Menjalankan Ibadah Puasa di bulan ramadhan merupakan kewajiban bagi seorang muslim di belahan bumi manapun, terlebih lagi puasa merupakan salah satu rukun Islam ketiga setelah dua kalimat syahadat dan shalat lima waktu. Hai orang-orang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa (QS. Al Baqarah : 183). Begitu kitab suci bilang. Kita manusia enggak suci-suci amat, tapi Qur’an itu keramat, tetap wajib diikuti.
Penting bagi kita menjalankan puasa di bulan yang penuh berkah, dengan limpahan pahala yang berlipatganda di dalamnya. Tak terkecuali bagi orang yang bekerja. Sekalipun kepayahan, selama dia muslim maka tetap wajib berpuasa di bulan Ramadhan.
Ngomong-ngomong bekerja, saya juga pekerja. Buruh pabrik, lebih tepatnya. Di tahun 2020 kemarin saya pernah bekerja di salah satu pabrik manufaktur alas kaki yaitu PT Selalu Cinta Indonesia (PT. SCI) dengan produk ekspor sepatu. Kalian pernah dengar merek sepatu Nike atau Converse bukan? Nah, tangan saya ikut andil dan meneteskan keringat di sepatu-sepatu merek itu. Saat itu saya bekerja di sela mengambil cuti kuliah di IAIN Salatiga.
Bekerja jadi buruh pabrik sangat melelahkan, apalagi pada bagian assembling di departemen saya bekerja yang pakai otot. Assembling merupakan bagian yang bertugas menggabungkan upper (bagian atas sepatu) dan bottom sepatu hingga membentuk sesuai desain yang telah ditentukan.
Di bagian assembling ini saya diberi jobdesk sebagai penempel outsole, yaitu menempelkan outsole (bawah sepatu) dengan upper (kain sepatu). Bisa dibayangkan jika dalam satu departemen setiap harinya ada 1000 pasang sepatu yang harus dibuat, berarti ada 2000 sepatu kanan dan kiri yang harus di tempel outsole. Untuk setiap sepatu harus dipasang diberi waktu 13-16 detik, setelah selesai sepatu kembali diletakkan ke conveyor. Jika lebih dari waktu yang ditentukan, maka akan terjadi penumpukan di satu proses dan pasti akan menjadi masalah dan pasti akan kena semprot leader atau atasan.
Conveyor tidak akan berhenti kecuali pada waktu istirahat. Padahal ada berbagai model sepatu yang susah dan sulit dibuat, terlebih untuk jenis sepatu margdad yang sudah digeji (garis pola) dari bagian sewing. Pada bagian jahit (sewing), pembuatan bahan (technical) semuanya menggunakan mesin, hanya pada bagian assembling-lah pekerja sepenuhnya menggunakan otot manusia.
Bisa dibayangkan kan, bagaimana buruh pabrik dituntut untuk bekerja cepat dan fokus. Tentu sangat menguras tenaga, apalagi di bulan puasa.
Beruntung, kami sebagai buruh pabrik diberi fasilitas kantin yang cukup luas, bisa dikatakan seukuran lapangan sepak bola. Bahkan lebih. Kantin ini selalu menyediakan makanan dengan gizi yang cukup dan seimbang untuk karyawannya secara gratis. Bahkan saya masih ingat betul menu utama yang setiap hari disediakan. Setiap hari Senin ayam goreng, hari Selasa telur rebus, hari Rabu sosis dan nuget ayam, hari Kamis ayam santan kuning, dan hari Jum’at telur omlet. Untuk minumnya bisa langsung mengisi di stasiun air minum di setiap sudut pabrik yang telah disediakan yang pastinya sudah tersterilisasi dan tentunya aman untuk dikonsumsi.
Jadi kebayang makanan ya? Iya, sama.
Nah, pada bulan puasa, sebenarnya kantin perusahaan dengan makanan enak itu tutup dan jam istirahat dikurangi menjadi 30 menit yang hanya dapat dipergunakan untuk sholat dan istirahat sebentar. Namun sebagian dari seluruh karyawan tetap memilih keluar gerbang pabrik, yang mungkin mereka keluar untuk sekadar rehat. Atau nongkrong, atau merokok, atau makan di waktu yang singkat itu.
Memang mereka yang keluar gerbang pabrik kebanyakan non-Muslim, namun terkadang ada saja teman saya yang Muslim, saya tahu persis, yang saya jumpai keluar gerbang pabrik dan melenggang ke Warteg. Bahkan teman saya sendiri yang sama-sama muslim keluar pabrik dengan wajah sumringah. Alasannya kepengen yang seger-seger. Saya jadi garuk-garuk kepala enggak habis pikir; Tuhan sudah betul menjanjikan surga, tapi kenapa kamu malah lebih memilih es teh Warteg?
