Mungkin di antara kita ada yang mengeluh, “Ada yang Rajin Shalat, tapi kenapa masih jalan korupsinya? Saya yang rajin shalat, tetap saja masih miskin.”
Dalam Al-Quran senantiasa kita diingatkan, jika hati merasa galau, sedih dan gelisah, maka segeralah mengingat Allah. Ala bidzikrillahi tathma’innul qulub. Ada zikir yang pendek dan simpel yang disukai Allah, seperti la ilaha illah. Tetapi, tentu kita membutuhkan zikir yang lebih lengkap dan optimal, dan cukup dilakukan lima kali sehari, yakni melalui pelaksanaan shalat.
Kesulitan hidup, kesempitan hati, sakit, banyak masalah dan seterusnya, maka obatilah dengan sabar dan shalat. Jika shalat kita baik, maka belum tentu segala urusan itu selesai, tapi setidaknya kita menjadi kuat, tangguh dan memiliki kelapangan hati dalam menghadapi segala ujian hidup. Sebab, banyak orang yang hartanya berlimpah, punya mobil mewah, rumah megah, tapi hati mereka tetap sempit dan nelangsa. Kekayaan materi sudah dimiliki, tapi mereka jauh dari kekayaan hati. Padahal pengertian rizki yang sebenarnya adalah soal kekayaan jiwa dan kelapangan hati.
“Tapi ada orang jahat, menjadi koruptor dan teroris, padahal shalatnya rajin, bagaimana itu?”
Berarti orang itu, walaupun banyak shalatnya, tapi shalatnya tidak benar. Sebab, orang yang shalatnya benar, dia akan tertutup hatinya dari kemungkinan berbuat maksiat dan angkara murka (tanha ‘anil fahsya wal munkar). Orang yang shalatnya baik, tak mungkin punya kecenderungan anarkis, tak akan mengambil hak orang lain, apalagi hak rakyat banyak. Karena, dengan ibadah yang baik, Allah akan menutup kesempatan baginya untuk berbuat zalim dan aniaya terhadap dirinya sendiri, maupun orang lain.
“Tapi, kami sudah banyak shalat, namun selalu pusing dan galau karena banyak urusan, bagaimana ini?”
Kalau begitu, maka tingkatkan kualitas shalatnya. Boleh jadi lantaran shalatnya kurang beres dan tak pernah khusyuk. Jangan terburu-buru saat melakukan shalat, seakan cukup untuk menggugurkan kewajiban saja. Mau mengejar apa harus tergesa-gesa saat menghadap dan mengingat keagungan Tuhan? Wong kita hanya melakukannya cuma lima kali dalam sehari semalam, juga waktunya enggak panjang-panjang amat. Paling sekitar tujuh atau sepuluh menit saja?
Tetapi, waktu singkat yang hanya tujuh menit itu sudah terangkum di dalamnya zikir-zikir terbaik yang diajarkan agama kepada kita. Maka, lakukanlah dengan fokus dan rileks (khusyuk). Di dalam shalat ada bacaan al-Fatihah sebagai surat terbaik dari kitab suci Al-Quran. Ada takbir, tasbih, tahmid, tahlil, shalawat kepada Nabi Muhammad dan Nabi Ibrahim. Bahkan, terkandung kelengkapan doa untuk kesuksesan dan kemaslahatan hidup, baik di dunia maupun di akhirat kelak. Kurang apa lagi?
Jika kita merasa bergelimang dosa dan kesalahan dalam menjalani hidup, maka di dalam shalat sudah ada bacaan istighfar (rabbi ighfirli). Jika kita merasa resah dan gelisah, maka di sana ada permintaan agar dikasihi dan disayang Tuhan (wa irhamni). Jika kita merasa kekurangan, maka kita pun minta dicukupkan (wa ijburni). Jika kita dihadapkan dengan berbagai kritik dan penghinaan, maka di dalam shalat ada permintaan untuk diangkat derajat kita (wa irfa’ni). Jika kita ingin ditambahkan rizki kita, maka di sana ada permintaan agar diberkahi rizki (wa irzuqni). Jika ilmu kita merasa kurang dan takut tersesat, maka di sana ada permintaan agar diberi petunjuk (wa ihdini). Jika badan kita meriang dan sakit-sakitan, maka di sana ada permintaan agar disehatkan dan disejahterakan (wa ‘afini). Dan jika kita khawatir pada amarah dan murka Tuhan, maka di sana ada permintaan agar dimaafkan (wa’fu anni). Lalu, kurang apa lagi?
