Muhasabah: Jujur kepada Diri Sendiri

Muhasabah: Jujur kepada Diri Sendiri

Kenapa kita kadang sukar jujur kepada diri sendiri. Yuk muhasabah

Muhasabah: Jujur kepada Diri Sendiri

Kalimat yang baik terkadang bisa menenangkan walau mungkin hanya sedikit. Tetapi kata-kata yang baik biasanya lebih disukai daripada kata-kata buruk yang menyakitkan hati. Dulu, dan sekarangpun masih, banyak orang rela membayar mahal untuk mendapatkan kata-kata baik dari motivator atau membeli buku yang berisi motivasi dan pesan kebaikan.

Berbagi kebaikan yang membuat hati sesama manusia menjadi senang, syukur-syukur mengubah orang menjadi lebih baik dan bahagia, adalah tindakan yang disukai Tuhan, sehingga sampai-sampai dikatakan bahwa sekadar “senyum pun itu sedekah.”

Sudah jelas bahwa berbuat baik, termasuk mengucapkan atau menulis sesuatu yang baik kepada sesama itu berpahala, mengapa masih saja kita berusaha saling menyakiti dengan mencaci-maki, saling iri dan saling ingin mengejek hanya karena kita tidak suka ?

Terkadang kita heran juga bila melihat ada orang-orang yang mampu menyimpan kebencian kepada orang lain selama bertahun-tahun.

Jika kita selama bertahun-tahun selalu jengkel, atau merasa sebal, atau ingin menghina dan “nyinyir” apabila seseorang yang tidak kita sukai itu sedang berbuat baik atau melakukan hal bermanfaat, lalu kita menghakimi bahwa apapun yang dilakukan orang lain itu sia-sia hanya berdasarkan ketidaksukaan kita.

Mungkin ada bagusnya kita lekas instropeksi: jangan-jangan hati kita digerogoti perlahan oleh kebencian; jangan-jangan kita hasud sejak dalam pikiran walau tak selalu kita lahirkan; jangan-jangan kita tidak rela ada kebaikan yang dilakukan orang yang tidak kita suka.

Jangan-jangan kita senang sekali melihat orang itu berbuat salah dan mendoakan dia diazab, jangan-jangan hati kita susah dan jengkel bahkan hanya ketika melihat wajah dan fisik orang itu.

Kadang-kadang kebencian itu tidak selalu ditampakkan karena mungkin biar tidak dicap sebagai tukang penyebar hatespeech. Namun orang yang mampu menyimpan kebencian selama bertahun-tahun adalah sasaran empuk untuk dipermainkan oleh orang yang lebih cerdas dan punya kepentingan entah itu politik, sosial atau ekonomi. Kita bisa saja berkata ke orang bahwa kita tidak membenci. Sangat bisa. Tetapi sebelum mengatakan itu, ada baiknya tengok dan tanya pada hati dan pikiran kita: Benarkah?

Jika memang masih ada kebencian itu di hati walau tak selalu kita tampakkan ke orang lain, ada baiknya akui itu ke diri dan akui dihadapan Tuhan lalu berdoa agar Tuhan menolong kita membersihkan rasa benci itu dan digantikan dengan rasa kasih sayang dan diberi petunjuk agar bisa lebih adil dalam pikiran, perbuatan dan tindakan.

Tidak ada gunanya menipu diri sendiri dan Tuhan. Hanya diri kita dan Tuhan yang tahu apa-apa yang kita rasakan dan rahasiakan di hati dan pikiran yang tidak kita lahirkan.

Jujur pada diri sendiri adalah awal pertobatan yang sesungguhnya.
Bila tak jujur kepada rasa dan kepada pikiran diri kita sendiri maka artinya kita mendustai diri kita sendiri.

Orang yang biasa mendustai diri sendiri mudah dikuasai hawa-nafsu dan mudah dimanfaatkan orang lain. Lebih buruk lagi, jika kepada diri sendiri saja kita tega berdusta, apalagi kepada orang lain. Ini adalah salah satu benih yang jika terus dipupuk akan melahirkan bermacam-macam buah: hasad, iri, fitnah, dengki dan semacamnya.

Wa Allahu a’lam bi muradih