Islam telah mengajarkan nilai-nilai kebaikan agar supaya kita menjadi hamba dan menjadi diri yang baik dari hari ke hari. Muharram sebagai bulan diawal tahun sekaligus menjadi penanda bagi kita semua untuk memperbaiki dan merenungi perbuatan kita selama satu tahun. Sebagai awal dari sebuah perjalanan dalam satu tahun, kita sebagai manusia memiliki banyak sekali keluputan secara sengaja maupun tidak disengaja. Sebagian dari kita tentu saja memiliki kepekaan yang baik dalam hal menyadari semua itu. Karenanya, dengan itu seluruh umat manusia dianjurkan untuk memperbaiki diri.
Secara pengertian bahasa epistemologi, Muharram berarti terlarang, artinya dilarang untuk berbuat tidak baik pada bulan tersebut karena bulan tersebut harus dihormati sebagai bulan yang mulia. Istilah Muharram yang selalu dinisbahkan pada bulan yang terhormat, bahkan sebagai umat islam kita dianjurkan untuk berpuasa sunnah. Dalam tradisi jawa, biasa disebut dengan bulan Suro. Istilah ini dikenal sejak lama oleh kalangan masyarakat jawa, yang berasal dari ‘asyura (bahasa arab). Kemudian istilah ini menjadi permulaan hitungan dalam takwim jawa.
Sebagai bulan yang istimewa setelah Ramadhan, bulan suro dijadikan sebagai orang untuk ajang untuk mendekatkan diri kepada Allah. Salah satu amalan yang memiliki faidah besar ialah, berpuasa sunnah. Dengan berpuasa dibulan suro, kita semua dapat melakukan muhassabah dan renuangan panjang terhadap apa yang telah kita perbuat selama ini.
Tidak dapat kita pungkiri semuanya yang kita perbuat selama satu tahun sebelumnya, menjadi momentum untuk melakukan instropeksi diri. Apalagi kita hidup di era media sosial yang semakin lama semakin tidak karuan. Bisa jadi, kita menjadi korban dan terseret derasnya arus media yang penuh dengan berbagai pemberitaan bohong, atau biasa kita kenal berita hoax. Tidak adanya kontrol informasi, sehingga terjadi overload dan banyaknya informasi yang tidak bisa terseleksi.
Kebebasan sebagai umat manusia kita semua tentu saja memiliki hak dan kebabasan untuk menggunakan hasrat kita semua. Hidup ditengah persaingan ketat dan himpitan isu-isu praktis keagamaan, tentu saja apa saja yang kita inginkan dan mendapatkan informasi apapun yang kita inginkan. Bahkan, kita juga dapat melakukan penilaian orang lain dengan semua kita sendiri. Kesalahan kita sebagai umat manusia, tidak melakukan interpretasi yang serius dalam setiap permasalahan yang ada.
Media sosial yang layaknya ruang publik dunia maya, kita patut waspadai bersama. Banyaknya oknum yang tidak bertanggung jawab, seringkali menyebarkan berita yang tidak sesuai dengan kenyataannya. Perlu kita ingat bersama dalam berekspresi media sosial merupakan haqqul adam yang harus kita perhatikan jangan sampai kita saling menyakiti satu sama lain. Suka atau tidak suka kita menghadapi beberapa tantangan besar dalam menghadapi era keterbukaan informasi.
Kesiapan kita semua dalam menghadapi era modernitas, tentu saja menjadi tantang secara pribadi sebagai umat muslim. Perjuangan menjadi muslim yang taat dan baik menjadi sebuah usaha yang akan mendapatkan balasan. Menjadi muslim yang baik tentu saja membutuhkan etos perjuangan, kegigihan untuk menempa diri, supaya tidak tunduk terhadap hasrat duniawi. Seharusnya kita menjadi muslim yang dapat menundukkan hasrat, bukan terjebak dalam hasrat yang manis itu.
Sebagai umat islam yang hidup di tengah tantangan besar dan perubahan besar, setidaknya kita bersama masih memiliki momentum untuk melakukan introspeksi diri dan melakukan perintah agama dengan sebaik-baiknya. Sebagai awal tahun, tentu saja seharusnya kita memperbanyak melakukan aktivitas positif sebagai pertanda antusiasme kita menyambut bulan yang penuh dengan berkah. Wallahu a’lam.
Arief Azizy, Penulis adalah Mahasiswa Psikologi Sosial UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.