Narasi Keagamaan Diperlukan untuk Kampanye Lingkungan dan Krisis Iklim

Narasi Keagamaan Diperlukan untuk Kampanye Lingkungan dan Krisis Iklim

Narasi Keagamaan Diperlukan untuk Kampanye Lingkungan dan Krisis Iklim
Ilustrasi: @artsgaf/alwy (islamidotco)

Krisis iklim dan lingkungan kini terjadi di berbagai daerah. Berbagai kampanye dilakukan. Namun dari sekian kampanye peduli lingkungan, kampanye krisis iklim melalui narasi keagamaan dinilai paling efektif.

Hal ini diungkapkan Ester Meriyana dari Development Dialogue Asia dalam Focus Group Discussion (FGD) Focus Group Discussion bertajuk Pengarusutamaan Narasi Lingkungan dan Krisis Iklim di Kelompok Kajian Keagamaan.

FGD ini mengundang beberapa kelompok majelis taklim, lembaga dakwah seperti Fordaf Fatayat NU, Dewan Masjid Indonesia, Kementrian Agama Subdit Kemasjidan dan Subdit Bina Paham, serta perwakilan Ormas Islam, seperti Aisyiyah, dan Muslimat NU.

Menurut Ester, ini menunjukkan bahwa kelompok keagamaan punya peran penting dalam penanggulangan krisis lingkungan dan iklim.

Hal yang sama diungkapkan oleh Hening Parlan. Dalam forum yang sama, Ketua LLHPB Aisiyah ini juga mengungkapkan bahwa kelompok kajian seperti majelis taklim memiliki tugas besar dalam pengarusutamaan narasi Islam dan lingkungan di tengah komunitas kajian agama.

Hening menyampaikan bahwa komunitas kajian kegamaan ini perlu didorong untuk menyuarakan tema-tema krisis lingkungan dan iklim. Apalagi anggota majelis taklim yang biasa didominasi oleh ibu-ibu memiliki peran yang signifikan di masyarakatnya.

Selain prosedur pelaksanaan majelis taklim yang ramah lingkungan, menurut Hening, kelompok kajian non-formal ini perlu didukung dengan buku saku yang berisi modul atau silabus kajian tentang lingkungan yang mudah diterima. Dalam buku mini tersebut perlu juga diselipkan dalil-dalil keagamaannya.

Ida Farida, ketua Forum Penyuluh Agama Banten menilai bahwa saatnya majelis taklim turut andil dalam menyosialisasikan isu yang seharusnya jadi konsen bersama. Mengingat lingkungan merupakan hajat semua manusia.

“Majelis taklim saat ini bukan hanya sekedar menjadi pengimpor pahala saja, melainkan juga perlu menyosialisasikan krisis lingkungan yang saat ini terjadi. Pasalnya, lingkungan adalah parameter kehidupan dan kebahagiaan kita,” jelas Ida.

Founder Islamidotco, Savic Ali dalam sambutannya menyebutkan bahwa masyarakat Indonesia (mengutip PEW Research) 96 % sangat teosentris, percaya bahwa semua hal dalam kehidupan itu dipengaruhi oleh Tuhan dan agama. Bahkan saat ini, menurutnya, semangat keagamaan juga cukup menguat. Namun menurut Savic, jika hal tersebut tidak diikuti dengan kesadaran terkait sosial lingkungan juga kurang bagus.

Maka dari itu, menurut Savic, komitmen bersama kelompok keagamaan untuk mengarusutamakan narasi lingkungan juga sangat penting. (AN)