Peringati Haul Gus Dur, Ketua PBNU KH. Imam Aziz: “Toleransi itu Aktif, bukan Pasif!”

Peringati Haul Gus Dur, Ketua PBNU KH. Imam Aziz: “Toleransi itu Aktif, bukan Pasif!”

Peringati Haul Gus Dur, Ketua PBNU KH. Imam Aziz: “Toleransi itu Aktif, bukan Pasif!”

Aula Al-Jauharoh Pondok Pesantren Sunan Pandanaran Sleman, Yogyakarta tadi malam (27/02/2020) tampak meriah. Tempat ini menjadi arena Pengajian Kebangsaan dalam rangka memperingati satu dekade Haul Gus Dur. Hadir sebagai pembicara utama dalam Pengajian Kebangsaan ini yakni Ibu Ny. Dr (HC) Sinta Nuriyah Abdurrahman Wahid dan KH. Imam Aziz, Ketua PBNU. Kegiatan haul ini juga dihadiri oleh para tokoh agama lintas iman dan dihadiri ribuan hadirin dari santri PP Sunan Pandanaran dan masyarakat sekitar.

Dalam pengajiannya, Kiai Imam Aziz mengajak hadirin untuk meneladani perjuangan Gus Dur.

“Dalam rangka satu dasawarsa Haul Gus Dur ini, yang ingin saya sampaikan kepada para santri adalah soal keteladanan dan perjuangan – Allah yarham – Kiai Abdurrahman Wahid” tutur Kiai Imam Aziz memulai tausiahnya.

Kiai Imam Aziz juga mengingatkan bahwa Indonesia sebentar lagi akan berusia satu abad. Capaian yang hari ini telah diraih, menurut Kiai Imam, adalah usaha para pendiri bangsa yang terdiri dari para ulama, pemuka agama, serta penganut kepercayaan. Para pendiri bangsa Indonesia sadar bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang sangat majemuk.

“Mengapa pada malam ini kita bisa berkumpul? Ada Romo, santri, penganut kepercayaan kepada Tuhan yang Maha Esa, menjadi satu” tanya Kiai Imam kepada para hadirin dan santri.

Betapa ini menjadi modal dasar Indonesia untuk maju, dan tetap didasari oleh nilai keagamaan. Kiai Imam mencontohkan, bagaimana peran Kiai Hasyim Asy’ari dan Kiai Wahid Hasyim yang dididik melalui kultur pesantren. Namun dalam konteks kemodernan para pendiri bangsa juga tidak tertinggal dalam nilai toleransi.

“Toleransi yang dimaksud disini ialah toleransi yang bersifat aktif, bukan toleransi yang pasif” lanjut Kiai Imam Aziz.

Toleransi yang aktif didasarkan dari semangat bersama sebagai bangsa. Umat Islam di Indonesia telah berhasil melahirkan konsep ukhwah islamiyah (persaudaraan sesama umat Islam), ukhuwah wathaniyah (persaudaraan sesama bangsa) dan ukhwah basyariyah (persaudaraan sesame manusia). Kiai Imam memberi contoh para Banser yang setiap tanggal 25 Desember menjaga gereja demi berlangsungnya kenyamanan umat non-muslim beribadah Natal.

Oleh karena itu, menurut Kiai Imam Aziz, dalam toleransi ada keringanan tangan manusia dan keberpihakan. Begitulah para pendiri bangsa meletakkan pondasi keberagamaan, termasuk Gus Dur.

Tugas kita adalah merawat bangsa ini agar tetap damai. Gus Dur telah meneladankan, saatnya kita melanjutkan.