Pengadilan Hak Asasi Manusia Eropa mengatakan bahwa menghina Nabi Muhammad bukan bagian dari kebebesan berkespresi. Hal itu mengemuka setelah pengadilan menangani kasus perempuan Austria yang menghina Nabi Muhammad.
Disebutkan bahwa ada perempuan berinisial S yang berusia 47 tahun menyelenggarakan seminar pada 2009 dan yang menyoal pernikahan Nabi Muhamad dengan Aisha yang masih di bawah umur. Tentu pernyataan ini mengundang kecaman banyak pihak. Pengadilan Austria menjatuhkan hukuman terhadap S pada 2011 karena dianggap menghina doktrin agama dan dikenai denda 480 euro (Rp7 juta). Hukuman itu juga dikukuhkan oleh dua pengadilan tinggi di Austria.
Namun Nyonya S membawa kasus tersebut ke Pengadilan HAM Eropa. Ia berdalih bahwa apa yang dilakukannya adalah bagian dari kebebasan berekspresi. Namun putusan Pengadilan HAM Eropa yang bermarkas di Strasbourg, Prancis, justru menyebutkan bahwa menghina Nabi Muhammad ‘melampaui batas debat yang objektif’ dan ‘dapat memicu prasangka dan mengancam perdamaian.’
Dalam putusan yang dikeluarkan Kamis (25/10), Pengadilan HAM Eropa menyatakan, “Pengadilan dalam negeri telah mengkaji konteks yang lebih luas terkait pernyataan pemohon dan secara berhati-hati mengimbangi hak kebebasan berekspresi dengan hak serta perasaan pemeluk agama lain dilindungi, serta menjaga tujuan perdamaian agama di Austria,” seperti dilansir laman bbcindonesia.com
Mahkamah Eropa untuk Hak Asasi dibentuk dibawah Konvensi Eropa untuk Hak Asasi Manusia pada tahun 1950. Tugasnya antara untuk mengawasi keluhan oleh pihak penandatangan. Konvensi Eropa untuk Hak Asasi Manusia, atau secara formal dinamai Konvensi untuk Perlindungan Hak Asasi Manusia dan Kebebasan Fundamental, merupakan salah satu konvensi terpenting yang diadopsi Dewan Eropa. Ada 47 negara yang menjadi anggotanya.