Kita tentu mengenal Gus Dur. Nama Presiden ke-4 Republik Indonesia, sekaligus mantan Ketua Umum PBNU ini tak asing di telinga kita. Orang-orang lebih suka memanggilnya dengan nama pendeknya, Gus Dur, padahal nama ini hanya bagian dari tiga huruf dari nama pertamannya ditambah julukan “Gus” karena beliau adalah seorang putra dan cucu Kiai ternama, K.H. Wachid Hasyim dan K.H. Hasyim Asyari.
Selain “Gus Dur”, nama lain yang sering digunakan adalah Abdurrahman Wachid, nama ini sebenarnya hanya gabungan dari nama pertamanya dan nama ayahnya. Abdurrahman adalah nama pertama dari nama lengkapnya, sedangkan Wachid adalah nama ayahnya.
Taukah kamu, nama lengkap Gus Dur, bukanlah Abdurrahman Wahid, melainkan Abdurrahman ad-Dakhil. Nama ini adalah nama seorang tokoh di Andalusia yang merupakan keturunan dari Bani Umayyah. Ad-Dakhil adalah sebuah julukan baginya karena ia mampu menaklukkan kota Andalusia Spanyol pada saat itu.
Abdurrahman Ad-Dakhil adalah pendiri Dinasti Umayyah di Spanyol yang secara bersamaan pada saat itu Dinasti Abbasiyah di Baghdad sedang berjalan. Ia bahkan sempat menjadi incaran tentara Bani Abbas yang saat itu sedang melakukan pembantaian kepada keturunan Umayyah. Abdurrahman Ad-Dakhil sempat melarikan diri selama lima tahun hingga akhirnya ia tiba di Andalus dan mengalahkan Gubernur Andalus pada saat itu, Yusuf al-Fihri.
Suatu hari, ketika Abdurrahman ad-Dakhil, yang juga seorang panglima, baru mendarat dengan kapalnya di daratan Andalusia/Spanyol, penduduk setempat menyambut kedatangannya dengan menyuguhkan segelas minuman keras.
Tidak langsung menerima tawaran tersebut, Abdurrahman ad-Dakhil malah menolak tawaran minuman keras tersebut dengan sebuah ucapan.
“Aku membutuhkan sesuatu yang bisa menambah kecerdasan otakku, bukan yang justru menguranginya,” tolak Abdurrahman ad-Dakhil,.
Selain ditawari minuman keras, ia juga disambut dengan seorang gadis yang amat cantik. Dia pun menolak gadis itu sembari berkata, “Yang seperti ini memang bisa mengambil tempat tersendiri di dalam hatiku, namun di hadapanku terbentang cita-cita yang jauh lebih indah daripada dia.”
Dua hal tersebut menunjukkan bahwa seorang pemimpin dan generasi bangsa perlu memperhatikan tawaran-tawaran yang datang kepadanya dan menghitungnya apakah hal tersebut merugikan bagi dirinya atau bukan.
Wallahu A’lam.