Setiap pulang dari kantor, saya melewati penjual jersey bola yang menggelar lapaknya di samping jalan nasional. Pelapak ini biasanya setiap hari menjual kostum klub bola. Tapi khusus Piala Dunia, ia lebih banyak memajang seragam negara-negara peserta ajang empat tahunan itu.
Saya mengenalnya, sebut saja Pak Dullah (nama samaran). Ia bercerita, selama Piala Dunia 2022, ia kebanjiran order jersey tim Maroko. Tim asal Afrika itu memang menjadi salah satu skuad favorit di Qatar. Kata Pak Dullah, alasan banyak orang-orang sini memesannya karena sama-sama negara muslim.
“Pas saya tanya, mereka bilangnya, ‘seneng aja pak, sama tim muslim’,” cerita Pak Dullah.
Selain orderan jersey tim Maghrib yang meningkat, Pak Dullah juga menemukan fenomena menarik. Biasanya orang-orang yang datang ke lapaknya selalu punya tujuan atau pilihan. Misalnya, mereka sudah punya keinginan kostum tertentu, atau dengan tulisan dan nomer punggung pemain tertentu.
Tapi, semenjak Piala Dunia Qatar, orang-orang yang pesan di lapaknya agak berbeda. Banyak dari mereka yang gak tau nama pemain, atau bingung mau pilih jersey apa.
“Mereka bilangnya, ‘Di tongkrongan saya dipilih buat dukung tim ini, pak. Yah, apa boleh buat. Gpp, biar saya bisa ngikutin tren’,” lanjut Pak Dullah menirukan pembelinya.
Dari cerita Pak Dullah, saya jadi terpikir bahwa Piala Dunia ini seperti bulan Ramadhan. Ada penggemar yang memang benar-benar menggandrungi dan ada penggemar yang musiman. Suka bola kalau sedang ada event Piala Dunia saja.
Sebagaimana Ramadhan. Ketika sedang tren, orang-orang berbondong-bondong ke masjid, makanan-makanan Arab mulai laku dibeli, pakaian keislaman, koko-peci mulai dijual banyak di pinggir-pinggir jalan.
Pasca Ramadhan, semua itu hilang entah kemana. Bahkan, belum sampai Ramadhan usai, saf masjid semakin berkurang. Secara natural, para penggemar Ramadhan mulai tersaring. Yang bertahan hingga akhir atau pasca Ramadhan, dialah para pecinta Ramdahan yang sesungguhnya.
Setidaknya ada dua kategori para penggemar Ramadhan dan Piala Dunia yang hampir mirip-mirip.
Penggemar Setia
Sebelum Ramadhan tiba, para penggemar setia ini sudah menyambutnya jauh-jauh hari, mempersiapkan sematang-matangnya dengan melatih puasa sunnah. Al-Quran biasa dibacanya hampir setiap hari. Namun saat bulan puasa tiba, ia menambah bacaanya berkali-kali lipat. Setelah Ramadhan, mereka masih tetap puasa sunnah, shalat tahajud, dan baca Al-Quran.
Sebagaimana Ramadhan, para penggemar setia Piala Dunia ini pun sama. Mereka biasanya sudah menyukai bola jauh sebelum Piala Dunia. Biasanya mereka memiliki tim-tim favorit yang selalu didukung, bahkan tak ketinggalan ditonton setiap minggu. Kalau terlewat, paginya selalu nonton highlight-nya.
Saat Piala Dunia, para penggemar setia ini memilih memfavoritkan tim-tim yang diisi oleh pemain klubnya. Jika tidak, biasanya memilih tim/negara dengan materi pemain yang bagus. Sebagian bahkan sudah memiliki tim favoritnya sendiri, jauh sebelum drawing atau pelaksanaan, terlepas ada atau tidak ada pemain favoritnya.
Penggemar musiman
Para penggemar musiman ini menganggap Ramadhan hanya sebuah event, diperingati selama sebulan penuh. Mulai malam Ramadhan sampai akhir Ramadhan mulai rajin datang ke masjid dan ikut berbagai pengajian. Bahkan sebagian tak bertahan sampai akhir.
Ramadhan sudah seperti acara Agustusan yang pasang bendera merah putihnya selama sebulan, setelah itu dicopot. Bedanya kalau Agustus bendera merah putih, pas Ramadhan koko, peci, dan sajadah. Selepas Ramadhan serasa gak ada bekas. Masjid mulai sepi kembali.
Ada sebagian mereka yang semangat dan rajin ibadah karena takut ketinggalan tren Ramadhan, meskipun masih banyak juga, sih, yang belum sadar juga untuk semangat ibadah di bulan puasa. Sebagai sebuah perubahan perilaku, para penggemar musiman di bulan Ramadhan ini tentu lumayan baik. Tentu akan lebih baik kalau dilanjutkan pasca bulan mulia tersebut.
Para ulama bahkan mengecam orang-orang yang berubah menjadi baik saat Ramadhan saja.
Pada event piala dunia juga ada penggemar musiman. Sebelumnya mereka sama sekali tidak mengenal bola, tidak pernah menonton bola, apalagi punya klub bola favorit. Tapi saat Piala Dunia, ia langsung berselancara mencari informasi seputar Piala Dunia demi mengikuti tren.
Dalam Psikologi, ada teori efek Bandwagon atau gampangnya bisa juga disebut efek ikut-ikutan. Pokoknya ngikutin tren. Bahasa anak muda sekarang biasa disebut FOMO (Fear of Missing Out).
Dalam kasus Piala Dunia, ada beberapa sebab orang-orang terkena efek Bandwagon ini. Ada yang ikut-ikutan ngomongin Piala Dunia karena teman-teman tongkrongannya ngomongin bola dan dia tak paham sendiri. Cobalah dia belajar singkat tentang bola, mengenal para pemain bola dalam waktu yang sebentar.
Sebagaimana orang-orang hijrah yang baru belajar agama, orang-orang yang baru mengenal bola saat Piala Dunia ini juga biasanya lebih sok tau dari pada para pecinta bola. Padahal para pencinta bola yang sebenarnya hampir tiap minggu begadang demi menonton pertandingan tim favoritnya.
Ada juga yang ikut-ikutan karena mendukung tim yang seagama. Atau karena ditunjuk oleh tongkrongannya untuk menjagokan tim tertentu. Tiga hal ini benar-benar nyata. Pak Dullah, si penjual jersey yang saya kunjungi jadi saksinya. hehe.
Seperti halnya para penggemar musiman Ramadhan. Para penggemar musiman bola ini jangan diharapkan konsistensinya. Selepas final piala dunia, apalagi tim jagonya kalah, dia akan pensiun nonton bola.
Bedanya dengan Ramadhan, para penggemar musiman ini tidak memiliki dosa atau ancaman saat berhenti nonton bola. Kalau ada yang masih ada dan tetap berusaha update bola di media sosialnya, ya, syukur, dari pada menanggung malu karena dianggap penggemar musiman, kan?
heheh
(AN)