Resensi Film Bilal: Visualisasi Spirit Islam dan Pembebasan

Resensi Film Bilal: Visualisasi Spirit Islam dan Pembebasan

Bilal, nama yang tidak asing dan kini dibuatkan film epik dan mendapatkan banyak penghargaan. Bagaimana kisahnya?

Resensi Film Bilal: Visualisasi Spirit Islam dan Pembebasan

“Perbudakan telah menjadi fenomena penting sepanjang sejarah. Ia ditemukan di banyak tempat, mulai dari zaman klasik hingga zaman modern. Afrika memiliki hubungan erat dengan sejarah ini, terutama sebagai sumber utama penghasil budak bagi peradaban kuno, dunia Islam, India, hingga Amerika,” tulis Paul E. Lovejoy dalam bukunya Transformations in Slavery: A History of Slavery in Africa (2012).

Tesis ringkas Lovejoy di atas pada dasarnya telah memperlihatkan betapa persebaran sistem perbudakan di dunia sangatlah luas dan telah berlangsung sejak lama. Riwayat perbudakan pribumi Afrika yang berlangsung sejak abad ke-15 hingga awal abad ke-20 hanyalah babak terbaru sistem perbudakan yang berkembang dalam konteks internasional.

Dalam Islam, kita mengenal sejarah perbudakan telah hadir jauh sebelum Nabi Muhammad SAW lahir. Alquran sendiri bahkan menunjukkan bagaimana perbudakan sudah dipraktikkan oleh Firaun di Mesir pada masa Nabi Musa hidup. Namun, wawasan umat Islam tentang sistem perbudakan ini tidak hanya berasal teks-teks otoritatif Alquran saja, melainkan juga dari riwayat-riwayat.

Satu di antara riwayat itu tentang Bilal bin Rabah, seorang budak dari Habsyi (Ethiopia) sekaligus sahabat yang selalu mendampingi Rasulullah SAW. Popularitas riwayat Bilal tidak terlepas dari posisinya sebagai muadzin pertama yang mengumandangkan adzan. Ia juga dikenal sebagai budak yang menentang perampasan hak atas kemerdekaan manusia dan sahabat yang memiliki keimanan luar biasa.

Kisah inilah yang kemudian menginspirasi Barajoun Entrertainment, studio film animasi asal Dubai untuk mengangkat “perjalanan pembebasan” Bilal ke layar lebar. Film bergenre aksi-petualangan ini diberi judul Bilal: A New Breed of Hero (2015). Disutradarai langsung oleh Khurram H. Alavi dan Ayman Jamal, film ini menjadi film animasi 3D pertama Timur Tengah yang mampu menembus pasar Hollywood.

Pembuatan film Bilal berbahasa asli Arab, namun dalam penayangannya di beberapa negara telah disulihsuarakan ke bahasa setempat. Dalam versi bahasa Inggris, suara Bilal diisi oleh Adewale Akinnuoye-Agbaje, aktor kenamaan Inggris berdarah Nigeria yang terkenal lewat peran Lock-Nah dalam film The Mummy Returns (2001) dan film terakhirnya Suicide Squad (2016) sebagai Killer Croc.

Film Bilal: A New Breed of Hero berlatar 1.400 tahun yang lalu. Cerita dimulai dari kehidupan masa kecil Bilal. Bilal kecil hidup bahagia bersama ibu dan adik perempuannya di gubuk sederhana yang jauh dari hiruk pikuk kota. Namun sebuah tragedi muncul dan merenggut kebahagiaan itu. Bilal beserta adiknya, Ghufaira kemudian jatuh ke tangan Umayyah bin Khalaf, pedagang terkaya di Hijaz.

Satu hal yang cukup disorot dalam film ini adalah ritual ibadah di tempat yang sekarang meliputi Mekkah dan Madinah itu. Sebelum Islam datang, masyarakat di sana adalah para penyembah berhala. Pedagang berhala memegang tirani atas orang-orang yang taat buta. Kekayaan Umayyah yang melimpah berasal dari “sumbangan” para rakyat yang menginginkan keselamatan dan kesejahteraan lewat patung buatannya.

