Menjelang pukul 12 siang di bulan Rajab yang mulia ini, shaf-shaf salat Jumat masih banyak yang longgar. Terisi pelan-pelan sekali. Jamaah masjid pinggiran kota Jogja ini punya kebiasaan seperti kebanyakan jamaah salat Jum’at masjid perkotaan yang baru datang ketika khotbah Jum’at sudah dimulai. Bisa jadi karena sibuk dengan jam kerja atau mahasiswa yang memang suka sekali dengan deadline. Termasuk Jumatan.
“Bulan Rajab adalah bulan yang mulia, kita dianjurkan untuk senantiasa memperbanyak ibadah kepada Allah Swt.” Begitu khatib memulai khotbahnya, menyampaikan perihal kemuliaan bulan Rajab
Berbagai dalil dari al-Qur’an dan Hadis disajikan, menerangkan keutamaan bulan Rajab ini. Tidak ketinggalan metafora bahwa bulan Rajab adalah masa menanam. Ibaratnya, jika kita seorang petani, pada bulan ini kita dianjurkan untuk sebanyak-banyaknya menanam. Pada saatnya nanti di bulan Ramadhan kita akan memetik hasil dari yang kita tanam pada bulan ini.
“Bulan Rajab merupakan bulannya Allah Swt, bulan Sya’ban adalah bulannya Nabi Muhammad Saw, dan pada bulan Ramadhan kita semua memetik hasilnya” demikian yang diungkapkan oleh khotib dalam khotbah Jum’at siang ini (12/03) di Masjid al-Jannah, Banguntapan, yang lokasinya di pinggiran Jalan Ring Road Timur Jogja.
Adapun yang dimaksudkan oleh khatib perihal bulan Rajab sebagai bulannya Allah Swt adalah pada bulan ini Allah Swt meminta kita semua, segenap hambanya, untuk banyak beribadah kepada-Nya. Pada bulan Rajab ini, barang siapa yang memperbanyak ibadah, maka ia akan mendapat banyak ganjaran pahala dari Allah Swt.
Dari status bulan Rajab sebagai bulannya Allah Swt ini, maka kemudian bulan ini disebut sebagai bulan yang mulia, lebih tepatnya dimuliakan oleh Allah Swt. Barang siapa yang banyak melakukan amal ibadah kepada-Nya, maka ia akan dimuliakan oleh-Nya.
Karena bulan Rajab menyandang status sebagai bulan yang mulia, bahkan peperangan tidak boleh dilaksanakan pada bulan ini. Keterangan demikian ini lahir dari konteks zaman awal perkembangan Islam di tanah Jazirah Arab yang kerap terjadi peperangan dalam rangka ekspansi maupun mempertahankan Islam.
Larangan untuk melakukan peperangan tersebut bersumber dari sebuah penjelasan dari Imam Ibnu Katsir dalam kitab tafsirnya bahwa pada bulan yang mulia ini dilarang untuk berbuat aniaya kepada diri kita masing-masing. Apalagi kepada orang lain. Dalil tersebut kemudian yang menjadi landasan kenapa peperangan pada bulan ini dilarang.
Mengingat bahwa aktivitas peperangan selalu saja mengorbankan jiwa manusia. Dalam setiap pertempuran, tentu saja pasti ada dari ratusan bahkan ribuan nyawa yang menjadi korban. Maka kemudian, aktivitas peperangan termasuk yang dilarang dilakukan pada bulan ini.
Pada bulan Rajab yang mulia ini, dimana bulan yang sangat dicintai oleh Allah Swt, selain akan banyak mendatangkan pahala kepada hamba-Nya yang memperbanyak ibadah, juga akan memperbanyak ganjaran dosa bagi hamba-Nya yang gemar melakukan tindakan yang tidak baik, seperti aktivitas yang merugikan dan menyakiti diri sendiri sebagaimana yang telah dicontohkan tadi.
Maka kemudian, pada bulan yang mulia ini dianjurkan untuk mulai membiasakan diri untuk banyak melakukan aktivitas peribadatan. Bulan Rajab ini dapat diibaratkan sebagai bulan pemanasan atau persiapan. Pada bulan inilah bagian awal dari rangkaian bulan-bulan yang diistimewakan oleh Allah Swt.
Rangkaian bulan yang diistimewakan oleh Allah Swt dimulai dari bulan Rajab, kemudian dilanjutkan pada bulan Sya’ban, kemudian dilanjutkan pada bulan Ramadhan dan semua keistimewaan tersebut dipungkasi oleh perayaan penuh kemenangan, yakni pada hari raya Idul Fitri.
Pada hari raya Idul Fitri itulah kita akan memetik semua ibadah yang kita giatkan pada bulan Rajab, Sya’ban dan Ramadhan. Dan pada saat Idul Fitri itulah kita akan memetik kemenangan kita atas hawa nafsu kita. Pada saat Idul Fitri kita kembali kedalam fitrah kita, yakni kejernihan diri kita, laksana bayi yang baru dilahirkan.
Sebagaimana yang telah diwartakan khatib di awal, bahwa bulan Rajab yang mulia ini ibarat masa tanam yang nanti pada hari raya Idul Fitri kita bakalan memetik kemuliaannya. Tak terasa saya membayangkan, pada hari raya itu kita akan berkumpul, bercengkrama bersama keluarga dan kerabat yang kita sayangi, sekaligus ditemani berbagai kuliner yang aduhai lezatnya.. Gerrr.
Tapi sontak lamunan saya buyar, mengingat di bulan Rajab saja ibadah saya masih belum pemanasan. Gimana nanti mau berlomba di bulan Ramadhan, apalagi mau meraih kemenangan di bulan Syawal?
Wallahu a’lam.