Negara-negara Muslim Serukan Boikot Produk dari Prancis Sebagai Sikap atas Pernyataan Macron

Negara-negara Muslim Serukan Boikot Produk dari Prancis Sebagai Sikap atas Pernyataan Macron

Sejumlah negara Muslim serukan boikot produk Prancis sebagai bentuk protes atas pernyataan Emmanuel Macron yang menyebut Islam sebagai agama krisis.

Negara-negara Muslim Serukan Boikot Produk dari Prancis Sebagai Sikap atas Pernyataan Macron
Foto: (AP Photo/Emrah Gurel)

Sejumlah negara Muslim menyerukan boikot barang-barang dari Prancis, sebagai bentuk protes terhadap Emmanuel Macron yang secara terbuka membela penayangan kartun Nabi Muhammad.

Emmanuel Macron membuat pernyataan itu minggu lalu sebagai penghormatan kepada guru sekolah, Samuel Paty, yang dipenggal kepalanya awal bulan ini dalam sebuah pembunuhan di pinggiran utara kota Paris. Samuel Paty terbunuh setelah dia menunjukkan kartun Nabi Muhammad di kelas sebagai materi diskusi tentang kebebasan berekspresi.

Macron mengatakan bahwa Prancis tidak akan “melepaskan” karikatur dan berjanji untuk mengatasi Islamisme ekstrim di negara itu, yang memicu demonstrasi dan memicu boikot di negara-negara mayoritas Muslim.

“Saya menyerukan kepada orang-orang, jangan mendekati barang-barang Prancis, jangan membelinya!” kata Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan hari Senin (26/10) saat berpidato di ibu kota Ankara. “Para pemimpin Eropa harus mengatakan ‘berhenti’ untuk Macron dan kampanye kebenciannya.” Lanjutnya.

Dilansir oleh CNN, sejumlah jaringan hipermarket di Kuwait mengatakan bahwa lebih dari 50 gerainya berencana untuk memboikot produk Prancis. Kampanye boikot barang dari Prancis juga sedang berlangsung di Yordania, di mana beberapa toko grosir menggantungkan tanda-tanda yang menyatakan bahwa mereka tidak menjual barang-barang asal Prancis.

Berbagai toko di Qatar melakukan hal yang sama, termasuk jaringan supermarket Al Meera, yang memiliki lebih dari 50 cabang di negara Arab tersebut. Universitas Qatar juga mengatakan bahwa mereka menunda gelaran acara Pekan Budaya Prancis tanpa batas waktu.

Pembunuhan Samuel Paty telah menghidupkan kembali ketegangan seputar sekularisme, Islamisme, dan Islamofobia di Prancis. Kemarahan publik di negara-negara Islam atas respon Macron terhadap Islam mengancam masalah ini melebar menjadi masalah diplomatik dan ekonomi.

Dalam sebuah pernyataan yang dikeluarkan pada hari Minggu, Kementerian Luar Negeri Prancis menyebut boikot produknya “tidak dapat dibenarkan,” dan menuntut agar pemboikotan itu supaya “segera diakhiri.”

Kementerian tersebut mengatakan reaksi tersebut mendistorsi pernyataan Presiden untuk tujuan politik, dan bahwa “Posisi yang dipertahankan oleh Prancis [adalah] mendukung kebebasan hati nurani, kebebasan berekspresi, kebebasan beragama dan penolakan panggilan untuk kebencian.”

Pernyataan itu menambahkan bahwa kebijakan Macron ditujukan untuk “Memerangi Islamisme radikal, dan melaksanakan perang itu bersama Muslim Prancis, yang merupakan bagian integral dari masyarakat, sejarah, dan Republik Prancis.”

“Kami tidak akan menyerah,” kata Macron di Twitter, Minggu (25/10) lalu. “Kami menghormati semua perbedaan dalam semangat perdamaian. Kami tidak menerima perkataan yang mendorong kebencian dan mempertahankan perdebatan yang masuk akal. Kami akan selalu berpihak pada martabat manusia dan nilai-nilai universal.”

Kematian Paty telah memicu tindakan keras keamanan di Prancis, di mana para pejabat menargetkan pidato kebencian di media sosial dan ormas yang kemungkinan terkait dengan Islamisme.

Karikatur Nabi Muhammad yang digunakan Paty di kelasnya awalnya muncul di majalah satir Charlie Hebdo, dan dikutip sebagai motivasi serangan teror di majalah satir tersebut pada tahun 2015 yang menewaskan 12 orang. Macron dengan keras membela hak untuk menampilkan kartun semacam itu di Prancis pada acara peringatan kematian Paty.

Prancis akan terus melakukan “Perdebatan yang penuh kasih, argumen yang masuk akal, kami akan menyukai sains dan kontroversi-kontroversi itu,” kata pemimpin Prancis itu. “Kami tidak akan melepaskan karikatur, gambar, bahkan jika orang lain mundur.”

Yordania, Pakistan, Mesir, dan Iran termasuk di antara negara-negara Islam yang mengutuk Prancis atas penerbitan karikatur tersebut, dan mengutuk tanggapan Macron.

“Kami mengutuk publikasi kartun satir yang menggambarkan Nabi Muhammad,” Ayman Al-Safadi, menteri luar negeri Yordania, tweet pada hari Sabtu. Pemimpin Pakistan Imran Khan, otoritas agama tertinggi Mesir, Imam Besar Al-Azhar Syekh Ahmad al-Tayeb, dan kementerian luar negeri Iran juga mengkritik respon Prancis atas pembunuhan tersebut.

Di sisi lain, pemimpin Eropa lain mendukung Macron, termasuk Kanselir Jerman Angela Merkel, yang juru bicaranya dengan cepat mengutuk komentar Erdogan pada hari Senin. Menteri Luar Negeri Jerman Heiko Maas mengatakan Berlin berdiri sebagai solidaritas dengan Paris. Para pemimpin Yunani dan Austria juga telah menyatakan dukungannya untuk sikap Macron.