Resolusi Muktamar Islam Sumatera: Jihad Melawan Penjajah Fardhu ‘Ain, Bukan Fardhu Kifayah

Resolusi Muktamar Islam Sumatera: Jihad Melawan Penjajah Fardhu ‘Ain, Bukan Fardhu Kifayah

Muktamar Islam Sumatera dilaksanakan pada tanggal 6 sampai 9 Desember 1945 di Bukittinggi. Pertemuan ini merespons kedatangan negara sekutu, seperti Inggris dan Belanda, yang ingin mengambil alih dan menjajah Indonesia kembali.

Resolusi Muktamar Islam Sumatera: Jihad Melawan Penjajah Fardhu ‘Ain, Bukan Fardhu Kifayah
Buku Peringatan Kongres Islam sumatera [Koleksi Perpustakaan Universitas Leiden]

Muktamar Islam Sumatera dilaksanakan pada tanggal 6 sampai 9 Desember 1945 di Bukittinggi. Pertemuan ini merespons kedatangan negara sekutu, seperti Inggris dan Belanda, yang ingin mengambil alih dan menjajah Indonesia kembali. Seperti ditulis Soe Hoek Gie, pada masa itu, dunia internasional belum sepenuhnya mengakui kemerdekaan Indonesia. Belanda membuat propaganda bahwa Indonesia seolah-olah anak Jepang, atau dalam bahasa lain “a state made by japanese”. Bung Karno dituduh sebagai kolaborator Jepang, pengajur Romusha, dan tuduhan murah lainnya. Tidak sampai di situ, Indonesia juga dianggap sebagai negara chaos yang tidak bisa mengurus dirinya sendiri: konflik, perampokan, dan bajingan di mana-mana.

Muktamar dihadiri oleh ulama dari berbagai wilayah: Aceh, Sumatera Timur, Tapanuli, Riau, dan Sika. Tidak hanya perwakilan ulama yang diundang, tetapi juga partai dan aktivis pergerakan, seperti Partai Komunis Indonesia Sumatera Barat: saat itu diwakili oleh R.A Thaher.

Pertemuan ini diinisiasi oleh  Majelis Islam Tinggi Sumatera di mana Syekh Djamil Djambek ditunjuk menjadi ketua umum. Penasehat atau dewan pertimbangannya terdiri dari perwakilan ulama besar dari beberapa daerah. Susunannya sebagai berikut:

  1. Syekh Sulaiman Arrasuli [Sumatera Barat]
  2. Syekh Ibrahim Musa [Sumatera Barat]
  3. Syekh Daud Rasjidi [Sumatera Barat]
  4. Syekh Abbas Abdullah [Sumatera Barat]
  5. Syekh Abdul Wahid Tabek Gadang [Sumatera Barat]
  6. Tuangku Mudo A. Hamid Hakim [Sumatera Barat]
  7. St. M. Rasjid [Sumatera Barat]
  8. Adi Negoro [Sumatera Barat]
  9. Sjafe’I [Sumatera Barat]
  10. Tuangku Muhammad Daud Buerueh [Aceh]
  11. Syekh Mustafa Purba [Tapanuli]
  12. Syekh Abdullah Afifuddin [Sumatera Timur]
  13. Syekh Ismail Abdul Wahab [Sumatera Timur]
  14. Tuangku H. Ahmad Hasbullah [Aceh]
  15. Haji Muhammad Yunus [Siak]

Tujuan utama muktamar ini adalah untuk memberi dukungan terhadap perjuangan mempertahankan negara, menggalang kekuatan untuk melawan penjajah, dan menyatakan kepercayaan kepada kabitan Sutan Syahrir. Dalam buku Peringatan Kongres Islam Sumatera, terbitan Majalah Kebenaran Bukittinggi, ditemukan setidaknya ada tiga hal penting yang ditetapkan dalam pertemuan ini, yaitu fatwa, pembentukan Barisan Sabilillah, dan partai politik Islam.

Fatwa Hukum Membela Tanah Air

Ulama yang hadir dalam muktamar menyepakati bahwa jihad fi sabilillah hukumnya wajib dalam konteks membebaskan diri dari penjajahan negara sekutu. Dalam putusannya ditulis:

“Berjuang mengusir musuh dari tanah air atau menghancurkannya adalah  hukumnya fardhu ‘ain, bukan fardhu kifayah. Siapa yang mati dalam perjuangan ini adalah mati syahid dunia dan akhirat. Tidak dimandikan, dikafani dengan pakian yang dipakainya, dan tidak disembahyangkan. Pengkhianat bangsa, dinasehati, dan diawasi. Kalau sikapnya tidak berubah halal darahnya. Barisan palang merah putri dituntut oleh agama Islam.”

Selain memutuskan kewajiban jihad membela tanah air, putusan di atas juga menekankan pendirian dan pembentukan palang merah putri dan kebolehan memerangi orang yang mengkhianati bangsa, dengan catatan dinasehati dan diawasi terlebih dahulu. Putusan ini didasarkan pada tiga argumentasi: dalil al-Qur’an dan hadis, putusan sahabat Abu Bakar, dan Ummu ‘Athiyah.