Entah kenapa banyak dari teman saya yang Muslim lebih memilih telat dari warteg daripada telat dari mushola perusahaan. Di surga ada delapan pintu. Salah satu pintunya disebut Ar Rayyan yang tidak dimasuki kecuali oleh orang yang berpuasa. Setelah mereka masuk, maka ditutuplah pintu itu, dan tidak ada yang masuk selain mereka (HR Bukhari dan Muslim).
Kabarnya, di bulan Ramadhan pintu-pintu surga dibuka, pintu-pintu neraka ditutup, serta setan dibelenggu (HR Bukhari dan Muslim). Walaupun setan sudah diikat rantai dan dijerat borgol, namun masih saja ada “setan-setan” yang kelihatan mata dan menggoda puasa kita. Dengan cara minum es teh di siang hari seperti teman saya, misalnya.
Menjalankan puasa dengan ikhlas merupakan kunci untuk kita terhindar dari godaan setan berwujud manusia kaya gitu. Walauapun kita lelah, haus, marah, jengkel karena capek bekerja, pilihan yang ada hanyalah menahan diri dari itu semua supaya tidak membatalkan puasa kita. Bagi orang yang berpuasa akan mendapatkan dua kebahagiaan yaitu kebahagiaan ketika dia berbuka dan kebagiaan ketika berjumpa dengan Rabb-nya.
Perlu diketahui juga jarak tempat saya bekerja dengan mushola memerlukan waktu 8 menit dengan berjalan kaki, sedangkan jika keluar gerbang menuju ke warteg bisa jadi 12 menit. Tapi itu ya pilihan pribadi masing-masing. Saya tidak bisa membatasi mereka. Sebagai orang awam saya cuma bisa membayangkan, kok ya seorang Muslim lebih memilih makan di Warteg dengan memesan seporsi nasi sayur + ayam ditambah es teh, daripada surga yang seluas langit-bumi.
Ketika saya berkerja di PT SCI ini, saya menemukan bebagai karakter orang yang mungkin belum pernah saya temukan di tempat lain. Tidak hanya dengan sesama Muslim, saya juga berteman dengan mereka yang memiliki keyakinan berbeda. Dan pengalaman yang terjadi sangat bermacam-macam. Kadang lucu, kadang menjengkelkan, sering menyenangkan.
Ada satu teman beda keyakinan yang berkesan bagi saya. Tempat kerjanya bersebelahan dengan saya setiap harinya dan karena itu saya sering berdiskusi dan belajar juga darinya tentang bagaimana kehidupan beragama masing-masing.
Selama dia tahu kami yang Muslim berpuasa, dia tidak pernah sekalipun mengajak untuk makan keluar. Bahkan pernah suatu ketika kami buka bersama. Walaupun dia non-muslim namun kami mengajaknya, kami mengadakan buka bersama dengan teman satu departemen. Saat tiba waktu Maghrib dia berbicara kepada saya dan mengena sampai saat ini; “Kenapa enggak shalat dulu sih, malah makan? takut habis yah?”. Lantas saya jadi teringat sebuah hadis Rasulullah yang berbunyi “Tidak ada shalat ketika makanan telah dihidangkan, begitu pula tidak ada shalat bagi yang menahan akhbatsan (kencing atau buang air besar)” (HR Muslim no. 564) dan aku menjawab pertanyaannya dengan demikian. Lantas kami jadi terbiasa berdiskusi dan bertukar pikiran tentang agama masing-masing.
Penting bagi kita sebagai seorang muslim untuk berteman dan memilih teman dengan seseorang yang baik, mukmin, dan berakhlak mulia karena di hari akhir nanti dia yang mungkin menjadi penolong kita ketika tidak seorang pun bisa dimintai bantuan. Celaka aku! Sekiranya (dulu) aku tidak menjadikan si fulan itu teman akrab (ku) (Al Furqan : 28). Dari pengalaman sebagai buruh pabrik, bisa dibilang ayat tersebut saya maknai bahwa kita perlu menjadikan semua orang yang pernah kita temui sebagai pengalaman untuk menjadi pribadi yang lebih baik, dan pastikan hidup harus bermanfaat dan saling belajar dari semuanya, baik Muslim atau bukan.
*Artikel ini adalah konten hasil kerjasama Islamidotco dan Sharia International Center IAIN Salatiga