Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu telah mengumumkan rencana proses pencaplokan atau aneksasi terhadap 30 wilayah permukiman Yahudi dan Lembah Yordania di Tepi Barat yang akan dimulai pada 1 Juli 2020. Langkah Netanyahu ini dinilai tidak bisa dilepaskan dengan agenda yang didorong Amerika Serikat dan diklaim sebagai langkah perdamaian Israel-Palestina yang diumumkan Presiden Donald Trump 28 Januari 2020.
Seperti sudah diperkirakan, kebijakan aneksasi memancing penolakan dari Palestina, dan banyak negara dunia, termasuk negara-negara Liga Arab. PBB telah meminta Israel membatalkan langkah tersebut. Sementara, lebih dari 1.000 anggota parlemen Eropa dari 25 negara mendesak agar negara-negara Eropa turun tangan untuk menghentikan rencana aneksasi Israel atas wilayah Tepi Barat.
Bukan hanya pihak luar, penentangan juga datang dari dalam Israel sendiri. Berdasarkan jajak pendapat baru-baru ini Jerusalem Post baru-baru ini, hanya 27 persen responden yang secara tegas mendukung aneksasi. Sementara 23 persen menentang gagasan itu secara langsung, dan 21 persen lainnya mengatakan rencana itu harus ditunda, sisanya tidak punya opini.
Direktur Wahid Foundation, Yenny Wahid, menentang keras rencana Israel tersebut.
“Rencana kebijakan Perdana Menteri Netanyahu mencaplok wilayah Tepi Barat itu contoh ketidakadilan yang nyata bukan hanya bagi Palestina, tapi juga bagi dunia,” ujar Yenny. “Keadilan bukan hanya penting, tapi juga fundamental. Inilah makna dari perkataan perdamaian tanpa keadilan adalah ilusi,” imbuhnya, menyitir pernyataan Gus Dur.
Pencaplokan wilayah Tepi Barat itu, lanjut Yenny, akan berakibat langsung pada putusnya akses sumber air dan memburuknya kondisi kemanusiaaan bangsa Palestina. Lebih jauh, pencaplokan itu bakal meruntuhkan solusi dua negara yang menjadi basis proses cipta damai Palestina-Israel.
“Ingat, rencana ilegal Israel itu juga berpotensi makin meningkatkan sentimen radikal-ekstremis dan bara konflik di kawasan,” tegas Yenny.
Melalui Wahid Foundation, ia pun menegaskan sikap penting terkait rencana aneksasi Israel ini.
1. Mengecam rencana Israel mencaplok wilayah Tepi Barat di Palestina yang rencananya akan dilakukan pada 1 Juli 2020. Tindakan tersebut merupakan pelanggaran hukum internasional dan melanggar hak bangsa Palestina sebagai angsa yang merdeka dan berdaulat. Pencaplokan ini juga akan merusak perdamaian yang telah dibangun bertahun-tahun dan menciptakan ketegangan di kawasan.
2. Mendesak Pemerintah Amerika Serikat ikut menghentikan langkah pencaplokan tersebut sebagai komitmen agenda perdamaian Israel-Palestina.
3. Menuntut dunia internasional bersungguh-sungguh melakukan langkah nyata menghentikan rencana aneksasi tersebut.
4. Mengajak masyarakat Indonesia mendukung penuh Pemerintah Republik Indonesia, yang saat ini menjadi anggota tidak tetap Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK PBB), melakukan langkah-langkah tegas menolak dan mencegah terjadinya aneksasi Israel terhadap wilayah Palestina.
5. Mengajak masyarakat Indonesia bersama-sama menyuarakan penolakan dengan cara-cara damai dan menghindari cara-cara kekerasan dan intoleran. [DP]