Penangkapan ulama di Arab Saudi kembali terjadi. Kali ini ulama dan qori’ terkenal, Syeikh Abdullah Basfar ditangkap oleh pihak otoritas Arab Saudi. Beberapa kasus penangkapan ulama dilakukan oleh Arab Saudi dalam beberapa tahun terakhir ini.
Syeikh Abdullah adalah seorang profesor di departemen Sharia dan Islamic Studies di King Abdul Aziz University di Jeddah. Ia juga merupakan mantan Sekretaris Jenderal Organisasi Kitab dan Sunnah Dunia.
Sebelumnya, Arab Saudi dikabarkan telah menahan Syekh Saud Al-Funaisan. Ia ditangkap pada bulan Maret kemarin. Al-Funaisan sendiri adalah seorang profesor universitas dan mantan dekan fakultas Syariah di Universitas Al-Imam di Riyadh.
Penangkapan ulama tersebut menambah daftar kasus pihak kerajaan Arab Saudi yang melalukan upaya untuk mengamankan dan mereformasi Arab Saudi atas inisiasi Muhammad bin Salman (MBS).
Penangkapan Ulama dan Reformasi MBS
Beberapa kasus penangkapan ulama yang dilakukan oleh Arab Saudi menjadi semacam “pembersihan” paham keagamaan. Kini MBS melakukan reformasi didalam negaranya. Ia ingin mengubah citra Arab Saudi sebagai negara yang moderat.
Ulama-ulama yang ditangkap oleh pihak kerajaan dianggap melakukan tindakan dan ceramah-ceramahnya mengganggu stabilitas kerajaan. Oleh karena itu, pihak MBS dan para pendukungnya menindak mereka agar tidak mengganggu dan menjadi ancaman kepentingan internal kerajaan.
MBS melakukan berbagai kebijakan penting dan kontroversial. Ia tengah mereformasi Arab Saudi. Kebijakan kontroversial yang dilakukannya di antaranya yakni memperbolehkan perempuan untuk menyetir mobil, menonton sepak bola di lapangan, dan beberapa kebijakan yang mengarah pada reformasi birokrasi Arab Saudi.
Bagi kaum muda dan perempuan Arab Saudi, MBS adalah sosok pembaruan di tubuh kerajaan Arab Saudi. Ia menjadi tumpuan mereka ditengah kungkungan kebijakan Arab Saudi yang rigid dan kaku.
Tetapi, bagi kaum ulama Wahabi Arab Saudi, MBS telah melanggar pemahaman keagamaan Arab Saudi yang sudah tumbuh subur di negara “Penjaga Dua Kota Suci”. Kondisi ini membuat otoritas kerajaan harus melakukan tindakan tersebut. Selain itu, ada juga anggapan bahwa penangkapan ini karena sikap kritis mereka atas kebijakan kerajaan.
Moderasi Beragama Arab Saudi
Kebijakan MBS yang dinilai banyak pihak memiliki dua sisi yang berseberangan. Di salah satu sisi, kebijakan reformasi Arab Saudi memiliki dampak besar dan memberikan kebebasan bagi kaum muda Arab Saudi dan melonggarkan mereka untuk mengekspresikan apa yang mereka inginkan selama ini, di sisi lain kebijakan ini untuk memperbaiki citra Saudi yang selama ini dianggap konservatif.
Moderasi beragama menjadi kebijakan dan keputusan yang diinisiasi MBS. Hal ini dilakukan di tengah paham Wahabisme yang dianggap terlalu kaku dan tidak memberikan ruang bagi banyak kaum muda dan perempuan Arab Saudi. Kebijakan Arab Saudi lainnya yang berusaha menggemakan moderasi beragama yakni melakukan diskusi intens dengan salah satu organisasi massa Islam moderat di Indonesia, Nahdlatul Ulama (NU).
Pihak Arab Saudi dan Duta Besar Indonesia untuk Arab Saudi, Agus Maftuh Abegebriel, telah melakukan diskusi terkait moderasi beragama tersebut. Diskusi ini juga menunjukkan bahwa Arab Saudi ingin melakukan reformasi keagamaan dengan menggemakan moderasi beragama.
Sikap MBS melalui pelbagai kebijakan kontroversial di Arab Saudi dianggap sebagai tindakan “out of the box”. Ia juga tengah mempersiapkan menuju visi Arab Saudi 2030.
Melalui persiapan dan usaha mensukseskan visi tersebut. Upaya telah dilalukan untuk mengurangi ketergantungan Arab Saudi pada minyak. Arab Saudi juga tengah melakukan diversifikasi ekonomi dan pengembangan di sektor publik, seperti kesehatan, pendidikan, wisata dan infrastruktur.
Memang, selama ini Arab Saudi telah memprioritaskan pendapatan dalam negerinya melalui sektor minyak. Bahkan, minyak telah memberikan sumbangan besar yakni 30 hingga 40 persen Pendapatan Domestik Bruto (PDB) Arab Saudi. Tetapi proporsi ekonomi juga sangat tergantung pada distribusi minyak. Maka, hal ini membuat Arab Saudi harus mengurangi ketergantungannya pada minyak.
Visi Arab Saudi 2030 berdasar pada tiga pilar utama, yakni pertama ingin menjadikan Arab Saudi sebagai jantung Islam. Kedua, determinasi sebagai kekuatan investasi global. Ketiga, ingin menjembatani dan menjadi perantara bagi tiga benua, yakni Asia, Eropa, dan Afrika.
Melalui tangan MBS, visi Arab Saudi 2030 akan dipersiapkan dan dikelola dengan matang. Maka, kedepan diharapkan wajah Arab Saudi akan berbeda. Kesan konservatif yang melekat dalam diri Arab Saudi lambat laun akan berubah menjadi moderat dan modern. Kita tunggu saja, apakah benar-benar bisa berubah? (AN)