Sejarawan dari Mesir, Khalid Muhammad Khalid, sempat memuji sahabat Rasulullah saw. yang satu ini. Ia menulis, “Tidakkah anda perhatikan sinar memancar di sekeliling keningnya? Dan tidakkah anda mencium aroma yang semerbak dari arah dia? Itulah cahaya hikmah dan harumnya iman. Sesungguhnya iman dan hikmah telah bertemu pada laki-laki yang rindu pada Allah ini. Suatu pertemuan yang bahagia tiada tara.”
Itulah gambaran tentang Abu Darda ra. salah satu sahabat utama Rasulullah saw. Bernama lengkap Uwaimir bin Zaid bin Qais. Rasulullah saw. memujinya sebagai penungga kuda hebat di perang Uhud. Ia dikenal sebagai pedagang kaya raya yang sangat taat. Sahabat yang cerdas, hidupnya sederhana dan hartawan. Abu Darda, adalah saudagar Madinah yang terkenal jujur. Masuk Islam karena nilai kejujurannya, banyak orang yang lebih suka berdagang dengannya ketimbang dengan pedagang lain. Sebagai pedagang ia tidak pernah menipu.
Suatu hari Abu Darda ra. didatangi Umar bin Khattab ra.ketika menjadi hakim di Damaskus Keadaan rumahnya gelap gulita. Tidak ada lampu yang menerangi ruang tamunnya. Umarpun mengetuk pintu. “Assalamualaikum warahmatullahhi wabarakatuh,” ucap Umar ra. Empunya rumahpun menjawab sambil mempersilahan masuk ke rumah,” Wa’alaikum salam warahmatullahi wabarakatuh wahai Amirul Mukminin.” Umarpun masuk pelan dan meraba-raba sekelilingnya, karena keadaan sangat gelap. Ia tidak bisa melihat tuan rumahnya, karena ruang tamunya sangat gelap. Keduanya kemudian duduk.
Mulailah pembicaraan penting antara kedua sahabat Rasul itu. Karena penasaran, Umarpun kemudian meraba-raba keadaan sekelilingnya. Mulailah meraba bantal tempat duduk Abu Darda. Dirabanya kasur tempat tidurnya. Ternyata hanya sebuah kasru yang berisi pasir. Kemudian selimutnya yang hanya pakaian tipis yang cukup untuk mengahngatkan badan di musim dingin.
“Semoga Allah melihpahkan rahmat-Nya wahai Abu Darda. Maukah Anda saya bantu maukah Anda saya kirimkan sesuatu untuk melapangkan hidup Anda?” AbU Darda terdiam dan kemudian menjawab,” Ingatkan wahai Amirul Mukminin sebuah hadis yang disampaikan Rasulullah saw. kepada kita.” Mendengar jawaban tersebut, Umar terkesiap dan bertanya,” Hadis apakah gerangan?”
“Hendaklah harta seseorang di dunia itu seperti perbekalan seorang musafir (secukupnya dan seadanya),” ucap Abu Darda. Khalifah Umar mengiyakan apa yang di katakan sahabatanya itu. Sejenak kemudian Abu darda berkata lagi,” Nah apa yang kita telah perbuat sepeninggal beliau, wahai Umar?” Akhirnya Amirul Mukmininpun menangis. Abu Darda juga meneteskan air mata. Keduanya menangis hingga subuh.
Banyak cerita tentang Abu Darda. Sahabat anshar ini dikenal sebagai orang yang peniuh hikmah dan perawi hadis. Tentang keislamannya, Abu Darda mengatakan, “Aku mengislamkan diriku kepada Rasulullah SAW ketika aku ingin agar ibadah dan perniagaan dapat terhimpun dalam diriku. Tapi tidak berhasil. Lalu aku kesampingkan perniagaan, agar aku dapat lebih banyak beribadah kepada Allah SWT. Sesungguhnya aku tidak terlalu gembira meski setiap hari untung 300 dinar. Allah memang tidak mengharamkan perniagaan, tapi aku lebih suka bergabung dengan orang yang dalam berniaga tidak melalaikan Allah SWT.
Abu Darda dikenal menjalani hidup sebagai sufi yang wara. Kehidupannya menjadi seorang sahabat yang kehidupan ibadahnya menjadi teladan bagi sahabat Nabi yang lainnya. Tak salah kalau Abdurahman bin Auf ra. mengatakan,”Abu darda menolak dunia dengan dua telapak tangan dan dadanya.” (NH)