Setelah enam tahun pasca penembakan yang dilakukan oleh kelompok bersenjata Taliban, aktivis dan peraih nobel Malala Yousafzai kembali ke negara asalnya, Pakistan. Penembakan tersebut terjadi karena Malala proaktif menyerukan pendidikan bagi perempuan. Selama ini, setelah penembakan pada tahun 2012 yang lalu, Malala tinggal di Inggris.
Sebelumnya, pada pekan lalu, Malala menunjukkan rasa kerinduan terhadap tanah airnya melalui cuitan di twitternya.
“Pada hari ini, saya sangat menyukai kenangan indah tentang rumah, bermain kriket di atas atap dan menyanyikan lagu kebangsaan di sekolah. Selamat Hari Pakistan,” tulisnya di Twitter pada 23 Maret lalu sebagaimana dilansir Kompas.com.
On this day, I cherish fond memories of home, of playing cricket on rooftops and singing the national anthem in school. Happy Pakistan Day! ??❤
— Malala (@Malala) 23 Maret 2018
Dilansir dari AFP, Kamis ini (29/3/2018), Malala dijadwalkan bertemu dengan Perdana Menteri Pakistan Shahid Khaqan Abbasi dalam kunjungan selama empat hari. Namun, rincian lebih lanjut tetap dirahasiakan.
Malala memulai perjuangannya saat berumur sebelas tahun. Pada tahun 2009. dengan nama samaran, Malala menulis blog khusus untuk layanan BBC berbahasa Urdu.
Ia menulis cerita di desanya semenjak dikuasai Taliban pada 2007. banyak warga yang dibunuh, orang-orang dicambuk di depan umum, perempuan dilarang pergi ke pasar, dan anak perempuan tidak boleh mendapat akses pendidikan. Sayangnya, pada 2012, Taliban menyerang Bus sekolah yang ditumpanginya dan menembak kepalanya.
Malala pun dibawa ke luar negeri untuk menjalani operasi, dan semenjak kejadian itu, namanya santer terdengar di seluruh penjuru dunia.