Sejak menjadi budak Umayyah, Bilal sama sekali tidak memperlihatkkan ketertarikannya pada Tuhan masyarakat Hijaz itu. Bilal selalu memiliki pandangan skeptis atas tindakan orang-orang yang meminta kepada benda mati. Hingga akhirnya, Bilal bertemu seorang pedagang bernama Abu Bakar as-Shidiq yang mengenalkannya pada ajaran untuk menyembah Tuhan Yang Maha Esa.

Islam tidak dihadirkan secara eksplisit dalam film ini. Begitu pula dengan sosok Nabi Muhammad yang sama sekali tidak muncul. “Ajaran baru” itu muncul begitu saja melalui kehadiran Abu Bakar as-Shidiq dan Hamzah bin Abdul-Muttalib yang membawa pesan keislaman kepada masyarakat Hijaz. Bilal menjadi salah satu budak yang kemudian memeluk Islam dan mengimani ajaran tersebut.

Selain menampilkan kisah tentang proses spiritualitas Bilal, film epik ini juga menampilkan berbagai monolog dan dialog tentang semangat pembebasan Bilal. Bilal selalu meyakini bahwa suatu saat ia akan lepas dari cengkraman perbudakan. Ia menyadari bahwa semua manusia terlahir sebagai manusia yang bebas.

Upaya-upaya memberontak Bilal terhadap Umayyah dan anaknya, Safwan bin Umayyah, ditampilkan cukup sering. Upaya menolak tunduk ini pun berbanding lurus dengan siksaan yang harus Bilal terima.

Kedatangan Islam mengancam posisi Umayyah dan para pengikutnya, baik secara jangkauan otoritas maupun material. Kemurkaan Umayyah semakin berapi-api setelah mengetahui bahwa salah satu budaknya telah menyatakan diri mengimani Tuhan yang lain. Siksaan demi siksaan seketika dihujani kepada Bilal.

Sebagaimana dalam banyak riwayat yang menyebutkan Bilal diikat telentang di tengah tanah lapang yang terik, di film ini adegan tersebut juga ditampilkan. Bilal ditindih batu besar oleh Umayyah lalu ia dedesak untuk kembali menyembah berhala ciptaannya, atau membiarkannya mati ditindih batu. Dengan menahan rasa sakit Bilal berucap lirih, “Ahad, ahad, ahad” (Tuhan yang Maha Esa).

Keteguhan iman Bilal membuat Abu Bakar segera bertindak. Bilal dibeli oleh Abu Bakar dari Umayyah dengan harga yang berlipat ganda. Setelah menjadi manusia merdeka, Bilal menjadi pejuang dalam menyebarkan Islam. Ia selalu ikut dalam setiap perang melawan kaum kafir.

Di Amerika, Trailer film Bilal: A New Breed of Hero ditayangkan pada 15 Januari, bertepatan dengan Hari Martin Luther King Jr. Pengambilan momentum tersebut dilakukan karena film biopic ini dinilai sejalan dengan semangat pembebasan Martin Luther untuk membangkitkan kaumnya dari penindasan dan diskriminasi rasial.

Meski di Indonesia baru rilis pada tahun ini, film Bilal: A New Breed of Hero ditayangkan di berbagai festival pada tahun-tahun sebelumnya. Film ini di antaranya ditayangkan di Festival Film Internasional Dubai Tahunan ke-12. Penayangannya juga mengikuti rangkaian festival yang diadakan di Berlin, Cannes, Annecy, dan Toronto.

Terlepas dari kritik dan perdebatan atas unsur religiusitasnya, film ini telah memenangkan “The Best Inspiring Movie” pada Hari Animasi di Festival Film Cannes 2016. Ia juga memenangkan “Best Innovative Movie” di BroadCast Pro Middle East Award 2016. Kesuksesan perdana Barajoun Entrertainment di pasar internasional membuatnya berencana untuk membuat film-film inspiratif lain yang menceritakan sejarah “para pahlawan” di semenanjung Arabia.

*Artikel ini kali pertama muncul di sindikasi media kami, Alif.id