Banyak orang mengira poligami adalah sekadar hasrat yang membuncah. Seolah laki-laki tidak mampu mengendalikan alat kemaluannya. Seakan laki-laki tidak memikirkan apa-apa kecuali area perut ke bawah.
Dalam kenyatannya, padahal, jelas sekali poligami adalah sebuah strategi politik. Kelompok agama tertentu melakukan itu dalam rangka menambah pengikut. Jaringan kekerabatan juga akan berlipat dua, tiga, bahkan hingga empat.
Strategi politik poligami adalah antitesis dari kecenderungan demografis masyarakat modern, khusunya di negara-negara Barat, yang justru mengalami penuaan (ageing society). Berlawanan dengan keengganan orang-orang zaman sekarang untuk membiakkan keturunan, para pelaku poligami memikirkan hal yang sebaliknya. Karena paham bahwa kemenangan politik adalah perkara jumlah, mereka melahirkan populasi sebanyak-banyaknya.
Belum lagi melihat penggunaan kontrasepsi di kalangan penganut monogami. Sekarang jumlah anak mereka biasanya hanya satu, dua, atau maksimal tiga. Bahkan sebagian berpikir bahwa yang terpenting dari kehidupan seksual adalah rekreasi bukan reproduksi.
Makanya saya kira kekuatan-kekuatan politik kanan, seperti PKS di Indoensia, yang rata-rata pro-poligami akan semakin kuat. Anak-anak mereka banyak dan terus berpinak. Bagaimanapun, setuju atau tidak, ini adalah hal penting di alam demokrasi modern yang menganut prinsip satu orang satu suara.