Pada umumnya, adzan dikumandangkan oleh orang yang dikenal baik dan shaleh di lingkungan masyarakat. Jarang dijumpai seorang yang dikenal sebagai penjudi atau pemabuk mengumandangkan adzan. Dan kalau pun ada, pasti akan mendapatkan banyak protes dari masyarakat sekitar.
Hal ini bisa dimaklumi karena memang pada dasarnya syariat menganjurkan adzan dikumandangkan oleh orang terbaik, baik akhlak dan suaranya, dan terpercaya. Nabi SAW bersabda;
لِيُؤَذِّنْ لَكُمْ خِيَارُكُمْ
“Hendaklah adzan untuk kalian orang terbaik kalian.”
Perintah dalam hadis ini bersifat anjuran, tidak wajib. Karena itu, kebanyakan ulama membolehkan adzan dikumandangkan oleh orang fasik, ahli maksiat, preman dan pemabuk meskipun di dalam masjid. Selama adzan dikumandangkan dengan benar, tidak masalah orang fasik atau preman mengumandangkan adzan di masjid. Sebab adzan bertujuan untuk i’lam, atau pemberitahuan masuknya waktu shalat, dan tujuan tersebut bisa tercapai meskipun dilakukan oleh orang fasik, preman, ahli maksiat atau lainnya.
Meskipun preman boleh adzan di masjid, namun hukumnya makruh. Hal ini karena ketentuan fiqih menyebutkan bahwa adzan sebaiknya dilakukan oleh orang adil (akhlak dan agamanya baik), terpercaya dan baligh. Dalam kitab Al-Mughni, Ibnu Qudamah mengatakan;
ويستحب أن يكون المؤذن عدلا أمينا بالغا ؛ لأنه مؤتمن يرجع إليه في الصلاة والصيام
“Disunahkan orang yang adzan harus adil, terpercaya dan baligh. Hal ini karena dia dipercaya untuk bisa diikuti dalam waktu shalat dan puasa.”
Disebutkan juga dalam kitab Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyah Al-Kuwaitiyah;
يستحب أن يكون عدلا ؛ لأنه أمين على المواقيت ، وليؤمن نظره إلى العورات ، ويصح أذان الفاسق مع الكراهة
“Sebaiknya muazzin adalah orang yang adil (akhlak dan agamanya baik) karena dia dipercaya atas waktu-waktu (shalat dan lainnya). Dan hendaklah dia menjaga pandangannya dari melihat aurat. Dan sah adzannya orang fasik meski makruh.”