamu tekah kehausan, tuan rumah kemudian menghadirkan kopi. Masing-masing kemudian mendapatkan secangkir kopi. Ketika akan minum Abu Nawas terkejut dan kaget. Tiba-tiba ia ditampar oleh si Yahudi temannya. Namun suasana gembira menjadikan Abu Nawas tidak menghiraukan hal tersebut. Haus pun dirasakan Abu Nawas. Ia kemudian akan meminum kopi yang dihidangkan tadi. Kejadian serupa datang. Abu Nawas kembali ditampar. Tentu saja ia kelabakan. Dan ternyata tamparan tersebut berlangsung berkali-kali sampai akhirnya Abu Nawas puluang diniharinya,
Saat pulang abu Nawas berfikir. “Jahat benar kelakuan si Yahudi itu, main tampar seenaknya saja. Minumnya seperti binatang. Kelakuan seperti jangan dibiarkan berlangsung di Baghdad?” Abu Nawas kemudian memutar otak.
Keesokan harinya Abu Nawas langsung ke istana. Tampaknya ia telah mempunyai solusi bagaimana membalas kelakuan si Yahudi. Ia langsung menghadap Khalifah Harun Al-Rasyid. “Tuanku, ternyata di negeri tuan ini ada suatu permainan yang belum pernah hamba kenal, sangat aneh,” ujarnya memulai pembicaraan.
Mendengar penuturan Abu Nawas, Khalifah Harun Al Rasyid balik bertanya “Di mana tempatnya wahai Abu Nawas ? Tapi ingat kamu jangan mempermainkan aku.”
“Di tepi hutan sana wahai Khalifah,” abu Nawas menjelaskan.
” Baiklah nanti malam kita melihat ke sana,” balas Khalifah
“Boleh wahai khalifah. Tapi ada syaratnya tuanku harus memakai baju biasa dan kita hanya pergi berdua saja supaya menimbulkan rasa curiga,” tukas Abu Nawas dengan bersemangat.
Tentu syarat ini menimbulkan kecurigaan Khalifah Harusn Al Rasyid sambil berkata “ Wahai Abu Nawas jangan mempermainkan aku. Nanti tahu balasannya.
“ Tidak Baginda,” tukas Abu Nawas.
Mereka berdua sepakat pergi setelah shalat Isya. Maka berangkatlah keduanya ke rumah Yahudi itu. Dan benar , setelah sampai di sana mereka mendapati pesat yang cukup meriah. Abu Nawas dan Khalifah Harun Al Rasyid dipersilakan duduk. Tak ayal Khalifah Harun Al Rasyid di suruh menari. Tapi kemudian ditolaknya. Karena hal itu pula Khalifah Harun Al Rasyid kemudian ditampar pipi kiri dan kanannya.
Kejadian ini membuat Khalifah sadar bahwa dirinya dikerjai oleh Abu Nawas. Namun apa daya ia hanya berdua tanpa para pengawal. Maka kemudian Khalifah memenuhi ajakan Yahudi itu untuk menari. Tak lama badannya penuh dengan keringat. Rasa hauspun memenuhi kerongkongannya. Setekah kehausan barulah kopi datang dan disuguhkan. Melihat hal ini Abu Nawas tahu apa yang akan terjadi. Ia keluar dengan alasan ingin kencing. Maka tinggalah Khalifah Harun Al Rasyid sendirian.
“Nah biar baginda tahu sendiri apa yang dikerjakan oleh rakyatnya, karena salahnya sendiri tidak pernah tahu apa yang sesunguhnya terjadi pada rakyatnya. Jangan hanya percaya pada laporan para menteri,” gumam Abu Nawas.
Sementara itu Khalifah yang diringgal sendiri merasakan hal yang sama dengan Abu Nawas. Tatkala akan minum kopi, baginda di tampar oleh Yahudi itu. Begitu juga kerika akan mengangkat lagi cangkir dengan piringnya, maka tamparan menimpanya lagi. Namun Baginda hanya diam saja. Sesaat kemudian dilihatnya Yahudi itu minum seperti binatang yaitu menghirup sambil ketawa-ketawa.
“Apa boleh buat . Aku seorang diri, dan tak mungkin melawan Yahudi sebanyak itu,”ucapnya dalam hati dengan sangat dongkol. Setelah larut malam Baginda kemudian pulang ke Istana dengan berjalan kaki seorang diri. Ia berfikir Abu Nawas lolos juga mengerjainya.
Keesokan harinya Khalifah Harun Al-Rasyid memerintahkan seorang pelayan memanggil Abu Nawas. Setelah datang, Khalifah Harun Al Rasyid langsung menghardik “Abu Nawas apa yang kamu lakukan tadi malam sungguh mempermalukan aku. Apa alasanmu sehingga engkau berbuat begitu,” kata Baginda.
“Ampun, Baginda. Alasan saya adalah ingin memberikan laporan yang jujur bahwa ada sesuatu yang tidak benar di masyarakat. Saya bingung mau melaporkannya bagaimana karena malam sebelumnya hamba mendapatkan perlakuan yang sama. Apabila hamba berkata jujur secara jujur, takut baginda tidak percaya. Biar baginda sendiri yang melihat langsung perilaku rakyat yang seperti itu.”
Mendnegar jawaban tersebut Baginda tidak dapat membantah. Setelah itu Khalifah langsung memerintahkan menjemput si Yahudi dan menghukumnya.