Seorang teman bercerita kepada saya, ia ingin sekali traveling sendirian. Ia ingin jalan-jalan di beberapa tempat yang belum pernah ia kunjungi. Namun keinginannya itu dikesampingkan setelah membaca sebuah artikel tentang larangan perempuan bepergian sendirian.
Memang, dalam hadis shahih riwayat Imam al-Bukhari dan Imam Muslim, dari Ibn Abbas ra., Rasul SAW bersabda:
لَا تُسَافِرْ الْمَرْأَةُ إِلَّا مَعَ ذِي مَحْرَمٍ
“Janganlah seorang wanita bepergian kecuali bersama mahramnya.” (Muttafaqun ‘alaih)
Memahami hadis perempuan traveling sendirian dengan pendekatan illat
Sekilas, tekstual hadis di atas melarang seorang perempuan traveling sendirian tanpa suami atau mahram. Namun apakah memahami hadis tersebut cukup secara tekstual saja? Syekh Yusuf al-Qaradlawi dalam karyanya Kaifa Nata’amal Ma’as Sunnah an-Nabawiyah bertutur bahwa di antara pemahaman yang baik terhadap Hadis Nabi SAW adalah dengan melihat pada sebab-sebab khusus atau hubungannya dengan ‘illat (alasan) tertentu. Baik ‘illat yang disebutkan (manshushah), yang tidak disebutkan (mustanbathah), maupun ‘illat yang difahami dari realitas dimana hadis itu muncul.
Adapun ‘illat di balik larangan dalam hadis tersebut adalah adanya ketakutan bagi perempuan untuk bepergian sendirian tanpa suami atau mahram di masa ketika perjalanan masih harus ditempuh dengan unta ataupun keledai. Rute yang harus dilalui pun berupa gurun-gurun yang hampir kosong dari penduduk dan kehidupan. Oleh karena itu, rawan adanya kejahatan yang bisa melukai seorang perempuan ataupun menodai reputasinya.
Tentu keadaannya sudah sangat berbeda pada zaman sekarang. Ketika bepergian, seseorang dapat menaiki pesawat, kereta atau angkutan umum lainnya yang membawa puluhan bahkan ratusan penumpang, sehingga tidak ada lagi ketakutan bagi perempuan untuk bepergian sendirian. Maka menurut Syekh Yusuf al-Qaradlawi, tidak masalah seorang perempuan di zaman sekarang bepergian sendiri dan itu tidak termasuk pelanggaran terhadap hadis.
Bahkan tambahnya, hal ini didukung oleh hadis lain riwayat Imam al-Bukhari dari Adi ibn Hatim ra. tentang keluhan dari seorang lelaki mengenai para perampok di jalanan. Ketika itu Rasulullah SAW bersabda kepada Adi ibn Hatim :
فَإِنْ طَالَتْ بِكَ حَيَاةٌ لَتَرَيَنَّ الظَّعِينَةَ تَرْتَحِلُ مِنْ الْحِيرَةِ حَتَّى تَطُوفَ بِالْكَعْبَةِ لَا تَخَافُ أَحَدًا إِلَّا اللَّهَ
“Seandainya kamu diberi umur panjang, kamu pasti akan melihat seorang wanita yang mengendarai kendaraan berjalan dari Al-Hirah hingga melakukan tawaf di Ka’bah tanpa takut kepada siapapun kecuali kepada Allah” (HR. Al-Bukhari)
Konteks hadis ini menggambarkan pujian akan datangnya kebangkitan peradaban di dunia, dan tersebarnya keamanan di muka bumi. Maka, hadis ini menunjukkan kebolehan seorang perempuan bepergian tanpa mahram ketika terjamin keamanan untuknya, sebagaimana pendapat yang dikemukakan oleh Ibn Hazm. (Yusuf al-Qaradlawi, Kaifa Nata’amal Ma’as Sunnah an-Nabawiyah, Daarul Wafa, h. 129)
Maka dari itu, ada atau tidak adanya ‘illat yang menyertai suatu hadis akan sangat berpengaruh terhadap produk suatu hukum. ‘Illat yang terkandung dalam hadis larangan perempuan bepergian tanpa mahram adalah ketakutan akan adanya bahaya yang menimpa perempuan tersebut disebabkan kondisi sosial yang ada pada masa Nabi. Namun ‘illat tersebut hampir jarang ditemukan di masa sekarang. Selain karena jalanan yang ramai, juga akses transportasi untuk bepergian sudah semakin maju dan aman.
Meskipun demikian, jika ingin traveling sendirian, perempuan tetap harus berhati-hati, serta tidak lalai dan teledor dengan keadaan sekitar.(AN)
Wallahu a’lam.