Pemuda Nahdoh dan Bagaimana Saya Menulis Sejarah Ansor di Jawa Barat

Pemuda Nahdoh dan Bagaimana Saya Menulis Sejarah Ansor di Jawa Barat

Pemuda Nahdoh dan Bagaimana Saya Menulis Sejarah Ansor di Jawa Barat

Pada 2011, nasib mengantarkan saya menjadi salah seorang wartawan NU Online, situs resmi PBNU. Sejak saat itu, terdorong untuk mencicil mengumpulkan dokumen-dokumen singkat yang terkait NU.

Sebagai orang Sunda, saya memberikan perhatian khusus untuk dokumen tentang NU di Jawa Barat. Sejak 2015 saya meyakinkan diri untuk menulis sejarah NU Jawa Barat perlahan-lahan.

Pada saat mengumpulkan dokumen-dokumen tersebut, saya melakukan kategorisasi sederhana, NU berdasarkan daerah dan berdasarkan badan otonom. Salah satu badan otonom yang saya kumpulkan adalah Gerakan Pemuda Ansor. Namun, karena saya belum menemukan momentum untuk menuliskannya, dokumen-dokumen tersebut hanya tersimpan dalam bentuk folder bertahun-tahun. Kadang dokumen itu dibuka, ditutup lagi. Kadang dibaca, dilihat-lihat, lalu ditinggalkan lagi.

Pada Ramadan tahun ini, saya tiba-tiba tergerak membaca ulang khusus tentang data-data Ansor. Pasalnya, selepas Lebaran ada momentum Ansor berulang tahun. Saya ingin memberikan kado kecil untuk organisasi para pemuda NU Jawa Barat

. Adik kandung dan  adik ipar saya, menjadi ketua Pimpinan Anak Cabang di 2 kecamatan di Kabupaten Sukabumi. Banyak sahabat-sahabat saya yang Ansor dan Banser, maka jadilah buku kecil yang jauh dari sempurna bernama Pemuda Nahdoh: Sejarah Awal GP Ansor Jawa Barat 1934-1941.

Pemuda Nahdoh

Pada medio 1930-an, orang NU di Jawa Barat menyebut dirinya sebagai kaum nahdoh. Kata ini berarti bangkit, sesuai dengan semangat kebangsaan masa itu. Seharusnya, kata ini ditulis “nahdlah” mengikuti penulisan “nahdlatul”, tapi orang Sunda membuang huruf “L” dan  menyulih “A” dengn “O”: melokalkannya.

Penyebutan kaum nahdoh ini pada mulanya diperkenalkan KH Abdul Wahab Hasbullah pada majalah Swara Nahdlatoel Oelama. Namun hanya sesekali. NU Cabang Tasikmalaya kemudian mematenkan penyebutan itu pada majalah Al-Mawaidz yang terbit sekira 3 tahun (1934-1936). Kemudian, koran-koran berbahasa Sunda meniru Al-Mawaidz, menyebut NU dengan nahdoh.

Koran Sinar Pasoendan; Dagblad Soenda Oemoem terbitan No 260, tahoen ka-II, kaluar ½ lembar Senen 19 November 1934/11 Rewah 1353 halaman 2 kolom 4, misalnya menyebut NU Tasikmalaya dengan nahdoh pada berita berjudul Tasikmalaja Nahdlatoel Oelama. Koran Sipatahoenan hampir bisa dipastikan seluruh beritanya menyebut nahdoh untuk NU. Di dalam berita-berita koran Sipatahoenan kata Nahdlatul Ulama dan Nahdoh sering digunakan berganti-ganti dengan pengertian sama.

Saat NU melahirkan organisasi pemuda bernama Ansor pada 1934, dan tumbuh kembang di Jawa Barat 1936, maka muncullah istilah pemuda nahdoh, artinya pemuda bangkit. Sementara Ansor sendiri berarti penolong.

Dengan demikian, buku ini menggambarkan pemuda-pemuda di beberapa daerah Jawa Barat yang bangkit untuk menolong. Menolong siapa? Menolong para kiai yang tengah bangkit berjuang untuk merebut kemerdekaan dari penjajah serta memperkuat Ahluusnah wal Jama’aah. Juga menolong dirinya sendiri dan masyarakat umum dari keterpurukan.

Sumber Penulisan

Sumber atau data-data untuk penulisan buku ini berasal dari Swara Nahdlatoel Oelama, Berita Nahdlatoel Oelama, Al-Mawaidz, serta Pemandangan dan Sipatahoenan. Dua koran yang disebut terakhir diakses secara daring dari OPAC Perpusnas (Perpustakaan Nasional).

Sementara penunjang data-data tersebut diserap dari buku Gerak Langkah Pemuda Ansor: Sebuah Percikan Sejarah Kelahiran karya Choirul Anam dan Yang Muda Yang Berkiprah: Gerakan Pemuda Ansor dan Politik Indonesia Masa Demokrasi Liberal hingga Masa Reformasi (1950 – 2010) karya Erwien Kusumah.

Berdasarkan data-data dan buku itulah saya berupaya usaha kecil merajut aktivitas-aktivitas Ansor pada masa 1930-an yang menggambarkan pertumbuhan dan perkembangannya di beberapa kabupaten di Jawa Barat mulai 1934-1941 di beberapa daerah yaitu Cirebon, Bandung, Tasikmalaya, dan Purwakarta serta Subang, dan Indramayu.

Dalam perjalanan menulis buku ini, saya menemukan beberapa fakta yang tak terduga yang selama ini luput dari perbincangan, termasuk tokoh yang mesti pada zamannya sangat terkenal seperti H.M. Yasin, AA. Achsien, Asmuni, Mohammad Amin Iskandar, A.Z. Abidin, Ali Husin, MA Bajuri, Umar Bey, dan lain-lain. Seharusnya ada nama-nama lain yang mungkin tidak kecil perannya, tapi belum ditemukan datanya

Cara Penulisan

Saya bukan lulusan program studi sejarah di universitas mana pun, swasta maupun negeri, tapi sedikit banyak menyukainya. Saya hanya seorang yang tertuntut untuk membaca sejarah NU sejak menjadi wartawan NU Online mulai 2011.

Oleh karena itu, tak heran jika saya tidak terampil dalam menuliskan sesuatu berdasarkan metodologi sejarah yang diajarkan di perguruan tinggi. Saya hanya merangkai kemudian menuliskan data-data dari koran yang lahir pada zamannya dengan naluri seorang wartawan.

Abdullah Alawi, penulis Pemuda Nahdoh: Sejarah Awal GP Ansor Jawa Barat 1934-1941