Pertama, dalil al-Qur’an yang digunakan adalah surat al-Baqarah ayat 190 dan 191. Redaksinya:

وَقَٰتِلُوا۟ فِى سَبِيلِ ٱللَّهِ ٱلَّذِينَ يُقَٰتِلُونَكُمْ وَلَا تَعْتَدُوٓا۟ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ لَا يُحِبُّ ٱلْمُعْتَدِينَ

Artinya:

“Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu, (tetapi) janganlah kamu melampaui batas, karena sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.” (QS: al-baqarah ayat 190)

وَٱقْتُلُوهُمْ حَيْثُ ثَقِفْتُمُوهُمْ وَأَخْرِجُوهُم مِّنْ حَيْثُ أَخْرَجُوكُمْ ۚ

Artinya:

“Dan perangilah mereka di mana saja kamu jumpai mereka, dan usirlah mereka dari tempat mereka telah mengusir kamu.” (QS: Al-Baqarah ayat 191)

Rasulullah bersabda:

 مَنْ قُتِلَ دُونَ مالِهِ فهوَ شَهيدٌ . ومَنْ قُتِلَ دُونَ دِينِهِ فهوَ شَهيدٌ . ومَنْ قُتِلَ دُونَ دَمِهِ فهوَ شَهيدٌ ، ومَنْ قُتِلَ دُونَ أهلِهِ فهوَ شَهيدٌ

Artinya:

“Barangsiapa yang terbunuh karena melindungi hartanya maka dia syahid. Siapa yang terbunuh karena melindungi agamanya maka dia syahid. Siapa yang terbunuh karena melindungi darahnya maka dia syahid. Siapa yang terbunuh karena melindungi keluarganya maka dia syahid.” 

Kedua, kebolehan memerangi pengkhianat negara, yang terus menerus ingin menghancurkan Negara Kesatuan Republik Indonesia didasarkan pada pandangan Khalifah Abu Bakar. Pada masa itu, Sa’ad Ibnu Ubadah yang tidak mau mengakui pemerintahan Abu Bakar, boleh diperangi kalau tidak mau diajak untuk baiat.

Ketiga, pembentukan palang merah putri merujuk pada inisiasi Ummu Athiyyah, perempuan di masa Nabi, yang membuat palang merah untuk membantu perjuangan Rasulullah saat perang.

Pembentukan Barisan Sabilillah

Karena pada waktu itu situasinya sudah genting, para ulama menghimbau umat Islam untuk bersama-sama mempertahankan Indonesia, sekalipun harus dengan mengorbankan nyawa. Muktamar Islam Sumatera merekomendasikan untuk membentuk Barisan Sabilillah yang bertujuan untuk melindungi Indonesia dari gangguan penjajah.

Anggota Barisan Sabilillah adalah setiap umat Islam yang mukallaf. Dalam praktinya, Barisan tidak berjalan sendiri, tetapi diawasi oleh Majelis Islam Tinggi Sumatera, supaya yang dilakukan tidak melanggar dan bertentangan dengan syariat Islam. Selain itu, Barisan juga mendapat latihan dari Tentara Keamanan Rakyat (TKR).

Pendirian Partai Politik Islam

Muktamar memutuskan Majlis Islam Tinggi Sumatera menjadi partai politik Islam. Sesuai namanya, partai yang dibangun ini bertujuan untuk mencapai kesempurnaan Islam dalam bidang politik, ekonomi, dan sosial. Dalam Anggaran Dasar Majlis Islam Tinggi disebutkan, “Partai ini berasas Islam, dan bertujuan mencapai kesempurnaan Islam dan derajat umatnya di lapangan politik, ekonomi, dan sosial.”

Dijelaskan dalam pasal berikutnya, untuk mencapai tujuan itu, maka perlu dilakukan beberapa usaha, di antaranya adalah mempertahankan kedaulatan Negara Republik Indonesia, terlibat dalam urusan politik negara, menjalankan cita-cita Islam dalam perjuangan mensejahterakan rakyat, memperkuat semangat kaum muslimin, mendukung usaha perekonomian yang tidak bertentangan dengan Islam, bekerjasama dengan organisasi lain, dan lain-lain.

Partai politik Islam ini memiliki beberapa bagian atau dewan, seperti dewan fatwa, sosial, ekonomi, pendidikan, penyelidikan, perbendaharaan, penerangan, pertahanan, pemuda, dan wanita. Sementara syarat untuk menjadi anggota partai harus beragama Islam dan berumur di atas 18 tahun.

Hasil Muktamar Islam Sumatera ini disampaikan dalam rapat terbuka yang diadakan pada hari Minggu, 9 Desember 1945. Rapat ini dilakukan di lapangan Ateh Ngarai Bukittinggi. Peserta yang hadir diperkirakan lebih dari 25.000 orang, kaum muslimin dan muslimat dari berbagai wilayah. Saking banyaknya orang, lapangan terasa sesak dan sempit.