Pengelolaan sampah menjadi salah satu topik yang di angkat dalam KUPI II di Jepara (26/11). Nampaknya, dewasa ini sampah tidak lagi hanya menjadi masalah individu ataupun negara, lebih dari itu sampah sudah menjadi isu global yang menjadi mimpi buruk dunia.
Persoalan sampah memangalah menjadi momok yang menakutkan sebab pengelolaan sampah yang masih terbilang sulit, dan banyaknya ancaman-ancaman sampah terhadap keberlangsungan lingkungan hidup. Indonesia sendiri telah menjadi sorotan dunia sebab menempati predikat ke dua negara penghasil sampah makanan terbanyak setelah Arab saudi (The Economics Intelligence Unit) dan negara ke 3 penghasil sampah plastik terbanyak dunia (forbes.com).
Sampah di Indonesia bahkan tercatat sebagai sejarah kelam dalam tragedi 21 Februari 2005. TPA (Tempat pembuangan Akhir) di Luewigajah Cimahi Jawa Barat mengalami kelonsoran sampah dan mengubur dua desa sekaligus dan menelan 157 korban. Kejadian tersebut kemudian menjadi dasar atas ditetapkannya Hari Peduli Sampah Nasional per 21 Fenruari. Belum lagi, dampak buruk yang ditimbulkan sampah sangatlah banyak, mulai dari banjir, pencemaran air, tahan dan udara, juga bakteri sampah yang berkembang akan merugikan kesehatan masyarakat.
Sampah tidak hanya berdampak pada lingkungan akan tetapi juga berdampak pada ekonomi dan kesehatan masyarakat. Mikroplastik yang masuk dalam tubuh hewan laut yang dikonsumsi oleh manusia seperti ikan akan masuk pula ke dalam tubuh manusia. EDC atau endocrine disruption chemikal sendiri adalah salah satu bahan kimia dari microplastik yang dapat mengganggu pertumbuhan janin, reproduksi dan lain-lain.
Berimbasnya sampah dalam ranah kesehatan tentu akan berdampak pula dalam segi ekonomi. Pengobatan tidaklah didapat secara cuma-cuma dan pasti memerlukan biaya. Meskipun jika individu memiliki kesempatan berobat gratis, pemerintah tetap harus mengeluarkan anggaran dana untuk kebutuhan obat, tenaga pengobatan, dan lain sebagainya.
Pengelolaan sampah menjadi hal mendasar yang sangat penting untuk dikaji. Pasalnya dengan berbagai akibat yang ditimbulkan sudah sepantasnya masyarakat merubah perilaku dengan peduli dalam memilah sampah agar sampah dapat dikelola dengan baik sesuai dengan jenisnya.
Wahyudi Anggoro Hadi Lurah Panggungharjo, selaku pemateri pada halaqah siang itu memaparkan bahwa setidaknya terdapat tiga faktor yang mempengaruhi sulitnya pengelolaan sampah, antara lain:
1. Perubahan pola konsumsi
Banyaknya jenis makanan dewasa ini, serta berubahnya pola konsumsi dari masyarakat berimbaskan pada sulitnya pengolaan sampah. Makanan tak hanya menjadi kebutuhan namun juga gaya hidup masyarakat apalagi dikalangan generasi muda. Jenis makanan menentukan kelas sosial masyarakat. Seseorang dilabeli ‘kaya’ dengan makan di tempat-tempat mahal dan bergengsi. Sedangkan seseorang dikatakan ‘kurang mampu’ apabila makan di pinggiran jalan atau di tempat-tempat biasa-biasa saja. Ajang gengsi menciptakan banyaknya industri makanan yang tak hanya menjual ‘makanan’ dalam artiannya, akan tetapi juga menjual ‘gaya’. Hal tersebut kemudian berimbas pada semakin menumpuknya sampah-samah baru yang semakin banyak serta belum diketahui bagaimana cara pas untuk mengelolanya.
2. Kesadaran
Kebutaan terhadap ancaman kerusakan alam, dan bencana yang dihasilkan akibat buruknya kebiasaan yang merusak lingkungan, masih menjadi pekerjaan rumah bagi kita semua. Karena nyatanya, orang-oarang yang melek terhadap permasalahan lingkungan terlebih sampah masih terbilang sedikit. Masih banyak ditemukan individu yang membuang sampah tidak pada tempatnya, bahkan dengan tega membuang sampah di sungai-sungai atau aliran air. Hal tersebut terlihat dari banyaknya tumpukan sampah yang menyumbat aliran air dan mencemari air sungai. Selain itu, pemilahan sampah juga masih terbilang minim dilakukuan, adanya tiga kotak sampah yang berbeda tidak lantas membuat masyarakat membuang sampah sesuai jenisnya. Masih banyak oknum yang membuangnya begitu saja ke dalam satu kotak sampah tanpa dilihat jenisnya terlebih dahulu. Sehingga, sampah yang tidak dipilah tersebut akan sulit untuk dikelola lebih lanjut dan alhasil tertimbun di TPA (Tempat Pembuangan Akhir).
3. Penambahan populasi
Indonesia memiki jumlah populasi yang terus naik dari tahun ke tahun, tercatat pada tahun 2022 telah naik 0,54% dalam waktu 6 bulan (Dukcapil). Semakin banyaaknya populasi manusia akan berdampak pada naiknya jumlah sampah yang dihasilkan setiap harinya, mulai dari sampah pangan, sampah pakaian dan masih banyak lagi. Data yang diperoleh dari Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Indosesia memaparkan bahwa pada tahun 2018 saat jumlah penduduk Indonesia 267 juta jiwa sampah yang dikeluarkan adalah 64 juta ton. Sedangkan pada tahun 2020 saat penduduk Indonesia mencapai 270,20 juta jiwa, sampah yang dihasilkan adalah 67,8 juta ton. Sehingga diperkirakan bahwa sampah yang dihasilkan di Indonesia perharinya adalah 185,753ton. Dampak buruk akibat sampah akan semakin nyata jika bertambahnya sampah tidak seimbang dengan pengelolaan yang baik terhadap sampah itu sendiri. Karena mau tak mau sampah akan terus bertambah seiring dengan bertambahnya populasi manusia.
Pemerataan pengetahuan tentang akibat pencemaran sampah, pemilahan sampah, pengelolaan sampah dan sosialisasi mengenai pentingnya menjaga lingkungan harus terus digaung-gaungkan. Dengan demikian, warga kota terlebih perdesaan akan sedikit demi sedikit aware terhadap persoalan lingkungan dan memiliki pengetahuan mengenai pentingnya pengelolaan sampah. Menurut Wahyudi dengan pengetahuan masyarakat akan sedikit demi sedikit merubah perilakunya terhadap sampah menjadi lebih baik. Karena kunci dari penelolaan sampah adalah perubahan perilaku dari setiap individu dimulai sejak dari rumah dan oleh diri sendiri.
“Oleh karena itu penting untuk mewariskan ilmu pengetahuan” tegasnya.