Refleksi Nuzulul Qur’an: Keaslian Al-Qur’an dan Terbentuknya Tatanan Masyarakat

Refleksi Nuzulul Qur’an: Keaslian Al-Qur’an dan Terbentuknya Tatanan Masyarakat

Berbicara tentang keautentikan dan keaslian al-Qur’an tidak dapat disangsikan lagi. Bagi kita umat Islam hal ini merupakan keniscayaan untuk diyakini.

Refleksi Nuzulul Qur’an: Keaslian Al-Qur’an dan Terbentuknya Tatanan Masyarakat
Al-Qur’an

Berbicara tentang keautentikan dan keaslian al-Qur’an tidak dapat disangsikan lagi. Bagi kita umat Islam hal ini merupakan keniscayaan untuk diyakini. Dengan keasliannya itu al-Qur’an mempunyai kedudukan yang istimewa di antara kitab-kitab Suci yang lain. Di antara ciri autentisitas al-Qur’an adalah dari proses pengumpulan dan penyusunan al-Qur’an, yakni teks al-Qur’an atau Wahyu itu pada mulanya dihafalkan oleh Nabi dan para sahabatnya, langsung setelah wahyu diterima, kemudian ditulis oleh beberapa sahabat-sahabatnya yang ditentukan.

Hal ini berlangsung sampai wafatnya Nabi Muhammad SAW. Penghafalan al-Qur’an pada waktu itu sedikit sekali yang dapat menulis, hal ini memberikan jaminan bahwa pembukuan al-Qur’an benar-benar valid, selain itu juga ada beberapa regu yang ditunjuk untuk mengawasi pembukuan tersebut. dalam surat al-Hijr ayat 9 disebutkan:

“Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan al-Qur’an, dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya.”

Al-Qur’an merupakan kitab suci yang terdiri dari 114 surat dan susunannya ditentukan oleh Allah SWT. dengan cara tawqifi, tidak menggunakan metode sebagaimana metode-metode penyusunan buku-buku ilmiah. Metode yang digunakan al-Qur’an yakni banyak membahas persoalan induk kemudian silih-berganti diterangkan jawabannya.

Misalnya persoalan terkait akidah terkadang bergandengan dengan persoalan hukum dan kritik sejarah umat-umat terdahulu lalu disatukan dengan nasihat, ultimatum, dorongan atau tanda-tanda kebesaran Allah yang ada di alam semesta. Terkadang juga, ada suatu persoalan atau hukum yang sedang diterangkan tiba-tiba timbul persoalan lain yang pada pandangan pertama tidak ada hubungan antara satu dengan yang lainnya. Misalnya, apa yang terdapat dalam surah Al-Baqarah ayat 216-221, yang mengatur hukum perang dalam asyhur al-hurum berurutan dengan hukum minuman keras, perjudian, persoalan anak yatim, dan perkawinan dengan orang-orang musyrik.

Hikmah yang dapat diambil dari metode tersebut adalah agar memberikan kesan bahwa ajaran-ajaran al-Qur’an dan hukum-hukum yang tercakup didalamnya merupakan satu kesatuan yang padu dan harus ditaati oleh penganut-penganutnya secara keseluruhan tanpa ada pemisahan antara satu dengan yang lainnya. Yang demikian ini membuktikan bahwa al-Qur’an tidak dapat dipersamakan dengan kitab-kitab yang dikenal manusia.

Al-Qur’an yang merupakan salah satu mukjizat Nabi Muhammad SAW yang kekal dan ajaran-ajarannya bersifat universal. Hal tersebut didukung juga oleh keyakinan bahwa Islam merupakan agama terakhir yang menyempurnakan agama-agama sebelumnya. Karena hal tersebut, al-Qur’an harus menjadi panduan dalam menjawab persoalan-persoalan yang dihadapi oleh masyarakat muslim kapanpun dan dimanapun, serta sejalan dengan perubahan-perubahan yang dialaminya. Selain itu al-Qur’an merupakan salah satu sumber dan merupakan sumber utama dan pertama bagi umat Islam yang berfungsi sebagai petunjuk bagi kehidupan di dunia untuk meraih kehidupan di akhirat.

