Tulisan ini lanjutan dari bagian sebelumnya, silahkan klik linknya di sini untuk membaca naskah pidato sebelumnya.
Saudara-saudara
Garis politik yang dijalankan PERTI, sedari dulu sampai sekarang dan insyaallah pada zaman yang akan datang, ialah garis yang lurus, tidak condong ke kanan dan tidak membelok ke kiri, maju ke muka untuk mencapai cita-citanya, yaitu menegakkan Islam dalam arti kata yang seluas-luasnya, menumbangkan kolonialisme Belanda, menentang kolonialisme, imperialisme dalam segala bentuknya, mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang menjadi jembatan emas untuk mewujudkan kemakmuran rohaniah dan jasmaniah yang diridhai Allah SWT, yang disebut sekarang, “Masyarakat adil dan makmur tanpa penghisapan.
Saudara-saudara
Tidaklah salah kalau saya katakan dan juga tidaklah boleh dianggap membangga-banggakan kalau saya terangkan sekarang ini kenyataan-kenyataan, yang saudara-saudara sudah mengetahui juga, bahwa apabila negara dalam keadaan bahaya, maka PERTI alhamdulillah tetap berdiri di barisan muka untuk mempertahankan negara yang berbahaya itu. Saudara-saudara semuanya sudah mengetahui pada ketika kaum kolonialis Belanda hendak kembali ke Indonesia, PERTI mendirikan Laskar untuk menentang Belanda itu dengan nama LASJMI (Laskar Muslimin Indonesia) untuk tempat pemuda-pemuda berjuang, dan Lasjkar Muslimat untuk pemudi-pemudinya.
Pelantikan Laskar Muslimin Indonesia ini dilakukan di tanah Lapang Atas Ngarai Bukittinggi yang dihadiri oleh Menteri Penerangan Republik Indonesia ketika itu, pada tanggal 22 Februari 1946 dengan jumlah sebanyak lebih kurang 10.000 pemuda-pemudi yang bersenjata.
Laskar Muslimin Indonesia (LASJMI) yang terkenal keberaniannya sekitar “Padang Area” pada tahun 1946-1947 adalah sumbangan yang besar bagi revolusi Indonesia dari Partai Islam PERTI.
Saudara-Saudara
Pada tahun 1953-1954-1955, terjadi pemberontakan di Aceh yang memakai nama Islam dengan maksud hendak memecah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Saudara mengetahui, bagaimana hebatnya pemberontakan itu, boleh dikatakan seluruh kabupaten di Aceh timbul pemberontakan yang dahsyat. Tetapi, alhamdulillah, ulama-ulama dan umat Islam di Aceh timbul pemberontakan yang dahsyat.
Tetapi, alhamdulillah, ulama-ulama dan umat Islam di Aceh yang tergabung dalam Partai Islam PERTI, yang tersebar di seluruh pelosok-pelosok daerah Aceh, tidak ikut memberontak, tetapi dengan tegas menentang pemberontakan itu dan menganggap bahwa aksi pemberontakan itu bertentangan dengan hukum agama Islam, sebagai yang acap kali difatwakan oleh ulama-ulama besar PERTI, seperti Syekh Hasan Kruengkalee, Almarhum Syekh. Mohd. Wali, dan lain-lain ulama besar di Aceh.
Keluarga PERTI di daerah Aceh ketika itu bukan saja memberikan fatwa, tetapi juga ikut bersama-sama alat negara menumpas pemberontakan dan memulihkan keamanan, sehingga banyak sekali di antara anggota PERTI yang korban.
Kemudian pada sekitar tahun 1958-1959-1960 dan 1961, sebagai kita semuanya mengetahui, terjadi pula pemberontakan PRRI di Sumatera berpusat di Padang ini dan yang melebarkan sayapnya ke daerah-daerah Jambi, Sumatera Selatan, dan Sumatera Utara.
Alhamdulillah, sekali lagi diucapkan syukur Alhamdulillah, Partai Islam PERTI tidak terlibat dalam pemberontakan itu, dan dengan tefas menentangnya, sebagaimana yang disiarkan oleh Haluan di Padang, 3 hari sebelum meletusnya pemberontakan PERTI yakin-haqqulyakin, bahwa pemberontakan semacam itu, walaupun dibungkus dengan merek “Islam”, namun isinya tak diragukan lagi, yaitu pemberontakan kontra Revolusi, gerakan separatisme yang didalangi kaum imperialis dari luar negeri untuk menghancurkan Negara Republik Indonesia dan hendak mendurhaka kepada Kepala Negara yang telah ditetapkan oleh Ulama Islam, di antaranya oleh ulama PERTI dalam konfrensi Cipanas pada tahun 1953 bahwa beliau itu adalah “Walliyul Amri Dharuri Bis Syaukah” dan Ulil Amri yang harus ditaati.
PERTI ketika itu banyak sekali memberikan bantuannya, sebagai keadaannya Partai progresif lainnya, kepada alat-alat negara yang mendarat di Sumatera untuk memulihkan keamanan. Semua alat negara yang mula-mula mendarat di Padang boleh menjadi saksi dalam hal ini.
Banyak saudara-saudara kita pemimpin-pemimpin PERTI di daerah Sumatera Barat, dengan gagah berani sebagai wakil-wakil PERTI telah tampil kemuka di waktu-waktu sulit itu untuk memberikan bantuan kepada alat-alat negara yang bertugas memulihkan keamanan dan memulihkan keutuhan Negara Republik Indonesia.
Masih belum lupa saudara-saudara Partai Islam PERTI bersama-sama partai progresif lainnya mengadakan Musyawarah Besar Rakyat Sumatera Barat (MBRSB) pada bulan Februari 1959, masih belum lupa bagaimana kita itu dihantam dan diserang oleh peluru-peluru PRRI di Batang Anai, yang kalau tidaklah pertolongan Ilahi, kita tidak akan berjumpa lagi di sini.
Tetapi sebaliknya dapat dikatakan bahwa tersebab usaha-usaha kita membantu alat-alat negaradalam waktu yang sulit itu, daerah kita segera aman kembali dan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang menjadi jembatan emas untuk mencapai kemakmuran rohanian dan jasmaniah menjadi utuh kembali.
Saudara-saudara yang hadir sekarang mungkin ada yang tidak mengetahui tentang perjuangan Partai Islam PERTI ini, tetapi Pemimpin Besar Revolusi Bung Karno tahu betul siapa dan betapa PERTI itu dan karena itulah mungkin suatu sebab maka beliau menetapkan dalam suatu keputusan Presiden No. 440 tanggal 27 Juli 1961, sesuai dengan Penpres No. 7/1959 dan Perpres No. 13/1960, bahwa Partai Islam PERTI adalah suatu partai yang berhak hidup dalam Negara Republik Indonesia, tegak sama tinggi-duduk sama rendah dengan 10 partai politik lain yang diakui.
*Bersambung ke bagian selanjutnya, klik di sini