Meskipun nasionalisme bukan istilah yang lahir dari Islam, tetapi makna dan substansinya sebetulnya tidak bertentangan dengan Islam. Sebab itu, mencari landasan nasionalisme atau dalil cinta tanah air tidak begitu sulit dalam Islam. Bahkan, Rasulullah sendiri dikisahkan dalam beberapa hadis juga memiliki rasa cinta terhadap tanah airnya.
Ibnu Abbas dalam hadis riwayat al-Tirmidzi menjelaskan betapa cinta dan bangganya Rasul pada tanah kelahirannya. Rasa cinta tersebut terlihat dari ungkapan beliau terhadap Mekah. Beliau mengatakan, “Alangkah indahnya dirimu (Mekah). Engkaulah yang paling kucintai. Seandainya saja dulu penduduk Mekah tidak mengusirku, pasti aku masih tinggal di sini” (HR: al-Tirmidzi).
Tidak hanya Mekah yang dicintai Rasul, Madinah pun juga demikian. Dikisahkan oleh sahabat Anas dalam hadis riwayat al-Bukhari, ketika Rasulullah pulang dari perjalanan jauh, beliau mempercepat kendaraannya (unta) saat melihat dinding kota Madinah, karena cintanya pada Madinah (HR: al-Bukhari).
Dilihat dari sejarahnya, sangat wajar bila Rasulullah SAW mencintai dua negeri ini: Mekah sebagai tempat kelahiran beliau dan Madinah sebagai tempat hijrah Rasul. Sebab itu, rasa cinta tanah air atau nasionalisme bukanlah paham thagut dan kafir sebagaimana dituduhkan oleh sebagian kelompok.
Kalau dikatakan paham kafir dan bertentangan dengan Islam, buktinya Rasulullah sendiri juga cinta pada tanah kelahirannya. Tidak ada bedanya rasa cinta kita terhadap bangsa Indonesia dengan cinta Rasul terhadap Mekah dan Madinah. Oleh karenanya, para ulama mengatakan, hubbul wathan minal iman, cinta tanah air bagian dari keimanan.