Jika kita ingin rajin shalat dan shalat yang baik, maka bacaan-bacaan shalat harus dihayati secara mendalam. Harus ada perenungan dan penjiwaan, sehingga merasuk ke dalam kalbu. Di dalam bacaan shalat juga ada penolakan terhadap takhayul dan khurafat, agar kita senantiasa difokuskan untuk menyembah Allah Yang Maha Esa. Dialah Tuhan Yang Maha Agung, Penggenggam langit dan bumi, dan kita diperintahkan agar berpasrah diri secara total kepada-Nya. Baik dalam urusan shalat maupun ibadah lainnya, bahkan hidup dan mati kita dipasrahkan sepenuhnya kepada Allah Swt. Kurang apa lagi?
Di dalam bacaan shalat ada penyampaian salam dan salawat kepada orang-orang baik dan saleh, para nabi, juga kesaksian di hadapan Allah untuk berikrar bahwa tak ada tuhan lain selain-Nya, juga berikrar bahwa Nabi Muhammad adalah rasul dan utusan-Nya. Selain itu, kita pun memberi salam dan salawat kepada keluarga Rasulullah, termasuk kepada Nabi Ibrahim dan keluarganya. Jadi, di sana ada pengakuan kita akan kemuliaan Ibrahim sebagai bapak tauhid, yang merupakan leluhur dari para nabi dan rasul, termasuk nabi-nabi dari keturunan Bani Israel.
Pada saat shalat, kita menghadap Ka’bah sebagai kiblat dan pusat kosmos, karena di daerah itu tempat dilahirkan dan wafatnya Nabi Muhammad, juga wilayah yang paling banyak didoakan dan dibacakan asma Allah. Di sanapun terkandung air dengan kadar mineral tertinggi di dunia (zamzam). Untuk itu, jika ibadah kita lebih mendekati radius Ka’bah, maka satu rakaat dalam shalat sejajar dengan 10.000 rakaat di tempat lain.
Di masjid Nabawi dan sekitar makam Nabi (Madinah), shalat satu rakaat sejajar dengan 1.000 rakaat di tempat lain. Sedangkan, di Baitul Maqdis (Yerusalem), tempat dilahirkannya para nabi sebelum Muhammad, shalat satu rakaat sebanding dengan 500 rakaat di tempat lain.
Di dalam bacaan tahiyyat akhir, kita pun berlindung dan berdoa agar dilapangkan di alam kubur. Juga berlindung dari segala kekejian konspirasi Raja Iblis (dajjal). Sebab, hanya Allah Yang Berkuasa melindungi kita dari keganasan makhluk-makhluk-Nya, dan hanya Allah Yang Berkuasa membolak-balik hati kita, bahkan semua hati para makhluk-Nya, baik dari kalangan jin dan manusia. Di dalam shalat pula, kita minta diteguhkan hati dan jiwa kita pada agama Allah, agama yang lurus dan diridhoi oleh-Nya.
Selain itu, ada perkara lain yang kemaslahatannya selalu disandingkan dengan shalat, yakni zakat (aqimus-shalah wa’atuz-zakah). Banyak orang berpunya dan berlimpah materi namun kekayaannya cacat dan kotor karena tidak dikeluarkan zakatnya. Padahal, mengeluarkan zakat identik dengan membersihkan harta, sehingga penggunaanya jadi berkah dan nyaman.
Orang yang tidak mengeluarkan zakatnya, seakan menimbun lemak dan kolesterol yang membuat tubuhnya dipenuhi luka, bakteri dan penyakit, baik secara fisik maupun batin. Kalau fisik kita sakit, akan sulit batin menjadi tenang, apalagi jika batin yang sakit, tak mungkin bisa menyamankan tubuh dan fisik kita.
Orang yang tidak mengeluarkan zakatnya – meskipun ia rajin shalat – tetap saja hartanya akan menuntunnya kepada kejahatan dan kemaksiatan. Walaupun orang itu rajin beribadah, tapi dia tergolong orang yang “mendustakan agamanya”. Jadi, orang yang tidak menafkahkan hartanya di jalan Allah, jika pun melakukan shalat, mesti shalatnya dilakukan karena riya, politis dan mengharap pujian orang. Bukan atas dasar rasa syukur kepada karunia Allah.
Maka, antara shalat dan zakat harus selaras menjadi satu paket. Orang yang berlimpah hartanya tetapi shalatnya tidak benar, maka hartanya boleh jadi bertambah tapi keberkahannya tidak akan bertambah. Begitupun orang yang melakukan shalat tetapi tidak berzakat, maka harta yang dimilikinya akan mengarahkannya di jalan yang tidak baik dan benar. (AN)
*Penulis buku Pikiran Orang Indonesia dan Perasaan Orang Banten.