Pembangunan Masjid Nabawiy sebagai pusat peradaban masyarakat Madinah tidak terbantahkan menjadi awal kesuksesan dakwah Islam. Dari masjid itu lahir forum diskusi, majelis musyawarah dan lembaga pendidikan yang mencerdaskan warga Madinah. Teori dan strategi pembangunan atau pengembangan kota muncul berawal dari diskusi-diskusi warga Madinah yang sebagian besar umat Muslim dan menjadikan masjid sebagai pusat kegiatan masyarakat.
Konvensi masyarakat Madinah yang plural, yang dikaji pada era kekinian dianggap sebagai perjanjian rakyat yang sangat demokratis, pun tercetus dari inisiatif warga yang memusatkan kegiatan kemasyarakatan mereka di masjid. Namun, perlu diingat bahwa sebelum Rasulullah SAW sukses memimpin penduduk Madinah menciptakan kesepakatan bersama yang kemudian dikenal sebagai Piagam Madinah, terlebih dahulu beliau berhasil mempersatukan umat Muslim yang secara internal ternyata juga plural.
Betapa tidak, umat Muslim saat itu yang meskipun semuanya merupakan bangsa Arab ternyata terdiri atas beragam suku yang masing-masing mengandung sejarah konfliknya sendiri. Lebih dari itu, umat Muslim yang berasal dari kota Makkah ternyata sedikit banyak juga memiliki sentimen keberbedaan dengan umat Muslim Madinah yang memeluk Islam lebih belakangan.
Di sinilah begitu terasa peran Nabi Muhammad SAW sebagai pemimpin Madinah sekaligus pemimpin umat Islam. Dengan elegan, Rasulullah SAW mempersaudarakan umat Muslim Makkah yang mendatangi Madinah (disebut sebagai kaum Muhajirin) dengan umat Muslim Madinah (disebut kaum Ansar) yang sangat mendambakan kehadiran Rasulullah. Kedua kelompok umat Muslim itu sama-sama sahabat Nabi SAW. Kebesaran hati dari warga Muslim Madinah yang bersedia menerima saudara sesama Muslim mereka yang tertindas di Makkah adalah pengorbanan yang luar biasa.
Kaum Ansar merelakan properti mereka yang berupa tanah, rumah atau harta untuk dibagi dengan kaum Muhajirin, umat Muslim yang sudah tidak memiliki apa-apa lagi dan tinggal menyimpan satu-satunya harta yang tersisa di hati mereka, yakni iman. Dari kemuliaan hati warga Muslim Madinah itulah mereka dijuluki kaum Ansar, artinya penolong.
Rasulullah SAW sangat menekankan bahwa persaudaraan iman benar-benar penting dalam urusan agama. Secara konkret beliau mempertemukan kaum Muhajirin dan Ansar. Setiap Muslim dari kelompok Ansar mengangkat seorang Muslim Muhajirin sebagai saudaranya. Ikatan persaudaraan di antara mereka begitu nyata hingga kaum Muhajirin yang ditolong oleh saudaranya dari kaum Ansar diberi atau dibagi makanan dan harta yang dimiliki.
Di balik jalinan persaudaraan dan anjuran untuk saling berbagi yang ditekankan oleh Rasulullah SAW, nasihat yang paling ditaati oleh kaum Muhajirin adalah prinsip bekerja keras dalam hidup. Rizki yang paling utama dan paling layak dinikmati oleh kaum Muhajirin adalah rizki yang mereka dapatkan dari jerih payah mereka. Hal ini tidak dimaksudkan untuk menolak kebaikan hati kaum Ansar. Para sahabat dari kaum Muhajirin hanya benar-benar ingin mengamalkan nasihat Nabi Muhammad SAW.
Dalam sebuah riwayat, Rasulullah SAW bersabda:
عَنِ الْمِقْدَامِ رَضِي اللَّهم عَنْه عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهم عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: {مَا أَكَلَ أَحَدٌ طَعَامًا قَطُّ خَيْرًا مِنْ أَنْ يَأْكُلَ مِنْ عَمَلِ يَدِهِ وَإِنَّ نَبِيَّ اللَّهِ دَاوُدَ عَلَيْهِ السَّلَام كَانَ يَأْكُلُ مِنْ عَمَلِ يَدِهِ} (رواه البخاري
Artinya: “Dari sahabat Al-Miqdam RA bahwa Rasulullah SAW bersabda: {Tidaklah seorang (hamba) memakan makanan yang lebih baik dari hasil usaha tangannya (sendiri), dan sungguh Nabi Daud AS makan dari hasil usaha tangannya (sendiri)}” (HR. Al-Bukhari – Sahih Al-Bukhari, hadis nomor 1966)
Sementara pada riwayat lain, Nabi SAW bersabda:
حدثنا يحي بن بكير حدثنا الليث عن عقيل عن ابن شهابٍ عن أبي عبيد مولى عبد الرحمن بن عوف أنه سمع ابا هريرة رضي الله عنه يقول قال رسول الله صلى الله عليه وسلم {لان يحتطب احدكم حزمة على ظهره خير له من ان يسأل احدا فيعطيه أو يمنعه} (أخرجه البخارى في كتاب المساقة
Artinya: “Bercerita kepada kami Yahya bin Bakir, bercerita kepada kami Laits dari Uqail dari Ibnu Syihab dari Abi Ubaid Maula Abdurrahman bin Auf, sesungguhnya telah mendengar dari Abu Hurairah RA dia berkata: Rasulullah SAW bersabda: {Mencari kayu bakar seberkas lalu dipikul di atas punggungnya lalu dijual itu lebih baik bagi seseorang dari pada mengemis kepada orang lain baik ia memberi atau menolak}” (HR. Al-Bukhari – Sahih Al-Bukhari, Kitab Al-Masaqah, hadis nomor 2074)