Fakta sejarah menunjukan Islam pernah terlibat dalam perperangan, terutama pada masa Rasulullah dan para sahabat. Keterlibatan Islam dalam perperangan pada waktu itu dapat dimaklumi karena perang sebagai salah satu cara membela diri dan mempertahankan kekuasaan pada zaman dulu. Sehingga tidak dapat dipungkiri sebagian teks al-Qur’an dan hadis berisi tentang perperangan, anjuran memerangi orang lain, dan jihad melawan musuh-musuh Islam.
Adanya teks al-Qur’an dan hadis tentang perperangan menunjukan Islam membolehkan perperangan bila syarat dan ketentuannya dipenuhi. Salah satu syarat dibolehkan berperang adalah apabila umat Islam diperangi dan umat Islam tidak boleh memulai perperangan terlebih dahulu. Perlu ditegaskan, perperangan pada masa dulu tidak pernah dilakukan karena perbedaan agama, tetapi ada alasan lain, seperti pengkhianatan, pelanggaran janji, dan lain-lain.
Pada masa sekarang, situasi umat Islam bisa dikatakan aman dan damai. Situasi dunia pun sudah mulai berubah. Tetapi yang menjadi permasalahan adalah teks al-Qur’an dan hadis tentang perperangan masih ada sampai sekarang dan tidak mungkin dihapuskan. Umat Islam juga tidak mungkin menutup mata adanya ayat al-Qur’an dan hadis yang menyuruh berperang.
Di antara hadis yang menunjukan untuk perang adalah:
عَنِ ابْنِ عُمَرَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – قَالَ أُمِرْتُ أَنْ أُقَاتِلَ النَّاسَ حَتَّى يَشْهَدُوا أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ ، وَيُقِيمُوا الصَّلاَةَ ، وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ ، فَإِذَا فَعَلُوا ذَلِكَ عَصَمُوا مِنِّى دِمَاءَهُمْ وَأَمْوَالَهُمْ إِلاَّ بِحَقِّ الإِسْلاَمِ ، وَحِسَابُهُمْ عَلَى اللَّهِ
Dari Ibnu Umar, bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Aku diperintah untuk memerangi manusia sehingga bersaksi bahwa tiada Tuhan kecuali Allah dan Muhammad adalah utusan Allah, dan supaya mereka menegakkan shalat dan mengeluarkan zakat. Jika mereka melakukan itu maka darah dan harta mereka mendapat perlindungan dariku, kecuali karena alasan-alasan hukum Islam. Sedangkan perhitungan terakhir mereka terserah kepada Allah. (HR: AL-Bukhari)
Hadis ini seringkali dipahami oleh sebagian umat Islam ataupun non-muslim. Muslim yang radikal memahami hadis ini sebagai perintah untuk memerangi dan membunuh orang yang tidak mau memeluk agama Islam. Sementara sebagian non-muslim memahami hadis ini sebagai bukti Islam agama kekerasan dan dakwah Islam disebarkan melalui perperangan.
Kedua anggapan ini tentu tidaklah benar, karena Islam adalah agama damai, bukan kekerasan, apalagi agama perang. Maka dari itu, untuk memahami hadis di atas perlu diperhatikan dua hal berikut ini:
Pertama, kalau hadis di atas dipahami sebagai kewajiban memerangi non-muslim sampai masuk Islam akan bertentangan dengan al-Qur’an, misalnya surat al-Baqarah ayat 256, “Tidak ada paksaan dalam beragama”, surat Yunus ayat 99, “Andaikan Tuhan menginginkan manusia di bumi beriman semuanya, maka akan beriman seluruhnya. Apakah kamu akan memaksa manusia sehingga mereka seluruhnya beriman”.
Kedua, tidak hanya bertentangan dengan al-Qur’an, pemaknaan seperti itu juga akan bertentangan dengan realita kehidupan Nabi sendiri. Sejarah menunjukan Nabi berhubungan baik dengan non-muslim, bahkan paman beliau sendiri, Ali bin Abu Thalib, belum memeluk agama Islam semasa hidupnya. Tapi Nabi tidak pernah membenci dan memerangi paman beliau. Bahkan ketika Nabi disakiti kafir Mekah, beliau malah mengatakan, “Ya Tuhan berilah petunjuk pada kaumku sesungguhnya mereka tidak mengetahui”.
Dikarenakan bertentangan dengan al-Qur’an dan sejarah kehidupan Nabi sendiri, maka tidak tepat memahami hadis di atas sebagai legitimasi untuk membunuh dan memerangi orang yang beda agama. Berdasarkan gramatikal Bahasa Arab, kata “Uqatilu” dalam hadis di atas dipahami sebagai perperangan. Perang berati ada dua pihak yang saling berusaha untuk mengalahkan lawannya.
Hadis di atas sebetulnya ingin menjelaskan bahwa Nabi dibolehkan untuk membunuh dalam perperangan. Kalau ada musuh yang melafalkan dua kalimat syahadat dalam perang tidak boleh membunuhnya. Ingat situasinya perperangan. Tapi kalau dalam situasi damai tidak boleh membunuh salah seorang pun, baik muslim dan non-muslim. Karena dalam surat al-Maidah ayat 32 ditegaskan, “Siapa yang membunuh satu orang, maka dia seakan-akan telah membunuh semua orang”.