Al-Qur’an yang diturunkan pada masyarakat Arab yang pada saat itu sangat jahiliyah dan terjadi kerusakan sendi-sendi moral dan sosialnya. Kerusakan tata nilai masyarakat Arab sudah sedemikian parahnya sehingga diperlukan adanya kitab sebagai panduan dan petunjuk untuk meluruskan kondisi tersebut.  Al-Qur’an membawa tata nilai dan perubahan yang mampu memberikan pengaruh cukup mendalam pada diri orang Arab sehingga Islam mampu membangun tatanan baru masyarakat yang kokoh berlandaskan al-Qur’an. Paham politheisme dan paganism mampu dirubah menjadi tauhid dan monotheisme, fanatik akan kesukuan dirubah menjadi persamaan dan persaudaraan, penindasan menjadi keadilan sosial.

Al-Qur’an dan Pembentukan Tatanan Masyarakat

Dalam perjalaan hidup manusia, tantangan akan penyakit dan kerusakan sosial akan selalu ada. Hal ini sesuai dengan potensi yang dimiliki manusia yaitu potensi destruktif dan konstruktif. Oleh Sebab itu, adanya pedoman dan petunjuk mutlak harus ada untuk pegangan manusia. Dan al-Qur’an akan selalu menjadi kitab petunjuk dalam membimbing manusia di mana pun dan kapan pun terjadi kerusakan sosial.

Dalam al-Qur’an diajarkan sikap moral yang baik dan benar bagi tindakan manusia. Apakah itu tindakan politik keagamaan ataupun sosial, dipandang al-Qur’an sebagai ibadah (pengabdian terhadap Allah). Karena itu, al-Qur’an mengutamakan penekanan moral dan faktor-faktor psikologis yang melahirkan kerangka berfikir yang benar. Hal ini sesuai dengan tujuan utama al-Qur’an yakni menegakan sebuah tata aturan masyarakat yang adil, berdasarkan etika dan dapat bertahan di muka bumi. Hal ini sesuai dengan Firman Allah dalam Surat Thaha ayat 113:

Dan demikianlah Kami menurunkan al-Qur’an dalam bahasa Arab, dan Kami telah menerangkan dengan berulang kali, di dalamnya sebahagian dari ancaman, agar mereka bertakwa atau (agar) al-Qur’an itu menimbulkan pengajaran bagi mereka.

Dalam catatan sejarah, al-Qur’an diturunkan secara berangsur-angsur mengiringi dakwah Nabi selama kurang lebih 23 Tahun. Waktu yang sangat intens ini memberikan dampak bahwa segala ucapan dan tindakan Nabi selalu dibimbing oleh wahyu. Wahyu tersebut turun memberikan arahan-arahan dan petunjuk serta solusi terhadap permasalahan-permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat.

Al-Qur’an sebagai pedoman merupakan kitab yang sangat apresiatif dalam mengiringi perjalanan sejarah manusia. Hal tersebut tercermin dalam perbedaan teks al-Qur’an dari segi isi dan gaya bahasa yang dipergunakan antara periode Makkah dan periode Madinah. Periode Mekah (pertama) merupakan pembangunan masyarakat baru sebagai reaksi atas masyarakat lama. Pada periode ini teks al-Qur’an lebih dipusatkan pada pembentukan dasar-dasar ketauhidan dan kemanusiaan.

Sedangkan pada periode Madinah (kedua) adalah periode perkembangan sosial kemasyarakatan karena pada periode ini sudah termasuk periode kestabilan sosial. Pada periode ini mulai dibuat hukum-hukum syari’at dan perundang-undangan masyarakat seperti hukum keluarga dan perkawinan, tata cara mu’amalah, hubungan antar sesama muslim, antara Muslim dan non-Muslim hal ini bertujuan untuk melindungi masyarakat dari penyimpangan-penympangan dan dari orang-orang yang menyimpang.

Dapat dilihat bahwa telah terjadi dialog yang terus menerus antara teks al-Qur’an dengan realitas yang ada. Teks tidak dapat membangun peradaban, yang membangun peradaban adalah interaksi dan dialektika antar teks, manusia dan realitas dengan segala unsur yang ada didalamnya (sosial, politik, ekonomi, budaya). Dan al-Qur’an telah membangun sebuah peradaban yang kokoh secara bertahap karena interaksi yang serasi antar teks al-Qur’an dengan realitas yang ada.

Dari sini dapat terlihat bahwa terjadi dialog yang terus menerus antara teks al-Qur’an dengan realitas masyarakat yang ada. Dengan bantuan teks peradaban dibangun, manusia dan realitas dengan segala unsur yang ada didalamnya (sosial, politik, ekonomi, budaya). Al-Qur’an telah membangun sebuah peradaban yang kokoh secara bertahap karena interaksi yang serasi antar teks al-Qur’an dengan realitas masyarakat yang ada.