Ulama beda pendapat tentang hukum umrah: Abu Hanifah mengatakan tathawwu’, Imam Malik mengatakan sunnah, sedangakan Imam Syafi’i dan Imam Ahmad mengatakan wajib, sebagaimana dijelaskan Imam Ibnu Rusyd dalam kitabnya Bidayah al-Mujtahid.
Ibadah umrah hampir sama dengan ibadah haji, namun perbedaan keduanya terletak di waktu pelaksanaan dan amalan yang dikerjakan. Waktu pelaksanaan ibadah umrah lebih bebas dan tidak terikat. Dalam hadis riwayat al-Tirmidzi disebutkan Rasulullah pernah umrah di bulan Dzulqa’dah. Bunyi hadisnya sebagai berikut:
عَنْ أَبِي إِسْحَقَ عَنِ الْبَرَاءِ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اعْتَمَرَ فِي ذِي الْقَعْدَةِ
Artinya:
“Dari al-Barra’ bahwa Rasulullah pernah umrah pada bulan Dzulqa’dah” (HR: Al-Tirmidzi)
Sementera dalam riwayat al-Bukhari dijelaskan juga bahwa Rasulullah SAW melaksanakan umrah bulan Dzulqa’dah sebelum beliau menunaikan ibadah haji sebanyak dua kali. Dari dalil hadis ini dapat dipahami bahwa melakukan ibadah umrah sebelum haji itu dibolehkan. Karena pada dasarnya haji itu sekalipun ibadah terakhir dalam rukun Islam, namun tidak dianjurkan untuk diakhirkan jika telah mampu secara fisik, psikis, dan finansial. Dalam riwayat al-Bukhari disebutkan bahwa keempat umrahnya Rasulullah SAW dilakukan pada bulan Dzulqa’dah.
Jika terdapat seseorang dari kaum muslimin yang mampu untuk melaksanakan ibadah haji, namun terkendala antrian pemberangkatan, maka alangkah lebih baiknya melaksanakan haji kecil terlebih dahulu (umroh). Dalam riwayat at-Tirmidzi yang lain disebutkan bahwa Rasullullah SAW menganjurkan untuk melaksanakan umroh karena memiliki keutamaan, adapun keutamaannya ialah diampuni segala dosanya.
[One Day One Hadis program dari Pesantren Ilmu Hadis Darus-Sunnah yang didirikan Almarhum Prof. Dr. KH. Ali Mustafa Ya’qub, MA. Pesantren Darus-Sunnah saat ini dalam tahap pengembangan dan pembangunan, bagi yang mau berdonasi silahkan klik link ini]