Perjalanan haji Abdullah bin Mubarak ke Tanah Suci terhenti kala ia sampai di kota Kufah. Dia melihat seorang perempuan sedang mencabuti bulu itik.
Dari bau dan leher yang tidak disembilih, Abdullah tahu, itik itu adalah bangkai.
“Ini bangkai atau hasil sembelihan yang halal?” tanya Abdullah memastikan.
“Bangkai. Aku dan keluarga biasa memakan bangkai ini,” jawab si perempuan.
Ulama hadis yang zuhud ini heran, “Mengapa di kota yang keren ini ada orang menyantap bangkai?”
Dia pun mengingatkan perempuan tersebut bahwa tindakannya adalah haram. Si perempuan menjawab dengan pengusiran.
Abdullah pun pergi tapi selalu datang lagi dengan nasihat serupa. Berkali-kali. Hingga suatu hari perempuan itu menjelaskan perihal keadaannya.
“Aku memiliki beberapa anak. Selama tiga hari ini aku tak mendapatkan makanan untuk menghidupi mereka.”
Hati Abdullah bergetar. Dengkulnya lemas mendengar cerita itu.
Segera ia pergi dan kembali lagi bersama keledainya dengan membawa makanan, pakaian, dan sejumlah bekal.
“Ambillah keledai ini berikut barang-barang bawaannya. Semua untukmu, Wahai Perempuan.”
Musim haji berlalu. Tapi Abdullah bin Mubarak masih di Kufah. Artinya, ia gagal menunaikan ibadah haji tahun itu.
Dia pun memutuskan bermukim sementara di sana, sambil menunggu para jamaah haji pulang ke negeri asal dan ikut bersama rombongan.
Begitu tiba di kampung halaman, Abdullah disambut antusias masyarakat. Mereka beramai-ramai memberi ucapan selamat atas ibadah hajinya. Abdullah malu. Keadaan tak seperti yang disangkakan oran-orang. Tapi Abdullah tidak berbohon.
“Sungguh aku tidak menunaikan haji tahun ini,” katanya meyakinkan para penyambutnya.
Sementara itu, kawan-kawannya yang berhaji menyuguhkan cerita lain. “Subhanallah, bukankah kami menitipkan bekal kepadamu saat kami pergi kemudian mengambilnya lagi saat Kau di Arafah?”
Yang lain ikut menanggapi, “Bukankah Kau yang memberi minum kami di suatu tempat sana?”
“Bukankah Kau yang membelikan sejumlah barang untukku,” kata satunya lagi.
Abdullah bin Mubarak semakin bingung. “Aku tak paham dengan apa yang kalian katakan. Aku tak melaksanakan haji tahun ini.”
Hingga malam harinya, dalam mimpi Abdullah mendengar suara, “Hai Abdullah, Allah telah menerima amal sedekahmu dan mengutus malaikat menyerupai sosokmu, menggantikanmu menunaikan ibadah haji.”
Demikianlah, cerita Syekh Syihabuddin Ahmad ibn Salamah al-Qulyubi kitab an-Nawâdir. (Diterjemahkan oleh Mahbib Khoiron, tinggal di Jakarta)